21

6K 974 83
                                    

Jangan lupa vote dan komennya di sini juga yaaa. Arigathanks!

***

"JETIS!?"

 “Iya. Ini tanah dan rumah masih atas nama Jetis. Jadi kalau semisal tiba-tiba Jetis mau jual rumah ini, aku cuma bisa gigit jari,” jawab Pram dengan enteng.

“Kok kamu bisa percaya banget sama Jetis? Memangnya pertemanan kalian sudah sedekat itu?”

Kebetulan sekali ketika mereka membicarakan Jetis, tiba-tiba ponsel jnaka berdering. Nama Jetis muncul di layar ponselnya. Jenaka hampir lupa kalau dia memiliki kebiasaan menelpon orang tuanya setiap sebelum pukul sepuluh malam. Pram menyuruh Jenaka untuk mengangkat panggilan itu.

Jenaka pun menyeret ibu jarinya untuk mengangkat panggilan dari Jetis.

“Halo, Kak?”

“Jenaka kamu dimana? Kok kakak pulang rumah masih gelap? Kamu juga belum hubungi papa ya?”

“Ah… itu… aku lupa ngabarin kalau malam ini aku nginap di rumah teman.”

“Aduuuh… kalau begitu seharusnya kamu izin dulu dari tadi. Kakak jadi khawatir kan. Siapa temannya?”

Jenaka melirik ke arah Pram yang terlihat santai makan dengan lahap seperti tidak terganggu akan interogasi Jetis berikan kepadanya.

“Jenaka?”

“Ah, kakak kenal kok orangnya. Udah ya…”

Terdengar hembusan nafas berat dari Jetis buat Jenaka merasa tidak enak telah berbohong.

“Yaudah nggak apa-apa. Tapi tolong jaga diri baik-baik ya, Jenaka. Tolong hpnya kasih ke Pram sebentar.”

“Bukan!”

“Kasih aja, Jenaka. Kakak mau ngomong sama Pram.”

Pram mengambil hp milik Jenaka dan mematikan speaker agar Jenaka tidak bisa mendengar apa yang akan Jetis katakan.

“Iya, Jetis?”

Jenaka berharap ia bisa mendengar apa yang sedang Jetis katakan kepada Pram saat ini.  Pram sendiri nggak banyak merespon. Pria itu hanya membalas dengan satu dua kata saja yang diperlukan.

“...”

“Iya, di rumah.”

“...”

“Tidak.”

“...”

“Iya, saya mengerti.”

“...” 

Pram melihat sekeliling rumahnya sekali lagi.  “Hm-hm, listrik dan airnya berfungsi dengan baik.”

“...”

“Iya iya iya, saya janji.”

“....”

“Oke, terima kasih. Selamat malam.”

Panggilan teleponnya itu terputus. Pram mengembalikan ponsel tersebut ke Jenaka.

“Jadi? Bagaimana bisa kakak tahu?”

“Jetis tahu kalau aku suka kamu.”

“Eh? Terus?”

Pram melihat ke arah Jenaka yang menunggu pria itu menceritakan bagaimana bisa Jetis mengetahui hubungan mereka. Pram pun meletakkan sendok dan garpunya sejenak dan mulai bercerita tentang kunjungan pertamanya di Indonesia.

Pram sama sekali tidak kenal Indonesia meskipun kedua orang tuanya adalah keturunan asli Indonesia. Ibunya memang selalu mengajarkan Pram untuk berbahasa Indonesia di rumah. Untuk masalah bahasa Pram tidak punya masalah. Namun ia sama sekali tidak mengenal tanah kelahirannya karena sejak kecil ia selalu berpindah tempat tinggal untuk ikut ayahnya yang merupakan seorang diplomat.

Surat Dari Pram (Complete)Where stories live. Discover now