Di ujung kematian

1.3K 72 5
                                    

Nana membuka tangan yang menutupi wajahnya, saat melihat kesekeliling tidak ada siapapun disana. Lalu siapa yang baru saja mencekiknya ?. Jelas sekali ia merasakan sesak ketika ia menutupi matanya, seperti ada seseorang yang mencekik lehernya. Tiba-tiba saja ada tetesan air jatuh dari atas yang mengenai pipinya. Ia menyeka air yang jatuh menetes ke pipinya mengunakan tangan kanannya.

Matanya terperangah melihat tetesan air yang baru saja ia seka dari pipinya. Sesaat nafasnya terhenti dan deru jantungnya berdetak semakin kencang.

"Da..darah...!" Gumam Nana gemetar melihat tetesan air yang baru saja ia seka berwarna merah pekat sambil mengosokkan tangannya ke bagian bawah bajunya.

Perlahan ia mendongakkan kepalanya dengan ragu- ragu karena rasa takut yang luar biasa ia tekan dalam-dalam. Begitu kepalanya menghadap ke atas , ia terperangah ketika melihat ke arah atas kepalanya, tepat di atas kepalanya ada sosok perempuan berbaju putih lusuh, berambut panjang dengan muka yang hancur. Mulut wanita itu mengangga lebar serta mengeluarkan darah dari dalam rongga mulutnya.

Sosok itu berteriak kearah Nana, teriakan itu semakin lama semakin keras.

"Kamu akan matiiiii !"

"Kamu harus mati !"

"Kamu haruuus matiiii...!!!"

Tenggorokan Nana tercekat, ia tidak mampu lagi bersuara, mulutnya terasa kaku. Sesaat kemudian ia merasakan tenggorokannya panas seperti terbakar. Rasa panasnya terasa sampai ke dada hingga ia merasa kesulitan untuk bernafas . Baru kali ini ia merasa sesak nafas dan di tenggorokan serta dadanya berasa panas. Seperti ada sensasi terbakar di tenggorokan dan dadanya.

Nana ingin berteriak, akan tetapi mulutnya berasa kaku seperti ada lem di dalam mulutnya hingga ia tidak mampu untuk mengeluarkan suara. Bahkan untuk mengucapkan satu ayatpun ia tidak mampu. Berulang kali Nana coba mengeluarkan suara tapi hasilnya nihil, mulutnya seakan terkunci. Hanya air mata yang mampu ia keluarkan saat ini.

"Aku tidak mau mati, aku tidak mau mati" batin Nana mencoba memukul mukul dadanya yang terasa panas.

"Aarrghh, aku tidak mau mati"

Nana terus mencoba bertahan dengan segala bentuk rasa terbakar di bagian tenggorokan dan dadanya. Namun hasilnya Nihil, sensasi terbakar itu seakan semakin menjeratnya hingga membuat ia kesulitan untuk bernafas.

"Aaarrrghhh..."

Nana mengeram menahan rasa sesak dan panas yang membakar tenggorokan serta dadanya. Ia bahkan mencengkeram erat kerah bajunya hingga melukai kulitnya sendiri karena tidak tahan dengan panas di bagian tenggorokan dan dadanya. Nana meraung, mengeliat kesakitan, air matanya tak henti-hentinya menetes dari sudut matanya namun ia tak memiliki suara untuk berteriak .

"Aku tidak mau mati " batinnya sembari menahan sakit.

Dengan sisa tenaga yang masih ia miliki, Nana merangkak menahan sakit dan panas yang luar biasa menuju kamar mandi. Namun rasa panas itu benar-benar membuatnya tak berdaya untuk bergerak lebih jauh. Ia hanya mampu merangkak beberapa tapak tangan saja, selebihnya ia kembali mengeliat kepanasan.

"Hihihihi....kamu akan matii...!!"

"Kamu haruuss matiiii....!!"

Sosok itu kembali tertawa dan berteriak kencang hingga membuat gendang telinga Nana berdengung.

"Tidaaak...aku tidak mau mati !" Ucap Nana membalas teriakan sosok itu dalam hati karena mulutnya seperti terkunci.

Namun setelah muncul sesosok kakek tua mengunakan pakaian serba putih dengan ikat kepala yang berwarna putih , serta mempunyai janggut panjang yang berwarna putih pula. Mulut Nana dengan mudah terbuka , bahkan lancar berteriak.

"Aaarrrghh, aku tidak mau matiiiii...! " teriak Nana seketika mulutnya bisa mengeluarkan suara.

