Chapter XVIII

178 80 51
                                    

_Happy Reading_

_Kebohongan terbesar yang ku terima dari mereka yang mencintaiku_

Hampa?, itulah yang dirasakan saat ini, but it’s okay, semua masih aman dalam tahap wajar.

Sebenarnya aku tidak sedang baik-baik saja, namun lebih memilih untuk memahami keadaan yang terjadi sekarang, dan melupakan kepahitan yang sudah berlalu.

Malam yang terang namun tanpa bulan, diterangi oleh cahaya lampu kota bandung, membuatku diam mengingat kenangan yang tak ingin ku ulangi.

Jauh lebih baik kenangan itu tak perlu terjadi, dimana kebohongan besar harus ku terima dari mereka yang mencintaiku.

Flashback On

“Sejak kapan?” selembar surat dengan kasar dilempar ke atas meja kerja ibunya. Perasaan yang berhasil dilukai membuatnya tak bisa membendung air mata ini.

Hati yang tergores sakit, hingga tak sanggup mengeluarkan kata yang ingin di lampiaskan.

Melihat surat cerai yang sudah terjadi 3 tahun lalu namun dirahasiakan sedemikan rapi, semakin menambah sakit yang teramat sangat untuk seorang anak laki-laki pada masa itu.

Perceraian itu membuatnya trauma untuk menaruh harapan kepada orang lain bahkan sahabatnya.

Karena pada akhirnya ekspetasi terhadap orang lain melukai diri sendiri.

Flashback Off

“Dih, darimana bro? jam segini baru balik, terus itu ngapain masih pakai celana seragam?” sambut Julian dengan pertanyaan yang, yah cukup masuk akal.

Sapaan Julian mengundang respon Dimas, Dilan dan Angga yang sekilas saling bertatapan lalu kembali melihat sahabatnya itu dengan tatapan yang penuh kebingungan.

Melihat Langit yang menggunakan kaos hitam dengan celana seragamnya  memasuki basecampt, sembari menjatuhkan tubuhnya ke sofa penuh kelelahan, sambil menutup kedua matanya perlahan melepas penat.

“Lho habis darimana?” tanya Angga bingung.

“biasa” respon Langit singkat

“Nasya?”

“hm”

“lho suka sama dia?” tanya Dilan langsung to the point

“gue gak ada waktu buat hal gak penting”

cetus Langit membuka matanya menoleh tajam ke arah Dilan

“tapi akhir-akhir ini lho dekat sama dia”

“dekat bukan berarti suka, perhatian bukan berarti sayang” tambah Dimas memperjelas, seakan mewakili kalimat yang ingin Langit keluarkan.

“cih, udah pintar aja teman gue yang satu ini” puji Angga menepuk-nepuk kecil pundak Dimas.

“dari dulu bro”

“Cih...sok lho” ledek Dilan yang sejak tadi menyaksikan mereka.

Sebenarnya cukup sadar atas sikap Langit yang memang butuh ketenangan saat ini, dimana terlihat biasa namun sedang terluka atas semua yang pernah terjadi dalam keluarganya.

“Lho sama Prita aman?”

Pertanyaan yang mengubah keadaan Dilan menjadi diam dalam situasi itu.
Yahh dan itu Langit, bukan karena penasaran tentang hubungan keduanya tapi ia tahu betapa Dilan benar-benar masih sayang sama Prita.

"gue gak tau, capek tapi gak mau nyerah"

"Sakit juga di posisi lho" ujar Julian ikut merasakan apa yang Dilan alami sekarang.

Aurora (END)Onde histórias criam vida. Descubra agora