14. Married?

8.5K 329 8
                                    

Hari semakin larut. Jam sudah menunjukkan pukul setengah  malam, namun Hera masih masih terjaga. Gadis itu sedang berusaha melepaskan rengkuhan tangan Nangala yang memeluk pinggangnya dengan posesif. Ia menyerah saat lelaki tersebut malah mengeratkan pelukannya.

Beruntung, kedua orang tuanya tidak curiga saat Nangala masih didalam kamarnya bahkan ikut tertidur sambil memeluknya. Lelaki dibelakangnya itu tampak terusik saat ia kembali mencoba melepaskan tangan  laki-laki itu lagi.

Nangala membuka matanya saat tangannya dilepaskan paksa oleh Hera. Gadis itu tampak merenggut sebal, sebelum akhirnya bangkit.

"Mau ke mana?" tanyanya sambil menarik tangan Hera membuat gadis itu memekik lantaran kaget.

"Lepas! Gue mau ke kamar mandi."

"Ngapain?" tanya Nangala kembali memejamkan matanya.

"Gue mau pipis. Lepasin gue bisa!"

Nangala melepaskan gadis itu setelah mendengar alasan Hera. Ia kembali membuka matanya untuk melihat jam berapa sekarang. Lima menit lagi jam 12. Nangala kembali menutup matanya sambil menunggu Hera yang masih di kamar mandi.

Suara pintu kamar mandi terbuka membuat Nangala menoleh. Wajah cantik Hera tampak lebih segar setelah dia membasuh mukanya dengan air. Nangala yang melihatnya susah payah menahan sesuatu yang akan bergejolak dalam dirinya.

Hera menyerngit melihat tatapan buas lelaki itu. Alarm berbahaya menginginkan Hera setelah Nangala bangkit dan mendekatinya. Langkah demi langkah yang dipangkas oleh laki-laki itu membuat Hera bergidik ngeri.

"Halera." panggil Nangala pelan.

"Jangan mendekat!" Tubuh Hera bergetar tanpa sadar saat melihat wajah Nangala seperti itu. Lelaki itu tampak menahan nafas setiap kali dirinya bersuara.

Apa lagi sekarang Nangala sedang bertelanjang dada seperti itu membuat kewaspadaan Hera semakin bertambah. Ia tidak mau melihat kegilaan lelaki itu lebih jauh lagi. Lama-lama ia bisa gila. Nangala diam untuk waktu lumayan lama, sebelum akhirnya lelaki tersebut melangkah mundur.

"Lain kali jangan coba-coba pancing gue!"

Hera  terperangah mendengar perkataan Nangala. Hei, siapa juga yang memancing lelaki itu. Bahkan baju yang sekarang ia gunakan sudah tertutup rapat. Emang dasarnya lelaki itu yang mesum.

"Kapan lo pergi?"

"Besok."

"Apa? Jangan gila deh Papa sama Mama gue bisa jantungan liat anak gadisnya sekamar sama cowok."

Nangala mendudukkan tubuhnya di tepi kasur sambil menatap datar gadis didepannya. "Gue tunangan lo bukan orang lain."

"Hah, tapi lo bukan suami gue."

Nangala menyeringai, "Jadi lo mau gue nikahi," ucapnya.

Hera sontak menggeleng cepat. Tidak, ia tidak mau menikah sama Nangala. Sudah cukup dengan dirinya terikat pertunangan, tidak akan ada pernikahan. Jangan harap.

"Gak sudi!"

"Ck, sayangnya gue akan tetap nikahin lo, Halera sayang."

Hera menatap tajam lelaki itu, "Mimpi."

Nangala tersenyum lebar melihat sisi berani sang gadis. Ia semakin tergila-gila dengan Hera, apa lagi saat melihat wajah merah sang gadis saat marah membuatnya bertambah bersemangat.

"Gue terlahir sebagai Adiwijaya. Apapun yang gue inginkan akan terkabul, sweetheart."

Hera mendengus sinis saat melihat senyum manis lelaki itu. Lagi-lagi ia harus sadar dengan marga Adiwijaya. Keluarga mereka ada proyek besar bulan ini. Jika pertunangan mereka batal otomatis keluarganya akan mengalami kerugian besar atau lebih buruknya lagi perusahaan sang ayah bisa bangkrut.

NANGALA (ON GOING)Where stories live. Discover now