Di tangan kanan Kakek tua itu seperti memegang sebuah tasbih berwarna hitam pekat seperti sisik ular cobra. Tasbih itu tidak terlalu panjang, mungkin hanya berisi sekitar tiga puluh butir manik-manik mengkilap yang berwarna hitam seperti sisik ular cobra.

Nana bernafas dengan tersenggal, ia merasa lega bisa kembali bernafas meskipun deru nafasnya masih terengah-engah.
Setelah beberapa saat ia mulai bisa mengontrol nafasnya, ia pun segera cepat beranjak melangkahkan kakinya berlari pergi masuk kembali kedalam kamarnya. Saat hendak melangkahkan kaki masuk kedalam kamarnya. Tiba-tiba tubuhnya di hantam oleh sesuatu, seperti ada seseorang yang berlari cukup kencang lalu menabraknya. Tubuh Nana tersentak mundur kebelakang, namun tidak ada siapa-siapa di sana.

Bulu kuduk Nana mulai merinding, deru nafasnya yang belum sepenuhnya normal mulai kembali mengetarkan dadanya dengan hebat. Tanpa berfikir panjang lagi, Segera ia masuk ke dalam kamar. Di edarkannya pandangannya kearea sekitar kamar, mencari ribuan belatung yang tadi ada dikamarnya. Kosong, sudah tidak ada apapun disana. Kamarnya sudah bersih seperti sedia kala, bahkan aroma busuk yang sangat menyengat yang tadinya tercium di kamarnya sudah tidak ada lagi.

Sebenarnya Ratih sudah menaruh sebuah pusaka di dalam kamar Nana. Pusaka itu akan melindungi Nana dan ibunya sekalipun ada gangguan-gangguan ghaib. Selama mereka tidak keluar kamar, makhluk-makhluk ghaib itu tidak akan bisa menyakiti mereka. Namun karena Nana terpancing oleh gangguan-gangguan ghaib itu, membuatnya keluar kamar dan mengabaikan pesan Ratih. Ia bahkan secara tidak sadar menyeret ibunya ikut keluar kamar. Hal itu membuat para makhluk ghaib kiriman itu mempunyai cela dan dengan mudah makhluk ghaib itu akan bisa menyerang mereka.

Itulah sebabnya Ratih sebelumnya berpesan kepada mereka untuk tidak keluar kamar apapun yang terjadi. Namun karena Nana yang begitu naif, serta rasa ketakutannya yang berlebih, membuat ia memaksa ibunya keluar dari kamarnya dan saat ini ibunya telah mendapat dampak negativ dari kecerobohan Nana. Bahkan dirinya sendiripun hampir mati di serang oleh sebagian makhluk jahat yang telah ditugaskan seseorang untuk menyerang dan membinasakan seluruh keluarganya.

Nana membanting pintu kamarnya dengan keras sekali, lalu buru-buru naik keatas ranjangnya. Ia membaringkan tubuhnya di atas kasur sambil menarik selimut dan menutupi seluruh tubuhnya dari ujung kaki hingga kepala. Tubuhnya gemetaran, rasa ketakutannya memuncak sampai ia merasa nyawanya sudah di ujung kepala. Keringat dingin membasahi seluruh bagian tubuhnya, ia memposisikan tubuhnya miring ketembok sambil mengigil ketakutan.

"Huhuhuhu...huhuhuhu..."

Tiba-tiba terdengar suara tangisan seorang wanita yang sangat memilukan. Nana semakin menarik selimutnya dan mencengkeramnya erat. Tubuhnya tidak lagi berani bergerak. Air mata kembali membanjiri pipinya, ia benar-benar ketakutan.

"Huhuhuhu....huhuhuhu..."

Suara wanita itu terus terdengar, bahkan seakan seperti berada tepat di belakang punggungnya. Nana mencoba untuk bertahan dengan tidak memperdulikan suara tangisan wanita itu, ia bahkan menutup telinganya rapat agar tidak mendengar lagi suara tangisan wanita yang begitu memilukan namun membuat siapapun yang mendengarnya akan merinding.

Sampai akhirnya tubuhnya menindih sesuatu ketika ia beringsut mendekatkan tubuhnya kedinding. Nana meraba benda yang di tindihnya, benda keras dan pipih itu di tariknya dari bawah badannya. Setelah berhasil ia sedikit lega karena itu adalah ponselnya. Di tekannya layar ponselnya sambil gemetaran, ia langsung mengarah ke youtube dan menyalakan suara ayat-ayat suci Al-qur'an.

Setelah beberapa saat memutar lantunan suara ayat-ayat suci Al-qur'an, suara tangisan yang memilukan itu menghilang.

Bersambung....

Santet Pring SedapurWhere stories live. Discover now