20

6K 838 31
                                    

Karena kemarin Jenaka sama Pram jadian, hari ini aku traktir 2 bab ya ^^

Happy reading. Jangan lupa vote dan komennya yaa

***

Jenaka dan Pram kembali pulang. Mereka telah kembali ke kota mereka. Namun Pram membawa Jenaka ke arah lain. Pria itu membawa Jenaka ke pinggiran kota, ke daerah yang jarang atau mungkin hampir tidak pernah Jenaka kunjungi. Meskipun Jenaka lahir dan besar di kota tersebut, tapi Jenaka bukan tipe yang suka mencari tempat tongkrongan. Jenaka lebih suka menghabiskan waktunya di rumah dengan buku-bukunya.

“Kita dimana sekarang?” tanya Jenaka yang kesulitan melihat daerah sekitarnya karena gelap. Jam di layar dashboard mobil telah menunjukkan pukul setengah sepuluh. Mereka memasuki daerah dengan penerangan yang minim. Namun jalanan yang dilewati sangat halus dan lebar. 

“Rahasia. Kamu akan tahu ketika kamu lihat.”

Mobil pun masuk ke dalam sebuah perumahaan yang cantik. Kesan vintage membuat Jenaka jadi bernostalgia. Pagar-pagar tinggi itu menyembunyikan rumah-rumah indah di baliknya. Sepertinya itu adalah perumahan baru jika dilihat dari beberapa rumahnya masih dalam tahap pembangunan. 

Mereka pun berhenti di depan sebuah pagar kayu yang tinggi. Pram membuka pagar menggunakan remote yang dibawanya. Jenaka sempat terpukau ketika pagar itu menggeser secara otomatis. Mobil masuk ke dalam halaman membuat Jenaka terkejut.

“Pram?”

“Selamat datang ke rumah kita di masa depan.”

Ketika mobil terparkir di pekarangan rumah, Jenaka turun dan melihat rumah di depannya. Jenaka tidak akan salah lihat. Meskipun rumah itu masih baru dibangun tapi rumah itu memiliki fasad dan rupa yang sangat mirip dengan rumah Pram yang dulu.

Yang membedakan hanyalah tambahan garasi di samping rumah. Halaman rumahnya juga masih gersang, belum dipenuhi bunga warna-warni seperti rumah lama Pram dulu. Pram sendiri merogoh sakunya dan mengajak Jenaka untuk masuk.

Pria itu menggandeng tangan Jenaka yang masih terpaku melihat bentuk rumah masa depan mereka di depan. Dinding tinggi, dasar menggunakan batu alam, jendela tinggi dengan cat putih gading, semuanya memang terasa membawa Jenaka ke masa lalu. Suasana Hindia-Belanda masih sangat kuat membuat Jenaka merinding.

Tak terasa tubuhnya diseret untuk masuk.

Di dalam rumah, suasana juga mirip dengan rumah lama Pram. Jenaka sedikit sama-samar ingat. Yang dia ingat, di rumah lama Pram, ruang tamunya diletakkan rak dengan penuh akan buku. Jenaka menyentuh rak buku kosong yang sudah Pram siapkan. Meja makan kayu yang tebal senada dengan tiang-tiang kayu kokoh yang memberikan kesan jawa yang kental.

Tidak seperti rumah lama, rumah ini memiliki dua lantai. Pram mengajak Jenaka untuk melihat. semua nya masih kosong. Pram bilang ia ingin semua kamar diletakkan di atas, di bawah untuk ruang keluarga dan ruang kerja mereka dan ruang belajar serta perpustakaan untuk anak-anak. 

Otak Jenaka berhenti bekerja ketika Pram dengan santainya menggambarkan masa depan mereka seperti sudah disiapkannya bertahun-tahun lamanya.

“Oh, dan kamu pasti akan menyukai ini,” ujar Pram yang lagi-lagi meenyret Jenaka untuk turun. Rumah itu sudah hampir tujuh puluh persen jadi. Tinggal finishing di beberapa bagian. Sebagian furniture juga sudah terpasang. 

Jenaka ikut Pram ke sebuah ruangan di dekat ruang tamu. Mulut Jenaka tak hentinya terbuka penuh akan keterpukauan. 

“Ruangan ini adalah hal pertama yang aku pikirkan ketika ingat kamu.”

Itu adalah ruang kerja mereka nantinya. Dengan bentuk, warna, hingga furniturnya pun sama persis dengan ruang kerja Pram yang lama. Yang membedakan adalah ruangan itu tampak kosong tanpa adanya buku yang berserakan. Kaca bening itu tampak indah menampakan halaman belakang yang belum ditanami oleh bunga-bunga. Masih banyak yang harus dilakukan untuk menyelesaikan rumah baru Pram.

Ruangan itu membuat Jenaka seperti wisata masa lalu. Gadis itu memilih duduk di sofa. Meletakkan kedua tangannya di punggung sofa sambil melihat bulan yang bersinar terang melalui jendela. Pram ikut mendekat, menghampiri gadis itu kemudian sebuah kecupan singkat pria itu sematkan pada pipi Jenaka.

“Aku pesankan makan malam ya. Kita belum makan dari siang tadi. Di kamar atas sudah beberapa aku tempati. Ada pakaian bersih kalau kamu mau mandi.”

Jenaka mengangguk. 

“Oke, kamu mandi dulu, biar aku tunggu makannya di bawah.”

“Makasih, ya, Pram.”

Pram membalas dengan sebuah senyum simpul. Ia ikut  ke atas sebentar untuk menyediakan pakaian bersih miliknya yang ia kenakan ketika menginap di sini. Pram selalu menggunakan liburan semester untuk mengunjungi Indonesia. Sebagai seorang Warga Negara Asing dirinya belum bisa membeli tanah atau membangun bangunan tanpa izin. Maka dari itu Pram menggunakan nama Jetis untuk rumah ini sebelum ia mendapatkan kewarganegaraannya lagi.

Rumah ini hanya akan Pram tempat sesekali ketika dia ingin memeriksa proses pembangunannya. Lebih sering Pram tinggal di apartemen atau hotel jika mengunjungi Indonesia untuk mendapatkan fasilitas yang lebih lengkap. Tapi sekarang rumah ini sudah hampir jadi. Tinggal finishing di beberapa tempat dan diisi dengan furnitur yang lebih lengkap.

Jenaka melihat kamar mandi di dalam kamar utama. Sangat luas. Gadis itu mengecek listrik dan air yang berfungsi dengan baik. Rumah ini sudah layak untuk dihuni jika Pram mau, pikirnya. Ia mengambil sikat gigi baru yang ada di loker wastafel. Seperti hotel, semuanya sudah tersedia. Jenaka membersihkan giginya di depan wastafel. Setelah itu Jenaka meletakkan sikat giginya di satu gelas yang sama tempat sikap gigi Pram juga diletakkan. Melihat itu membuat Jenaka tersenyum. Ia mengambil ponselnya untuk memotret dua sikat gigi yang berdiri berdampingan.

Setelah membersihkan tubuhnya dari pasir-pasir pantai juga keringat, Jenaka keluar dan sedikit berlari ke arah pintu untuk menguncinya. Dengan begitu dirinya bisa mengenakan pakaian yang sudah Pram kusiapkan tanpa perasaan was-was.

Sebuah kaos putih kebesaran dengan celana olahraga abu-abu menjadi outfit malam Jenaka. Karena Pram tidak punya pengering rambut, Jenaka pun melilit rambutnya dengan handuk kering lain yang ia temukan. 

Dengan langkah ringan gadis itu turun bersamaan dengan Pram yang sudah menyiapkan makanna yang ia pesan. Karena belum makan sedari siang, perut Jenaka pun mulai berbunyi ketika hidungnya mencium aroma harum makanan. 

“Whoaa…”

“Sudah lapar ya?” tanya Pram yang tertawa melihat mata bersinar Jenaka ketika melihat makanan di depan mereka.

Pram mengulurkan sendok dan garpu agar Jenaka mulai makan.

“Terima kasih, Pram.”

“Sama-sama.”

“Oh iya, kamu bangun rumah ini sejak kapan? Terus kamu masih WNA kan? Beli rumah ini pakai namanya siapa?” tanya Jenaka sambil memasukkan sesendok makanan ke dalam mulutnya.

“Bangun rumah ini baru dua tahun yang lalu. Untuk keperluan administrasi nya kau pakai nama Jetis.”

Jenaka melongo mendengarnya. “Jetis?”

***

(1/2)

Surat Dari Pram (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang