Chapter XXVIII

94 33 5
                                    

Brumm...brummmm

Nasya berusaha kelar dengan lamunanya dan berlari keluar setelah mengetahui Langit sudah tiba di depan rumah.

"Lama banget datang nya" protes Nasya cemberut, membuat tangan Langit mencubit pipinya gemas, "Sorry cantik, ada kesibukan dikit" gadis itu tersenyum girang lalu dengan bantuan pundak Langit Nasya berhasil naik ke atas motor.

"Ayah bunda gak ada?" Nasya menggeleng cepat lalu memeluk erat pinggang Langit dari belakang membuatnya cowok tersenyum pepsodent dibalik helmnya. "Tapi tadi aku udah kirim pesan ke bunda, mau keluar sama kamu"

🦋🦋🦋

Sedangkan di basecampt Julian dan ketigat lainnya sibuk mabar. Sedangkan Dilan mencari kunci motornya. "Kunci motor gue mana woi!"

"Cari pakai mata bukan pakai mulut" timpal Dimas melempar satu bantal sofa ke arahnya, dari arah tempat bantal itu di ambil, Dilan melihat kunci motornya, lalu dengan kasar cowok itu mengambil dan beranjak melangkah keluar.

"Mau kemana lho?" tanya Julian melirik diam ke arahnya. "Ketemu Prita"

"Cih bucin, besok sama Tiara lagi tu" sambung Angga menyerocos namun sudah tak di dengar oleh Dilan. Yang terdengar hanya bunyi motornya yang keluar dari halaman basecampt.

Ting...

Bunyi notifikasi membuat kedua sahabatnya menoleh ke arah Julian, sedangkan yang membaca pesan seakan kaget dengan pesan masuk tersebut, dengan cepat ia mengambil kunci motornya, dan berlari keluar tanpa merespon kedua sahabatnya yang sedang memperhatikan pergerakan Julian.

"kita berdua aja nih?" tanya Dimas memalas

"gak kok, ada penghuni tak kasat mata di sini" balas Angga santai namun berhasil membuat Dimas terkejut takut. "Njir lho, jangan buat bahan bercanda dong, nanti ada benaran gimana dong?"

"Kalau ada kita tinggal ajak kenalan, bisa nanya kenapa mereka mati"

"Arhggghh, gue takutt woi, stoop bahas itu" teriak Dimas histeris sudah menangis. Melihat itu Angga berhenti membahas hal yang sensitive buat Dimas, namun dalam hatinya ia merasa lucu melihat tingkah Dimas yang seperti anak kecil.

🦋🦋🦋

"Suka sama tempat ini?" Nasya menganguk senang saat Langit mengajaknya ke suatu tempat di pinggir sungai, mereka duduk di bangku yang sudah di sediakan, cahaya lampu menemani bersama cahaya bintang, ada banyak yang pengunjung karena malam ini merupakan malam minggu.

"Sya" panggil Langit membuat gadis tu menoleh.

"Lho harus bahagia Sya, lho harus bikin diri lho bangga terlebih dahulu"

Mendengar itu Nasya mengajukan jari kelingkingnya tanda membuat janji, balas Langit membalas dengan tersenyum tenang. "Aku janji"

"Tapi kamu juga kan?" Langit tersenyum sendu membuat gadis itu mengubah ekspresinya seketika.

"Gue rindu nyokap" tiga kalimat membuat Nasya terdiam batu tak bisa berkata apa-apa. Jika ini tentang orang tua gadis seperti Nasya tak akan bisa berkata apa-apa.

"Gue barusan baru tau kalau nyokap kanker Sya, gue kira selama ini nyokap meninggal karena depresi akibat perceraian orangtua gue, tapi ternyata nyokap sakit dan selama itu bokap gue yang ngurus dia di rumah sakit, tanpa gue tahu"

Nasya terisak dengan ucapan Langit lalu dengan lembut gadis itu memeluk cowok yang berada di dekatnya.

"Maafin aku, maaf karena aku gak tau kamu seterpuruk ini" cowok itu mengangguk dalam pelukan Nasya, "makasih lho udah mau dengar"

"Jangan sedih yah, nanti mama kamu sedih di sana, gara-gara liat anak cowoknya cengeng. Dia udah sembuh untuk selamanya, jadi kamu harus tenang, maafin semua yang sudah berlalu juga" ucap Nasya berusaha menenagkan Langit.

Mendengar kalimat panjang itu membuatnya semakin kuat, sedikit beban berkurang.

"Maafin papa kamu juga" kata Nasya menatap serius ke arah Langit membuatnya menganguk paham.

"Kamu liat itu gak?" tunjuk Langit ke salah satu bintang paling terang. "Liat"

"Itu bintang kejora, bintang paling bersinar, tapi sayangnya gak bisa ngalahin cewek yang samping aku"

Nasya tersentak kaget sekaligus senang memukul manja pundak Langit "Apaan sih" Langit tertawa geli melihat Nasya yang tertawa bebas.

"Gue gak nyangka tuhan menciptakan cewek secantik lho"

"Hmmm, mulai deh gombalnya" cibir Nasya melirik bete ke arah Langit.

"Kita ke Alaska yuk?" ajak Langit membuat gadis itu sontak terkejut.

"Hah ngapain?"

"Kita lihat aurora, gue mau bilang ke aurora di Alaska, kalau Aurora gue itu gak kalah indah"

Gadis itu lepas tertawa, merasa bahagia dan bersyukur semenjak Langit bersamanya. "Ada-ada aja sih"

Langit mengelus lembut rambut Nasya dengan lembut membuat gadis itu mengerak-gerak kakinya senang. "Jangan pernah buat senyum lho pudar ya, gue pengen lho jadi orang yang tetap ceria kayak gini"

"Tapi jangan mengambil senyum ini kembali, saat kamu udah memberikan dengan tulus ke aku"

"Senyum itu udah milik kamu kok, dan bahagia itu juga milik kamu".

Jika cerita kita tidak abadi, ijinkan aku untuk bertahan walau harus merasakan luka. Jika senyuman ini gak bertahan, tolong ganti dengan cinta yang tulus dari diriku sendiri. Karena ketika aku siap untuk tersenyum, maka aku juga sudah siap untuk terluka.

Maaf yah Part ini kurang banyak
Yuuk nantikan next part nya

Aurora (END)Donde viven las historias. Descúbrelo ahora