24. Hanya Teman

1.5K 207 56
                                    

Makasih banyak udah nyemangatin aku buat lanjutin cerita ini. Satu komen dari kalian aja itu udah buat aku semangat:)

Budayakan vote sebelum membaca

Sorry for typo, Happy Reading!

••••

"Papa pukul kamu lagi?" Tanya Mira dengan tatapan sendu. Menatap putra sulungnya penuh dengan rasa sayang, tangan wanita itu mengusap lembut puncak kepala Satya. Tentu saja, Mira tahu tentang hal ini. Tentang suaminya yang selalu bermain tangan pada Satya jika putra sulungnya tidak menurut.

Sedari dulu Mira sudah meminta pada Dipta agar jangan bersikap keras pada Satya. Namun Dipta terus menolak dan mengatakan bahwa itu adalah hal yang biasa orang tua lakukan untuk mendidik anaknya. Mira tahu itu salah, tapi Mira tidak bisa melawan sikap keras kepala suaminya.

"Sampai kapan, Ma? Sampai kapan Satya harus nurut semua kata Papa? Satya capek, Ma. Satya udah besar, Satya udah dewasa, Satya bisa nentuin kemana arah hidup Satya ke depannya. Kenapa harus ada bisnis turunan sialan itu, Ma?" Keluh Satya mengeluarkan semua unek-unek dalam hatinya.

"Satya... Mama ngerti perasaan kamu. Tapi Papa ada benarnya, itu semua demi kebaikan kamu juga."

Satya menoleh menatap Mira. "Mama gak paham. Mama sama aja kayak Papa yang mementingkan perusahaan itu. Mama gak ngerti apa yang diinginkan Satya dari dulu."

"Maafin Mama, Satya. Tapi sekarang kan jurusan kuliah kamu sejalur sama pekerjaan Papa yang akan kamu teruskan. Kalau sekarang menuruti keinginan kamu, apa kamu mau putus di tengah jalan gitu aja?"

Satya menghembuskan napas kasar. Memang tidak ada pilihan selain meneruskan apa yang sudah terjadi.

"Kalau gitu tolong bilang sama Papa, jangan kekang Satya ikut Band yang udah buat Satya nyaman," pinta Satya.

Mira mengangguk sembari tersenyum, tangannya masih setia mengusap lembut surai putranya. "Mama akan bilang sama Papa."

"KAK SAT-ehh... Ada Tante Mira juga." Tiba-tiba saja Qaify datang membuat fokus Satya dan Mira teralihkan pada gadis yang terlihat ceria itu.

"Tante Mira, aku bawa cookies yang baru dibuat tadi. Aku taro di meja, ada buat Sheila sama Om Dipta juga," ujar Qaify sembari masuk ke dalam Kamar Satya.

"Kebetulan Tante lagi pengen makan yang manis-manis. Punya Tante di meja juga, Fy?" Tanya Mira.

"Iya, Tante." Qaify menganggukkan kepala. Kini pandangannya menatap sekotak cookies yang berada di tangannya. "Kalau ini spesial buat Kak Satya, aku anterin langsung ke sini."

"Yaudah, Tante keluar dulu." Mira lantas beranjak dari duduknya dan berjalan keluar Kamar meninggalkan Qaify dan Satya.

Satya memutar bola mata jengah, saat ini ia tidak sedang mood bertemu dengan siapapun apalagi bertemu dengan Qaify. Tapi gadis itu malah datang menemuinya membuat mood Satya semakin rusak.

"Kak Satya! Aku bikin cookies lagi," ujar Qaify sembari mendudukkan dirinya di samping Satya.

"Hari ini cookies. Besok ku kiss yah..." Qaify kembali berujar sembari tersenyum malu dan menunjuk bibirnya. Melihat hal itu, Satya mengerti apa maksud Qaify.

"Kiss aja sana sama kucing lo."

"Kiss sama mochi udah sering banget, Kak. Tinggal sama Kak Satya yang belum."

"Gue lebih milih kiss sama kecubung daripada kiss sama lo."

Qaify membelalakkan matanya. "Yaampun, Kak Satya. Mana enak kiss sama kecubung."

My Neighbor GirlTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang