Chapter X

247 97 24
                                    

Happy Reading
(⁠。⁠♡⁠‿⁠♡⁠。⁠)

"Lho kenapa sih?, tanya Angga menatap sinis ke arah Dilan, yang sejak tadi hanya duduk terdiam. "Masalah yang di sekolah pasti ada kaitannya kan, sama keadaan lho sekarang?." tambah Angga dengan nada yang serius melihat Dilan tak seperti biasanya.

Sudah menjadi suatu kebiasaan diantara mereka. Ketika satu orang dari mereka sedang tidak baik baik saja, perhatian dan kepedulian serta tindakan, merupakan hukum persahabatan mereka. Sejak tadi  Dilan terlihat layaknya orang yang terbebani banyak pikiran. Merasa tak biasa dengan hal itu. Angga seakan tau apa yg sedang terjadi.

Melihat Dilan ditemani segelas kopi dan sebatang rokok, dengan tatapan yang kosong hanya mengarah ke satu titik di depannya. Walau samar-samar mendengar pertanyaan Angga sejak tadi, Dilan tak berniat meresponnya, seakan mulut ini tak ingin mengucap apapun.

Angga hanya berdiri menoleh kesamping dimana Dilan hanya duduk terdiam. "Sok sok-an banyak beban, padahal bebannya loh sendiri yang buat" cetus Angga sambil mematikan rokoknya.

Dilan menghembuskan nafasnya kasar sembari menyenderkan tubuhnya di senderan bangku kayu. "Gue harus gimana Ngga?" masih dalam diam Angga mencerna maksud dari satu pertanyaan yang di lontarkan "Maksudnya?."

"Gue nggak mau nyakitin Tiara. Tapi gue juga nggak bisa ninggalin Prita" ucapnya menunduk menikmati nasib hidup yang sudah melekat.

Angga tak melepaskan pandangannya sejak tadi "tapi nggak mungkin Tiara lho tinggalin, Lan" Dilan mendecak frustasi dengan ucapan sahabatnya yang memang tak ada salah.

"Kalau gue nggak ikut apa kata tu kepsek, nyokap gue bisa kena imbasnya" lirih Dilan dengan pergelangan tangan yang mendarat tergeletak di dahinya, sambil memejamkan mata menahan beban yang tak terselesaikan.

"Gue jadi kasian sama Prita. Itu alasan gue masih bertahan" lirihnya.

"Lho kasian atau sayang?"

"Sayang sih. Makanya gue nggak bisa lepas salah satu diantara mereka" ucap Dilan menjelaskan, sambil menoleh di samping dimana Angga berada tepat disebelahnya.

"Lebih baik terluka daripada bertahan, karena percuma!, endingnya tetap terluka" ucap Angga menoleh ke arah Dilan.

"Kalau lho memilih untuk bertahan, itu artinya lho menunda untuk menyakiti satu diantara mereka" sambung Angga berhasil membuat Dilan semakin terdiam. Mendengar itu dirinya hanya menunduk tak bisa merespon apa-apa, karena apapun yang di ucapkannya tak bisa dibilang salah.

"Tiara juga ikut apa kata bokap nya juga sih" ucap Dilan menunduk tak tahu harus bertindak apa. "Sampai akhirnya perhatian gue ke dia membuatnya merasa nyaman sekarang." jelas Dilan membuat Angga terdiam seperti sedang memikirkan sesuatu.

"Lho tau gue sekolah disitu juga karena beasiswa kan?, dan beasiswa itu gue berhasil dapat karena bokap nya Tiara yang bantuin, apalagi dia kepala sekolah kita kan?" 

"Nyokap lho aman kan?" Tanya Angga mengingat dia tak ingin masalah Dilan harus berdampak pada ibunya.

Sejak kecil Dilan tumbuh tampa seorang ayah. Walau demikian, hidupnya seperti itu tak membatasinya untuk berhenti menempuh pendidikan, selain usaha dari Maya, Dilan juga berjuang sendiri demi masa depannya. Hal ini membuat Maya cukup bahagia melihat putra satu-satunya mau untuk berjuang tanpa harus di paksa. Namun ternyata perjuangan Dilan tak semudah yang dilihat ibunya. Ia harus bekerja untuk orang yang telah memberikan beasiswa.

"Selagi nyokap aman, gue tetap tenang kok"  ujarnya tenang.

"Emang sial tu orang" desis Angga tak suka dengan perlakuan yang Dilan dapat.

Aurora (END)Where stories live. Discover now