10

5.7K 1K 69
                                    

Ini yang terakhir untuk hari ini yaaa

Happy reading y'all!

***

Dan Pram memegang janjinya dengan baik. Pria itu menjaga dirinya seperti semula. Tubuhnya tidak lagi sekurus ingatan Cantika.

"Kami baik-baik saja, Jati bilang bahwa mungkin butuh waktu lebih lama untuk menyelesaikan alatnya."

Pram yang tengah berbicara dengan Asma mendongak kemudian mengangguk sambil tersenyum.

"Tidak apa-apa. Saya bisa menunggu," jawabnya dengan tenang.

"Asma... berikan nama Jenaka pada cucu perempuan pertamamu ya." ujar Pram membuat Cantika mengingat janji kembali janjinya pada malam itu.

"Sebenarnya apa maksud, Tuan? Kenapa harus cucu perempuan pertama Asma?"

Pram tak menjawab. itu adalah rahasianya dengan Jenaka. Pria itu hanya tersenyum kemudian menawarkan makanan.

"Asma pasti lapar. Saya akan ambilkan makanan. Saya baru selesai memasak."

Lagi-lagi pria itu menghindari pertanyaan Cantika. wanita itu hanya menghela nafas ketika Pram menghilang di dapur.

Tidak... Pram belum sepenuhnya beranjak dari Jenaka. Foto mereka berempat tergantung di dinding. Buku-buku yang ditinggal Jenaka masih tak tersentuh. Piring yang biasanya ia sediakan untuk Jenaka tak pernah disingkirkan kembali.

Pria itu belum beranjak dari masa lalu. Hanya menyembunyikannya dengan baik.

"Apakah perut Anda masih terasa sakit?" tanya Cantika ketika melihat Pram kembali dengan dua piring makanan.

"Masih beberapa kali tapi obat yang diberi dokter cukup ampuh menghilangkan rasa sakitnya."

"Tapi dokter bilang untuk berobat ke Batavia kan?"

"Iya. tapi saya malas ke sana. Lagi pula obat yang diberi Dokter Willem masih berguna untuk menghilangkan rasa sakit"

"Bukan hanya untuk menghilangkan rasa sakit, Tuan Pram. Tapi Anda juga butuh mengetahui penyebab rasa sakit itu. Sudah bertahun-tahun... atau ...Anda sudah tahu penyebabnya?" tanya Cantika.

Pram tertawa melihat Asma yang lahap makan makanan buatannya. Iya, dirinya sudah tahu penyebabnya. Tiga tahun yang lalu ketika ia tiba-tiba muntah darah Dokter Willem mendiagnosanya dengan kanker usus. Dokter Willem menyarankan agar Pram untuk ke rumah sakit di Batavia atau langsung ke Belanda saja untuk mendapatkan penanganan lebih tepat karena di tempat mereka terdapat banyak keterbatasan obat dan peralatan medis.

Pram tidak bisa mengangkat kakinya dari kota tersebut. Ia lebih baik menyembunyikan rasa sakitnya. Ia hanya akan menunggu dengan sabar sampai Jati memenuhi janjinya untuk menyelesaikan alat buatannya agar ia bisa segera kembali bertemu Jenaka.

"Akibat makan tidak teratur. Selain itu semuanya dalam keadaan sehat," jawab Pram seadanya.

Cantika memberikan tatapan curiga tapi melihat Pram yang tersenyum menatap Asma makan, Cantika pun hanya terdiam.

"Sampai kapan di sini?"

"Ah... hanya tiga bulan saja. Setelah membantu pernikahan ayah, saya akan kembali."

Pram mengangguk. Cantika kembali dari belanda karena ayahnya akan menikah lagi. Wedana yang ditinggal seorang diri akhirnya memutuskan untuk kembali membangun rumah tangga baru dengan seorang janda yang sudah memiliki putra. Setidaknya dengan begitu, Wedana bisa tenang karena akan ada yang mewarisinya setelah ia tua nanti karena Cantika telah memutuskan untuk tinggal di Belanda bersama suaminya, Jati.

Surat Dari Pram (Complete)Onde histórias criam vida. Descubra agora