"Kalau begitu dikalungkan saja." saran istrinya dengan lugas.

"Benar juga. Besok setelah pulang temani aku membeli satu."

"Baik.. suami."

Hyunjin kembali melajukan mobil untuk pulang ke rumah Nenek Lee. Disana mereka bersama-sama duduk di ruang tengah yang terhubung ke halaman samping rumah. Felix sedang mengupas buah apel yang diberi oleh tetangga. Ada juga buah peach yang baru dipetik dari perkebunan Nenek Lee.

Dipotong buah-buahan itu lalu ditata di piring. Felix beralih ke dapur untuk membuat teh ketika rintik hujan tiba-tiba turun. Dia membawakan nampan berisi teh dan juga kue kering dari Neneknya. Hyunjin yang awalnya hendak membuka laptop itu perlahan menjauhkan semua gadgetnya ketika Felix menyalakan televisi jadul.

Dia akan bekerja di lain waktu, tapi tidak untuk sekarang. Tangan kirinya bergerak meraih tubuh kecil itu agar mendekat. Semakin dekat hingga lengan mereka bersentuhan. Berita cuaca terpampang di layar TV. Nampak garis-garis kecil dan layar yang ngadat karena efek cuaca yang menjadi hujan deras.

Bising suara televisi itu membuat Felix mencari siaran yang bagus tanpa efek kurangnya sinyal. Ketika layar slaah satu siaran menampilkan film jadul itu menghentikan gerak jemarinya pada remot, Felix pun memilih menyudahi mengganti siaran.

Hyunjin sedari tadi menyesap teh hangat. Beberapa saat duduk bersama, Felix baru sadar kalau seharusnya dia menyediakan kopi bukan teh untuk suaminya.

"Hyunjin mau kopi? Maaf aku ganti saja ya." ujarnya hendak mengambil gelas dari gerabah milik sang suami.

Hyunjin menarik menjauh gelas teh itu "Tidak. Teh ini enak. Baru kali ini aku minum teh seenak ini."

"Kau tahu, kebun tehnya milik Kakek. Lalu daun teh ini dibuat oleh Nenek." ceritanya dengan semangat.

Hyunjin menatap penuh ke wajah istrinya karena menurutnya acara di siaran TV itu tak semenarik sosok disampingnya itu. "Mereka sungguh hebat. Ternyata keahlian memasakmu juga turun-temurun."

Felix tersipu dengan pujian itu kemudian mengalihkan pandangan kembali ke arah TV. Hanya saja Hyunjin masih setia untuk menatapnya. Bahkan gerakan bola mata yang canggung itu nampak jelas di netranya. Semakin lama semakin nampak rona merah di wajah imut itu. Hyunjin tak menyiakan kesempatan untuk membuat kenangan di otaknya bahwa sang istri tersipu dengan manisnya.

Jemari kanannya melepas gelas teh dan beralih menyisir poni ke belakang telinga agar dia bisa menatap penuh rona wajah yang menjalar sampai ke telinga. Entah karenanya atau karena cuaca dingin di pegunungan.

Usai wajah itu tak berpenghalang untuk ditatap. Hyunjin yang meresapi keadaan itu lantas mengecup kulit yang ternyata hangat tepat dibagian yang nampak jelas rona merahnya. Dia mengecup sekali, dua kali dan tiga kali dengan pelan. Hingga Felix dapat merasakan ketika bibir itu terpisah dari pipinya dengan pelan.

"Cantiknya istriku."

Bola mata yang terlihat besar itu bergetar malu. Bingung hendak menghadap kearah suaminya atau tidak. Namun kemudian menutupi wajah karena tak bisa menahan rasa malu. Hyunjin tertawa kecil dibuatnya. Reaksi yang ditujukan istrinya itu amat polos dan menimbulkan gemas, jadi dipeluknya tubuh itu sambil menggesekkan hidung di leher Felix.

Felix bereaksi geli namun masih sigap menutupi wajah karena rasa hangat itu sudah menjalar ke seluruh tubuh. Hyunjin melepaskan sejenak pelukannya lalu menyiapkan posisi duduk agar istrinya dapat duduk dipangkuannya. Dia menepuk pahanya sebagai tanda agar sang istri dapat berpindah duduk di depannya.

Pria manis itu segera menuruti dan saat sudah duduk sempurna Hyunjin segera memeluknya lagi sambil menumpukan kepala di tengkuk Felix. Tak lupa mengecupi leher itu dua kali lalu kembali bertumpu.

"Manisnya nona Hwang." ucapnya sedikit mempererat pelukan sebagai wujud luapan isi hati.

Tak lama mereka dalam posisi berpelukan dan keterdiaman karena keduanya hanya meresapi suasana tanpa berkata. Felix merasakan ada yang aneh namun pikirannya buyar ketika dering ponsel Hyunjin berbunyi dan pria tampan itu menjawab panggilan masuk sembari melepaskan pelukan.

