High Hopes

1.5K 233 51
                                    

Pagii guyysssss...

Niatnya mau malem update.
Tapi kayaknya aku mau dinner date bareng bini, takut gak sempet jadi aku lemparim ajalah pagi ini.

Selamat hari sabtu ya guysss😁😁😁

Happy reading! Have a nice day!!!









Freen pikir panasnya memanglah gawat. Tapi tak sangka kala ia sampai di rumah sakit dan merebahkan Becky di tempat tidur dengan tubuh lemahnya.
Menjadi sebuah kepanikan yang lebih besar ketika tubuh menggigil penuh getar berubah menjadi kejang yang membuat tegang seluruh ruangan.

Ia melotot dengan tangan gemetaran, ingin meraih tubuh mungil itu untuk menolong apapun agar dia tidak bergerak demikian.
Tapi Sang Mertua perempuan menghalangi langkahnya. Untuk lebih menyuruh ia keluar ruangan sementara mereka memeriksa sakit yang dirasakan.

“A-aku—“ air matanya berbulir mengalir. Menatap kaca pintu yang sematkan pandangan gadis itu bergerak-gerak tanpa terkontrol. “—minta maaf.”

Maaf kalau tingkahnya malah membuat sang Istri bukan cuman kesakitan, tapi juga air mata dan kesedihan.

“Maafkan aku.” Freen bergumam lagi dalam ujung bibir. Mata masih saksikan penampilan teror yang menakuti seluruh pikirannya.

Kali pertama dalam hidup. Ia takut kehilangan hal lain selain dirinya sendiri.

~~*~~

“Freen menangis semalaman karena khawatir denganmu.” Sang Ibu akhirnya bicara. Menatap putri satu-satunya yang duduk di ranjang rawat dengan segenggam jeruk kupas di tangan beserta makanan di atas meja berisi sarapan.

“Dia juga terus terjaga disini tanpa mau tidur.” Sang Ayah menimpali sambil mengangguk.

Becky yang masih mengunyah makanan, jadi tiba-tiba tidak berselera, terlebih mulutnya memang terasa pahit. Ia memandang kedua orang tuanya sebelum menghela napas seolah lelah.

Yang buat kedua orang tua sontak heran, kenapa Putrinya bereaksi demikian?
“Kenapa? Apa kalian bertengkar?” ini hanya tebakan sementara, melihat bagaimana Freen minggat sesaat sebelum Becky bangun tidur. Ia bertanya-tanya kenapa dia pergi? Padahal sudah jaga Istrinya semalaman penuh.

“Sepertinya aku terlalu menjual diriku terlalu murah.” Becky menggerutu pelan.
Yang langsung ditanggapi kedua orang tuanya dengan alis bertaut kebingungan.

“Apa maksudnya, sayang?” Sang Ibu tetap menyuapi, Becky harus habiskan sarapannya.

“Awalnya aku pikir tidak apa hidup bersamanya selama mungkin tanpa terlibat perasaan. Karena aku hanya ingin hidup lebih lama tanpa khawatir dia berbuat yang bisa bahayakan dirinya. Tapi ... “ Becky menutup mata sambil menahan napas, ia dengan ragu mengungkap kalau, “Kakak Freen terlalu memikat.” Lalu tampilkan telinganya yang kini memerah. Malu mengakui, tapi ia hanya ingin keluarkan unek-unek dihati.

ConnectedWhere stories live. Discover now