15

5K 841 56
                                    

Jenaka meletakkan kembali buku yang akan dibacanya kemudian menghampiri Pram di dapur. Pria itu terlihat menunduk di dekat wastafel. Jenaka pun mendekat untuk melihat apa yang terjadi. Pram tengah mengaliri dua jarinya di bawah air mengalir.

"Tanganmu kenapa?" tanya Jenaka panik.

Tak perlu dijawab, jawabannya terpampang jelas. Darah ikut mengalir bersama air. Jenaka menoleh ke belakang dan melihat ayam yang belum terpotong sempurna. sebuah pisau tergeletak begitu saja dengan noda tetesan darah di sana.

"Kok bisa?" tanya Jenaka yang kemudian memegang tangan Pram yang terluka. "Kamu punya perban?"

"Belum sempat beli."

"Ada obat merah?"

"Um... nggak ada juga."

Jenaka berdecak kesal mendengarnya. Ia menatap tajam Pram yang hanya terkekeh. Pria itu terlihat sama sekali tak terganggu dengan luka di tangannya. Jenaka berinisiatif mengeluarkan sapu tangannya yang masih bersih. Ia melilitkannya pada dua jari Pram yang tergores pisau cukup dalam.

"Kita ke dokter ya?"

"Tidak usah, Jenaka. Ini akan sembuh besok. Saya tinggal beli perban di minimarket bawah. Nggak apa-apa. Untung darahnya tidak kena ayamnya. masih bisa dimasak."

"Kamu masih mikirin masak di saat tanganmu seperti ini?"

Jenaka mengikat sapu tangannya lebih erat untuk menghentikan pendarahan di tangan pria itu.

"Kalau saya tidak masak. Kita makan apa untuk malam ini?"

"Kamu kira kita masih berada di tahun 1923? Ada banyak jasa antar makanan sekarang! Tinggalkan semuanya. Kita pesan saja."

"tapi Jenaka... saya kan sudah janji."

Jenaka tak mendengarkan ucapan Pram. Gadis itu menarik tangan Pram lebih erat dan membawanya untuk duduk di sofa. Jenaka menyuruh Pram untuk tidak kemana-mana. Ia mengancam pria itu bahwa ia akan berhenti berbicara dengannya jika Pram kembali ke dapur.

"Kamu mau kemana?" tanya Pram yang melihat Jenaka membawa dompetnya berdiri.

"Ke minimarket bawah beli perban. Kamu tunggu aja."

"Oh... oke..." Pria itu bernafas lega. Ia pikir dirinya telah berbuat kesalahan sehingga Jenaka akan pulang. Hampir saja ia kehilangan kesempatan untuk makan malam bersama Jenaka. Jika Jenaka benar-benar pulang maka Pram akan mengutuk dirinya sendiri yang teledor. Karena dirinya terluka Jenaka harus sampai pulang. Untung kenyataannya tidak seperti itu.

Pram merasakan denyut kesakitan di kedua ujung jarinya. Ia tidak tahu mengapa dirinya bisa sesembroo ini. Pam adalah sosok yang ahli dalam memasak. Ia sangat mahir menggunakan pisau. Tak disangka jika dirinya bisa terluka. Tadi Pram sempat melamun karena terlalu bahagia Jenaka berkunjung ke tempatnya. Lupa jika ia sedang menggunakan pisau untuk memotong ayam, saat dirinya terkekeh tiba-tiba saja kedua jarinya terluka.

Jenaka tiba dengan cepat. Gadis itu terengah ketika sampai dan duduk bersandar pada sofa. Keringat di pelipisnya menandakan bahwa gadis itu pergi membeli perban dengan tergesa-gesa.

"Kamu habis lari?"

"Kalau aku jalan kayak siput. Bisa-bisa kamu mati kehabisan darah," jawab Jenaka dengan ketus membuat Pram tertawa.

"Kemarikan tangannya."

Pram mematuhi ucpana Jenaka. Ia meletakkan tangannya yang terluka di atas pangkuan Jenaka. Gadis itu tidak menggubrisnya. Jenaka terlalu sibuk dengan membuka perban juga obat merah. Ia meneteskan obat merah pada kasa. Kain kasa digunakan Jenaka untuk membersihkan luka Pram.

Surat Dari Pram (Complete)Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang