Di lain tempat, Boruto sedang mendongak menatap wajah sang ayah. Ada satu hal yang membuat dia penasaran saat ini.

"Ayah?"

"Hm?" Naruto menunduk.

"Kenapa Ayah tersenyum?"

Naruto tertegun. Tetapi kemudian, ia menggeleng.

"Tidak. Hanya ingin tersenyum."

.

.

"Ibu, lihat. Ayah membelikanku baju baru. Ada gambar robotnya." Boruto memperlihatkan pakaian yang saat ini sedang ia kenakan. Di kepalanya juga terdapat topi beruang dengan dua telinga kecil.

Naruto terlalu sering membelanjakan Boruto. Terkadang bahkan mulai terkesan berlebihan.

Sembari meletakkan paperbag di tangannya yang berisi pakaian sekolah Boruto, Hinata mengangguk. "Iya, bagus."

"Aku juga punya ini untuk Ibu," Boruto merogoh saku celana barunya dan mengeluarkan jepitan kecil bermotif bunga. "Aku yang memilihnya." Boruto tersenyum saat menyerahkannya pada sang ibu.

Hinata hanya tersenyum. Boruto manis sekali.

"Terima kasih," Hinata berkata. Kemudian, matanya melirik pada Naruto yang sedang menelpon di luar rumah.

Tak lama, lelaki itu ikut masuk ke dalam rumah setelah selesai dengan urusan menelpon.

"Ayah, sini. Buka mainan ini bersamaku," Boruto berseru semangat. Ia menarik Naruto untuk ikut duduk bersamanya.

Sejenak, alis Naruto tertekuk heran saat mendapati Hinata yang kini menatapnya sangat serius.

"Kenapa?"

Tetapi, Hinata menolak untuk merespon.

Bel di pintu depan tiba-tiba terdengar.

Hinata pergi mengecek, dan Naruto sempat terkejut saat mendapati keberadaan Kushina yang memandang di sana.

Kushina sempat menyadari bila ada kendaraan Naruto di luar, serta ternyata dia memang berada di sini.

Dan melihat dua orang itu, Naruto dan Boruto yang tampak begitu akrab, sesungguhnya membuat Kushina merasa sendu. Ia seperti melihat refleksi Minato bersama Naruto saat masih kecil.

.

.

"Hinata ternyata memberimu keleluasaan untuk datang ke tempatnya."

Saat ini, Kushina sedang bersama Naruto. Mereka dalam perjalanan pulang setelah sebelumnya sudah mengisi kediaman Hinata dengan atmosfer yang sedikit suram.

"Hm," Naruto bergumam.

"Seberapa sering kau datang?"

"Cukup sering. Aku ingin selalu mendekatkan diri pada anakku."

"Lalu, apa Hinata tidak mengajukan protes tentang itu? Kau tidak melakukan pemaksaan padanya, 'kan?"

Kening Naruto mulai menampilkan garis sangat dalam. "Kenapa Ibu berpendapat seperti ini?"

"Ibu hanya tidak ingin kau melakukan sesuatu yang membuat Hinata semakin tidak nyaman."

Naruto terdiam.

"Hinata itu terlalu baik. Bila Ibu jadi dia, mungkin Ibu tidak akan melakukan hal yang sama."

Erat sekali, genggaman Naruto pada kemudi mungkin sebanding dengan meremukkan sekaleng soda yang masih terisi penuh.

"Aku--"

"Ibu hanya takut, Naruto. Ibu hanya terlalu takut membuat Hinata terluka kembali."

"Aku tidak berniat menyakitinya lagi."

Kalopsia [ NaruHina ] ✔Where stories live. Discover now