Papi

298 10 0
                                    

~⊙⁠෴⁠⊙~

Sepulang bekerja, papi dan mami akhirnya bisa ikut bergabung di dalam rumah.

Mereka melepas rindu dengan memeluk Puteri kesayangan mereka bergantian. Tak pernah lepas mami dan papi membelai lembut wajah dan rambutnya.

Sekali lagi, Anya terus di puji dan di banding bandingkan dengan Julia.
Ketika papi melakukan itu, Julia hanya bisa bergeming dan menerima kenyataan. Toh memang benar, Anya hebat dalam segala hal.

Julia hanyalah anak sulung yang pemalas, membantah, pecicilan, tidak di kenal oleh kerabat kerabat papi dan mami, dan cuma seorang mahasiswi yang mengambil fakultas ekonomi dan bisnis.

Hey, Anya aja belum kuliah. Kok di puji terus sih?

Well, mami dan papi tidak pernah meragukan Anya. Menurut mereka, Anya pasti bisa mengatur jadwal belajar sehingga tidak amburadul seperti kakak nya. Kadang bolos kelas, tidak hadir seminggu, nyelonong bersama teman teman yang ngga jelas juga.

Anya melirik pada Julia yang hanya diam saat papi terus saja membandingkan keduanya.

"Anya, kamu harus tahu satu hal yang lucu" kata papi.

"Apa itu Pi?" Anya berujar lembut.

"Yang lucu itu, papi heran sampai sekarang kakak mu itu belum berubah juga loh" kata papi lagi dengan kening berkerut dan senyuman mengejek.

"Harusnya kan, kalau dia Nolak perjodohan ini, dia bisa sedikit berjuang untuk membuat papi percaya kan? Seenggaknya kakak mu itu ada usaha untuk membuktikan ke papi, kalau dia bisa lebih mandiri tanpa harus nikah muda"

"Bukannya usaha eh malah makin memperburuk reputasi nya di hadapan papi, gimana papi bisa percaya" sambung nya.

"Kalau Anya sih, udah ngga bisa di ragukan lagi"

Anya membalas dengan senyum canggung. Julia terlihat baik baik saja justru ia malah menampilkan senyuman terbaik. Julia tidak mengapa jika harus di banding bandingkan. Toh apa yang papi katakan itu benar.

"Kakak mu itu terlalu kekanak-kanakan. Banyak mainnya ngga fokus sama masa depan. Kuliah cuma Dateng sesuai mood, sekalinya datang buat keributan. Betapa malunya papi" kata papi lagi.

Mami melirik pada Julia. Wanita itu tersenyum pada nyonya Shireen sehingga nyonya Shireen juga berpikir dia baik baik saja.

"Mungkin kalau bisa, papi pengen Anya aja yang jadi anak sulung papi. Seenggaknya ngga malu maluin lah di depan kerabat kerabat papi"

Papi merangkul pundak Anya sekali lagi. Sorot matanya terus mengarah pada Julia membuat wanita itu harus menunduk melihat papi.

"Ah, kalau emang papi maunya gitu, bisa kok"

Anya, papi dan mami melirik kearahnya. Menunggu Julia kembali berbicara.

"Anya bisa kok jadi anak sulung papi yang terbaik, gantiin posisi Julia. Julia juga ngga minta buat jadi anak pertama, emang harus banget ya sesuai dengan ekspektasi papi?"

Papi menatap Julia nyalang.

"Kalau papi ngga merasa beruntung punya anak kayak aku, aku juga ngga pernah merasa beruntung selama menjadi anak kalian"

"Julia, apa kamu bilang?"  emosi papi terpancing dengan perkataan Julia.

"Nikahin aja aku sama Willian secepatnya, supaya aku bisa segera pergi dari rumah ini. Papi ngga akan bisa liat Julia lagi" kata Julia sambil tersenyum. Seolah perkataan nya barusan adalah sebuah tawaran yang menarik untuk mami papi dengar.

JODOHKU BOCIL TANTRUM Where stories live. Discover now