23. Luka

1.6K 238 97
                                    

Budayakan vote sebelum membaca

Sorry for typo, Happy Reading!

•••

"Nih, hasil kita nyanyi di Kafe. Buat biaya pengobatan Papa lo, Kal. Maaf kita gak bisa bantu banyak." Aarav menyodorkan amplop warna coklat berisi lembaran uang tepat di hadapan Haikal.

Haikal mengembangkan senyum dengan mata yang berkaca-kaca. Hampir 1 minggu lamanya sang Papa dirawat di Rumah Sakit dan Haikal harus banting tulang mencari biaya untuk pengobatan Papanya. Haikal tidak terlahir dari keluarga yang kaya, tapi penghasilan sang Papa cukup untuk biaya sehari-hari keluarganya. Namun tetap saja, tidak cukup untuk biaya pengobatan di Rumah Sakit yang memang terbilang mahal.

"Jangan nangis woy! Buaya kok nangis?" Ledek Bara saat melihat bulir air mata yang keluar dari pelupuk mata Haikal.

"Lo yang buaya, nyet! Lagian gue bukan nangis, gue terharu. Makasih ya udah bantu gue. Gue janji kalau gue sukses nanti gua akan traktir lo semua deh," ujar Haikal sembari mengusap air matanya.

"Traktir kita di resto bintang 5 lima, Kal," ujar Satya dengan tangan yang menepuk pelan pundak Haikal.

"Kemahalan, jir. Gue traktir kalian cilok aja. Masing-masing goceng," balas Haikal.

Bara memberengut kesal. "Kalo itu gue beli sendiri juga bisa kali."

"Sekali lagi gue mau bilang makasih sama lo semua. Jujur aja akhir-akhir ini gue udah hopeless banget, gak tahu lagi dapat duit darimana." Tatapan Haikal berubah sendu bercampur haru.

"Tenang, Kal. Ada kita yang siap bantu. Itu masih kurang? Kita bisa tampil lagi di Kafe-kafe, Kal. Sekalian lah memperkenalkan Band kita sama orang-orang luar, jangan cuma terkenal di Kampus doang." Aarav kembali berujar dan diangguki oleh ketiga temannya.

"Benar tuh, biar fans ciwi-ciwi kita nambah. Gue bisa punya target lagi, bukan cuma cewek kampus doang," timpal Bara dan mendapat lemparan bola tisu dari Candra.

"Pikiran lo ke sana mulu," desis Candra. "Benar kata Aarav, Kal. Kalau kurang lo bisa bilang, biar kita bantu," lanjutnya.

"Bener tuh, jangan sungkan. Kalau ada masalah tinggal cerita aja," ujar Satya.

Haikal menganggukkan kepalanya dengan cepat. Detik itu juga Haikal benar-benar bersyukur karena dipertemukan dengan orang-orang baik seperti temannya.

Satya merasakan getaran di ponselnya. Cowok itu berpikir mungkin itu Qaify yang mengirim pesan padanya, tapi rasa penasaran membuat Satya merogoh saku celananya. Helaan nafas terdengar setelah Satya membaca pesan tersebut.

Papa

Udah selesai kuliahnya?
Pulang
Papa ingin bicara sama kamu

Satya tidak membalas pesan tersebut. Ia langsung memasukkan kembali ponsel tersebut ke dalam saku celananya. Cowok itu beranjak dan mengambil serta tas dan jaket miliknya.

"Mau kemana?" Tanya Bara.

"Mau pulang. Bokap gue mau bicara. Duluan."

Setelah berpamitan pada keempat temannya, Satya melenggang pergi keluar dari Studio Musik milik Paman Candra. Bahu cowok itu merosot lesu, sudah lama sekali Papanya tak melakukan hal ini. Berbicara empat mata dengannya.

My Neighbor GirlWhere stories live. Discover now