The Cry Baby

1.6K 292 37
                                    

Pagi lagi guyss, jangan bosen2 ya aku bawa ini lagi😂😂😂

Happy reading, love you guys all🥰🥰

Happy reading, love you guys all🥰🥰

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.



Belum itu saja. Meskipun pada awalnya obrolan tanya-jawab itu terasa normal. Tapi pada akhirnya akan selalu ada yang membuat gadis itu menangis.
Begini nih;

“Kakak waktu sekolah SD sampai SMA di sekolah negeri?” pertanyaan gadis itu aneh tapi juga tampak normal.

Makanya Freen bisa jawab dengan santai. “Iya, memang kenapa? Apa kau tidak sekolah?” ia tidak bermaksud menghina, tapi melihat reaksi gadis itu yang cemberut. Ia mungkin berkata kurang menyenangkan.

“Aku sekolah! Tapi ...” Becky merapatkan bibir sejenak untuk kemudian lanjut, “Homeschooling.”

Dari situ Freen menyemburkan tawa, entah apa yang lucu. Mungkin karena dia tanya soal sekolah padanya tapi dia malah cuman homeschooling ataukah wajah mungilnya yang masih cemberut itu.

“Kakak! Jangan tertawa!” Becky sampai menepuk lengan Freen karena kesal. Kenapa dia malah tertawakan jawabannya?

“Tidak heran kamu aneh, ternyata tumbuh kembangmu tidak bersama teman seumuranmu. Makanya kamu manja, cengeng, dan suka cemberut begini padahal umur sudah dua puluh tahun.” Kalau yang lain sudah nyambi kerja sambil kuliah, lah ini dia masih jadi beban orang tua, sekarang jadi bebanku juga. Sampai dia bilang aku tidak boleh mati karena dia tidak mau mati.

“Aku pernah dibully dan pingsan di sekolah, makanya Mommy-Daddy menghentikanku datang ke sekolah biasa dan jadi Homeschooling.” Waktu itu Becky masih sangat gampang sakit, olahraga berat sedikit saja bisa membuatnya kelelahan dan tak masuk sekolah keesokam harinya. Itulah sebabnya ia gampang dibully, karena lemah dan penuh banyak alasan demi tidak berangkat sekolah. Padahal memang sakit betulan.

“Kamu jangan mulai cerita sedih!” kenapa dia ini suka bawa yang sedih-sedih?!

“Aku tidak cerita sedih! Cuman bilang alasan kenapa aku bisa Homeschooling.” Becky jelas harus membela diri, kan. Lagian ia juga tak mau kalah berdebat, itu kenapa ia menambahi dengan;

“Daripada Kakak yang sekolah umum, tumbuh besar bersama teman seumuran tapi pada akhirnya depresi dan mau bunuh diri di umur segitu padahal bukan anak milenial juga.” Karena biasanya anak milenial lebih sering kena mental health ketimbang untuk kelahiran suaminya yang kelewat tua itu.

“Hei! Mulutmu!” kurang ajar! Freen hampir saja mencubit mulutnya sampai tercabut lalu dilemparlah itu untuk pakan anjing.
Namun teriakan galak dan gebrakan tangan di meja jelas membuat si bocah bau kencur itu menangis dan balik ke kamarnya sana. Meninggalkan makan malam yang tinggal setengah.

~~*~~

Ini belum selesaiii. Karena kejadian seperti ini itu masih ada lagiii.

Tepat saat malam hujan besar dan petir bertebar dini hari. Ia mendengar teriakan keras Becky dari seberang kamar. Dan tahu-tahu gadis itu mengetuk pintu kamarnya dengan kasar. Sambil berkerudung dengan selimut, dia menangis meminta ditemani tidur karena takut suara keras yang mengglegar.

Yang jelas Freen tolak mentah-mentah.
“Aku tidak mau.” Freen menjawab tegas. Yang benar saja minta ditemani tidur, apakah dia pikir umurnya masih tiga tahun?

“Kakak ...” Becky menarik kaos tidur Freen dengan tampang melas dan air mata hampir keluar. Sebentar lagi juga menangis. “Aku tidak bisa tidur sendirian kalau suaranya sekeras itu.”

Baru saja dibilang demikian, petir kemudian menyambar, mengagetkan bukan hanya Becky yang menjerit takut, tapi juga Freen yang ikut loncat karena terkejut. Luar biasa suaranya. Antara suara petir diluar sana dan teriakan si bocah.

Karena kasihan dan tidak tega. Freen akhirnya persilahkan gadis itu masuk kamarnya. Sebab ia takkan mau tidur ditempat seorang perempuan, takut wanginya nempel ke baju dan ia terpelet oleh sesuatu.

