Membusuk

1.2K 64 2
                                    


"Bau busuk apa, ini? huh! baunya menyengat sekali!"  Ucap Nana pada Nina yang baru saja bangun.

"Baunya sampai pahit, uwweeekkk ... uwweeekkk!" Nina hampir muntah aroma itu benar-benar menusuk hidungnya.

"Dari belakang, loh, kayaknya!"  Nana berucap sambil menunjuk ke arah belakang yang ditinggali Bapaknya.

"Coba kamu lihat Bapak mbak. Kok, gak ada suaranya? Bukankah semalam terus merintih." Sahut Nina, mendorong kakaknya ke arah belakang.

"Aku juga kemarin malam, denger suara teriakan dari Bapak. Kenceng banget, loh. Kayak kesakitan. Atau jangan-jangan, ada apa-apa, ya, di sana?" Cepat-cepat Nana berjalan ke arah kamar Bapaknya.

Aroma busuk yang sangat kuat, kembali tercium saat mereka berada di kamar Bapaknya. Plastik sampah hitam yang menutupi kaki Bapaknya terlihat di kerubuti lalat.

Tubuh Pak Sholeh terlihat tak berdaya, ia tertidur dengan nafas kembang kempis. Bagian kakinya yang tak tertutup plastik terlihat membiru.

Mata mereka terlihat membulat ketika Nina menarik plastik yang menutupi kaki Bapaknya.

"Aaaaaaaahhh....!!!"

Mereka berteriak dengan Kaki mereka yang reflek melompat kebelakang.

Nina melangkah cepat ke ambang pintu, membukanya cepat dan berlari ke ruang tengah.

Pak Sholeh terbangun dengan kehebohan anaknya. Dengan suara parau ia bertanya pada Nana yang masih terpaku disana.

"Ada apa sih, berisik sekali"

"E-e...eng...gak, ada apa-apa kok Pak" jawab Nana gugup sembari langsung berbalik dan menyusul Nina.

"Mbak, telpon ibu, cepetan ?" Ucap Nina setelah melihat Nana kembali.

Segera ia mengambil ponselnya. Saat tengah sibuk mencari nomer ibunya. Jarinya langsung terhenti mendengar teriakan Bapaknya.

"Haauuuss...!"

"Hauuss, ambilkan minum !" Teriakan Pak Sholeh terdengar samar.

"Nin , cepat ambilin Bapak minum"

"Gak mau ah, aku takut"

"Aku mau telpon ibu ini !"

"Sini biar Nina aja yang telpon, mbak aja sana yang ambilin minum"

"Iih, gak mau. Tadi kamu kan yang nyuruh aku telpon ibu"

Setelah sedikit berdebat, akhirnya Nina dengan berjalan berjingkat meneteng segelas air untuk Bapaknya. Satu tangannya menutupi hidungnya.

Ia melirik ke arah kaki Bapaknya yang terkoyak dan di penuhi ribuan belatung. Aroma busuk, benar-benar terasa menyengat dari kaki Pak Sholeh. Daging yang menempel menutupi tulangnya seperti habis di makan belatung hingga terlihat sediki tulang kakinya.

Nina bergidik ngeri, namun pandangannya tak lepas memperhatikan kaki Bapaknya yang membusuk. Begitu Pak Sholeh selesai minum Nina cepat-cepat berbalik melangkah pergi.

"Mbak udah telpon ibu belum ?" Tanya Nina setelah kembali

"Udah, kata ibu suruh panggil perawat kerumah aja, takut Bapak kenapa-napa"

"Yaudah hayuk buruan telpon perawatnya, seriusan ini luka Bapak parah banget"

"Kok bisa ya, kaki Bapak tiba-tiba luka gitu, padahal kemarin masih baik-baik saja"

"Itu mungkin bengkak yang di kakinya semalam meletus, tapi aneh aja dalam semalam udah banyak belatung yang bersemayam di kakinya"

"Iih, ngeri banget sih ! Mana aku takut ulat lagi huhuhu.." ucap Nana menahan tangis.

"Mbak gak tau aja tadi aku liat daging di kaki Bapak itu membusuk di makan ulat, sampai tulang kakinya kelihatan, hiiiii serem" jawab Nina bergidik ngeri.

Mereka sejenak berfikir, bagaimana caranya mereka membersihkan belatung-belatung yang menempel di luka kaki Bapaknya.