Felix yang sedikit mengantuk itu menumpukan wajah di meja. Ketika mengganti saluran dia teringat pikirannya tadi namun buyar setelah melihat jam sudah menunjukkan pukul setengah tujuh malam. Dia harus menyiapkan makan malam untuk keduanya. Felix izin untuk ke dapur dan segera menyiapkan hotpot.

Menyajikan panci listrik hotpot di atas meja ruang tengah mencampur sayuran dan beef di panci yang mendidih. Hyunjin menyudahi panggilan masuk dan makan dengan bahagia bersama istrinya. Semenjak mereka berbaikan, Hyunjin sudah tak merasakan mual dan pusing. Mematikan kompor setelah makanan itu habis tak bersisa.

Kali ini Hyunjin yang membereskan bekas makan mereka. Lalu berjalan mengambil sesuatu di tas ranselnya. Hyunjin kembali ke ruang tengah dan mendapati istrinya sedang duduk di kasur lipat yang digunakannya. Pria itu mendekat lalu tiduran di paha sang istri yang sorot matanya tertuju pada layar TV yang sedang menayangkan iklan susu ibu hamil.

Tersenyum hangat lalu membalik posisi tidur menghadap ke perut sang istri. Dia mengecup sekali perut yang masih rata itu lalu mengelusnya sayang.

"Sehat-sehat baby fox."

"Baby fox?"

Hyunjin tertawa ringan "Terlintas dibenakku tentang ceritamu yang ingin memelihara Zao fox."

Felix menganga sebentar. Baru teringat jika dia pernah mengatakannya sesudah berlibur dengan Mama mertua. "Iya.. aku ingat.". Dia mengucapkannya sambil mengangguk dua kali.

Senyuman Felix mengembang lalu dengan semangat dia berucap "musang putih dicampur ayam jadinya Zao fox!"

Pupil mata Hyunjin melebar lalu dengan cepat dia duduk menghadap ke istrinya. Menangkup wajah yang masih tersenyum lebar itu dengan sayang "Lucu sekali."

Mereka tertawa bersama dan Felix balas menggenggam lengan Hyunjin. Ketika Felix masih tertawa, Hyunjin mengecup cepat pipi kanan dan kiri Felix. Kemudian beralih memangut mesra bibir istrinya yang teramat manis. Turun ke leher dan mengecupi banyak leher istrinya. Felix bereaksi tertawa dan minta dipeluk disaat Hyunjin asik mengecup pundaknya.

Mereka hanya berbagi sentuhan walau Felix tahu sang suami ingin tapi masih membatasi diri karena barusan berkonsultasi agar tak berhubungan di trimester awal kehamilan istrinya yang sampai saat ini belum diperiksa langsung oleh dokter kandungan.

Hyunjin mengambil kotak beludru di saku celananya. Dibukanya kotak beludru itu dan menarik tangan kiri istrinya.

"Mari kita ulang pernikahan kita. Tidak, aku akan mengikatmu dengan benar kali ini."

Hyunjin mengangkat tubuh istrinya untuk berdiri. Tubuhnya ditegapkan kemudian meraih tangan kiri istrinya. Disiapkan jari manis itu untuk dipasangkan cincin emas berhias berlian. Dikecup jemari itu penuh sayang.

"Saya, Hwang Hyunjin memintamu menjadi Istriku. Hwang Felix, hiduplah bersamaku selamanya. Tolong biarkan saya tetap menggenggam tanganmu sampai kita tua nanti."

Tatapan itu lurus, tepat pada mata yang cerahnya mengalahkan cahaya matahari. Terpatri senyuman tanda kebahagiaan kali ini.

"Aku mencintaimu Hwang Felix. Aku mencintaimu sedari dulu. Mari besarkan anak kita dengan kasih sayang."

Felix melepas tangannya dari genggaman Hyunjin, kemudian melompat cepat untuk memeluk pundak suaminya. Bergelantung lalu Hyunjin gendong dengan erat. Sedetik kemudian terdengar rintihan dan suara tangisan dari pria manis kesayangannya. Mengeluarkan semua kesedihan yang selama ini terasa menumpuk sampai ingin putus asa.

Ikut merasa haru, Hyunjin menangis dalam pelukan orang yang dicintainya. Menggoyangkan tubuh keduanya ke kanan dan ke kiri, Hyunjin masih berusaha membuat istrinya berhenti menangis. Setelah sesegukan terdengar dan istrinya sudah puas menangis. Terdengar ungkapan hati dari dia yang sempat memilih pergi

"Terima kasih sudah membalas untuk mencintaiku."

Kalimat itu diucapkan di telinga suaminya yang sudah mengaku cinta dan mengajaknya untuk hidup bersama selamanya.

🍁 3/12/2023
🍁 JUNE _GN

Aku bakal buat cerita ini jadi agak panjang, mungkin kayak Satu Atap. Setuju nggak?

Kalau setuju jangan bosan loh 🤗
Pingin yang manis-manis kan, ni diturutin

Kisah Kita | HyunLixWhere stories live. Discover now