- PART 14 -

1K 124 10
                                    

- PART 14 -

“MANA ARSYAD?“ Fira tampak bertanya kepada sekretaris putranya yang baru saja muncul entah dari mana. Karena saat ia datang ke sini tadi, meja sekretaris putranya itu sedang kosong. Begitu pula dengan ruangan di dalam.

Keberadaan Arsyad tidak terendus di mana-mana. Termasuk di dalam kamar mandi, serta ruangan khusus tempat pria itu beristirahat.

“Udahlah, Ma. Jangan marah-marah.” Athar masih berusaha menenangkan ibunya, agar tidak emosi, dan mau berbicara baik-baik—tidak pakai urat. “Mungkin Mas Arsyad masih di luar, ini kan jam makan siang.”

Namun, sekretaris Arsyad yang bernama Hanum itu segera memberitahu mereka. “Maaf, Pak, Bu. Tapi ... Pak Arsyad memang belum ke kantor.“

“Belum ke kantor, gimana?!” Fira kembali meninggikan nada suaranya. Membuat Athar menghela napas pelan, dan berhenti memegangi bahu ibunya untuk menenangkan wanita itu seperti sebelumnya, supaya tidak emosi terhadap semua orang. Karena percuma, sepertinya wanita yang telah melahirkannya itu sedang dalam mood ingin marah-marah.

Mungkin ibunya itu belum puas memarahi beberapa orang sebelum benar-benar bertemu dengan sosok Arsyad.

Dan sebelum Fira kembali berbicara menggunakan urat, orang yang sejak tadi dicari oleh mereka akhirnya muncul dari arah lift, yang membuat Athar langsung memberitahu ibunya.

“Itu dia, Ma. Mas Arsyad.”

Fira tampak menoleh, dan segera melangkah ke arah putranya itu. Ia langsung memukul Arsyad menggunakan tas branded miliknya, hingga membuat pria itu kebingungan—tidak dapat menghindar.

“Lho? Ma ... kok—”

Fira terlihat begitu geram, entah apa masalahnya. Sementara Arsyad tidak mungkin melawan, yang ada pria itu terlihat cukup kewalahan menghadapi emosi ibunya.

Begitu selesai memukuli putra sulungnya, wanita itu tampak menjejalkan tasnya begitu saja. Hingga mau tak mau, Arsyad pun segera mendekap benda itu agar tidak terjatuh ke bawah. Sedangkan Athar dan Hanum sama sekali tidak membantu Arsyad. Keduanya hanya berdiri dan menonton dalam diam. Yang satu sedang mencari aman agar tidak ikut terseret, dan terkena omelan. Sedangkan yang satunya lagi, tidak berani ikut campur. Karena takut salah langkah, dan berakhir dipecat secara tidak terduga.

“Kamu ini gimana sih?!” tanya Fira setelah mengembuskan napas kesal yang terdengar cukup kencang, dan memandang Arsyad dengan dahi berekerut-kerut yang menandakan kalau emosinya masih belum reda. “Mama suruh kamu buat periksa ke dokter, atau ajak Mayra honeymoon lagi. Bukan malah membiarkan dia pergi ke Singapur sendiri.“

Jadi, itu masalahnya?

“Kalau begini terus, kapan kamu bisa punya anak?“ Fira kembali bertanya dengan mata memicing tajam. “Mama jadi curiga kalau ternyata kamu memang enggak ada niatan buat punya keturunan.”

“Ma ... enggak gitu,“ ucap Arsyad, menyangkal. “Aku mau kok punya anak.“

“Ya, terus mana buktinya?“ tanya Fira tak sabaran, dan nada suara wanita itu terdengar sangat menyebalkan di telinga mereka yang mendengar. “Istri kamu malah sibuk haha-hihi sama temen-temennya di Singapur sana, bukannya mikirin jalan keluar gimana supaya kamu bisa dapet harta warisan, dan kalian gak jadi gelandangan.“

Arsyad sempat terdiam sebentar begitu mendengar penuturan ibunya barusan. Kemudian, ia pun segera membujuk wanita itu agar mau berbicara dengan dirinya di dalam. Karena tidak enak jika mereka tetap berdiri di sini, dan omongan ibunya tak sengaja didengar oleh orang. Walaupun keadaan di sini sangat sepi, tapi tembok kantor punya telinga.

November RainWhere stories live. Discover now