“Aku akan tidur dilantai.” Freen bicara, melihat Becky yang dengan nyaman telah rebahan di tempat tidurnya. Tapi sesaat ia hendak ambil selimut. Becky menarik tubuhnya sambil geleng kepala.

“Disini saja. Tidur dilantai akan membuat punggung tuamu kesakitan.”

“Kau.”

Pletak.

“Aw! Kakak! Sakit!” Becky mengelus dahi malangnya yang dijitak, otomatis cemberut dan kesal.

“Aku tidak keras menjitaknya. Sangat berlebihan.” Freen mana tega sih sama bocah manja ini sampai menjitak dengan tenaga, orang ditoel dahinya segitu doang sudah bilang sakit.

“Tetap saja sakit, Kakak tidak boleh kasar sama Adek.” Becky masih mendumel sambil cemberut, tapi si suami hanya memutar bola mata, lalu kemudian tidur di ranjang dengan pinggirkan tubuhnya ke ujung. Membuat jeda antara keduanya dengan lebar.

Freen pikir tidur begini tak apa, toh dia memunggungi si bocah. Tak bakal kenapa-napa, yang penting sudah ditemani si dia yang takut petir ini. Namun saat hujan tak juga reda, besarta gemuruh yang kian jam makin kagetkan suasana.

Becky makin meringkuk ketakutan, menatapi punggung Freen yang tampak begitu kejauhan di matanya. Sedang petir tak juga berhenti menyabetkan sinarnya. Setiap satu cambukan suara bisa loncatkan tubuhnya sesenti mendekat pada Freen, dan tahu-tahu saja, tubuh mereka malah melekat satu sama lain.

“Hei, kamu. Menjauhlah sedikit.” Karena juga terasa sempit, kenapa dia ini jadi nemplok begini?

“Takut, Kak.” Becky makin meringkuk, tidak peduli akan permintaan Suami dan memilih memeluk punggungnya sambil menutup mata untuk coba hilangkan sedikit rasa takut itu.

“Aku bilang menjauhlah sedikit. Kenapa malah makin menempel?” Freen mencoba goyangkan tubuhnya untuk singkirkan tubuh gadis ini agar terlepas, tapi si dia malah menampol punggungnya dengan keras beserta kekesalan yang tiba-tiba keluar.

“Kakak! Jangan bergerak seperti itu! Kena dadaku! Kakak sengaja, ya?!” Becky sontak duduk sambil memegangi dadanya yang tersenggol beberapa kali oleh punggung yang paling Tua itu.

“Kamu—“ Freen juga ikut duduk, hadapi si bocah yang terlalu percaya diri sebab tadi hanyalah ketidaksengajaan. “Kamu bahkan tidak punya dada untuk disentuh. Bagaimana mungkin aku sengaja melakukannya?” Ia menatap sejenak ke arah dada Becky yang ditutupi oleh tangan mungilnya itu, untuk kemudian lanjut bicara, “punggungku bahkan tidak merasa telah menabrak sebuah payudara, milikmu tertalu rata.”

Auch.

“Kakak! Kamu sangat kasar! Itu namanya body shaming!” Becky sampai reflek menampar lengan Freen karena saking kesalnya. “Aku sakit hati, Kakak seharusnya jangan mengatai perempuan seperti itu. Terutama Istri sendiri.” Ia sampai berkaca-kaca karena hatinya berdenyut dengan sedih dikatain demikian, oleh suami sendiri pula.

Saat marah, Becky tidak ingin menatap wajah pelaku. Itu sebabnya ia segera mengambil selimut dan pergi dari kamar Freen. Untuk balik ke kamarnya, seolah petir tak lagi menakuti sebab rasa emosi lebih tinggi daripada ketakutan itu sendiri.
Tapi belum semenit bocah itu kembali ke kamarnya, dia balik membuka pintu kamar Freen yang dikira si suami gadis itu bakal meringkuk ketakutan lagi. Bukan malah balik mengatai dengan;

“Itu kenapa Kakak Tua tidak pernah punya pasangan, karena Kakak tidak tahu caranya bersikap dengan perempuan. Dasar kaku!” lalu si bocah segera segera lari secepat kilat karena takut dimarahi.

Tapi tetap mendengar Freen yang berteriak dengan, “Hei! Bocah durhaka ya, kamu!” kurang ajar! Sok tahu dia!

Padahal perkataan Becky sangatlah Hit the Jackpot sampai Freen memegang dada karena saking kesalnya.

ConnectedWhere stories live. Discover now