Selepas salat Dhuhur, Nana langsung masuk ke dalam kamar. Memainkan ponselnya sembari melihat nama kontak di HPnya di aplikasi hijau. Ia mencari nomer perawat yang bisa di panggil kerumah untuk membantu membawa Bapaknya ke rumah sakit.

Saat tengah sibuk menggeser-geser layar ponsel, jari Nana langsung terhenti, saat melihat foto kaki Bapaknya yang di kirimkan Nina.

Keadaannya sangat mengerikan. Kaki bagian pahanya membiru, dengan di bagian bawahnya terkoyak dan hampir menunjukkan tulang-tulangnya. Di sekitar lukanya banyak di tumbuhi belatung yang mengeliat-geliat seakan mengerogoti daging busuk Bapaknya.

Mata Nana seketika membulat, saat mendapati berita yang disampaikan oleh Nina.

"Buruan mbak, Bapak kayaknya udah lemes"

Deg!

Entah kenapa Nana baru menyadari keseriusan luka Bapaknya. Padahal dirinya tiap hari melihat kondisi Bapaknya. Nana langsung melompat dari ranjang, membuka kasar pintu kamarnya dan berlari keluar.

Entah kenapa ia merasa kamar Bapaknya terlihat suram. Jelas Cahaya lampu di kamarnya terlihat menyalah terang tapi ia merasa kamar itu terlihat suram. Sepintas ia melihat bayangan hitam tinggi besar namun begitu cepat bayangan itu menghilang.

Di bawah kaki Bapaknya terlihat sangat kotor, ada semacam cairan aneh yang mengenang disana, serta aroma busuk yang teramat sangat. Ribuan belatung serta merta mengeliat di sekitar area kaki Pak Sholeh. Tak pernah sekalipun Nana melihat hal begitu menjijikan dan ini terjadi pada orang tuanya.

Nana khawatir, serta merasa penasaran. Kenapa dalam waktu satu malam kaki Bapaknya menjadi separah ini.

Kaki Nina melangkah cepat ke ambang pintu, membukanya cepat dan berlari masuk ke dalam kamar sambil menutup hidungnya rapat-rapat.

"Mbak perawatnya udah datang ?"

Terlihat riuh suara orang di halaman rumah mereka.

Saat akan membukakan pintu, dirinya dikejutkan oleh sinar lampu mobil yang menyala sangat terang. Nana berhenti melangkah tepat di depan pintu, dengan teriakan nyaring yang membuat mobil langsung terhenti.

"Nina! apa yang kamu lakukan?!"

Nina berlari menghampiri Nana, dan melihat ke arah mobil berwarna putih yang terparkir di depan rumahnya.

"Kenapa mbak ...." tanya Nina tak mengerti

"Ngapain kamu panggil mobil ambulan ?" Ucap Nana sambil menunjuk mobil yang terparkir di halaman rumahnya.

"Ada apa, memangnya ? kenapa dengan mobil ambulan ?" sahut Nina berjalan mendekati Nana.

Bibir Nana keluh, tak bisa mengatakan apa-apa. Ia hanya mengelengkan kepalanya, tadi saat Nina memanggilnya ia menyerahkan tugas memanggil perawat pada Nina untuk membersihkan luka Bapaknya. Tapi saat ini Nina justru memanggil perawat beserta mobil ambulannya.

"Kenapa memangnya?!" sentak Nina yang menarik bahu Nana menghadap kepadanya.

"Tadi aku suruh kamu buat panggil perawatnya aja bukan panggil ambulan."

"Sekalian aja bapak di bawah ke rumah sakit, kasian udah lemes gitu"

Aroma busuk yang sangat kuat, kembali tercium. Saat para petugas medis membawa Pak Sholeh masuk kedalam mobil ambulan .

Sorot lampu mobil yang masih menyala, menyorot kepada mereka berdua. Membuat mata mereka silau dengan perasaan hampa ketika para petugas medis itu mengangkat Bapaknya masuk kedalam mobil ambulan.

"Hooeek....Hoooeeek...!"

Salah satu dari perawat itu bahkan muntah-muntah saat membantu menaikkan Pak Sholeh masuk ke dalam mobil ambulan, satu lainnya mungkin menahan nafas selama melakukan tugasnya .

Wajah mereka tampak datar, namun usai melakukan tugasnya mereka cepat- cepat berbalik dan masuk kedalam mobil setelah mengatakan beberapa patah kata dan memberikan salam kepada Nana dan Nina.

Bersambung.....

Note: maaf ya mungkin dlm waktu -+seminggu kedepan gk update karna ada sedikit kesibukan😅







Santet Pring SedapurTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang