13

1.5K 210 27
                                    

____________________

Katanya, cinta itu seperti air. Bisa meneduhkan, bisa menyegarkan, tapi pada satu waktu juga bisa menenggelamkan.

Jika cinta memang seperti air, apakah juga bisa berubah sesuai bentuk wadahnya?

____________________

.

.

.

--- K A L O P S I A ---

.

.

.

"Dia belum melakukannya?"

"Dia ingin aku bicara dengan kedua orang tuanya dulu. Tapi--"

"Tapi, apa? Jangan bilang, kau menjadi tidak tega mengatakan pada mereka?"

Melihat pundak Hinata yang malah terturun lemas, seketika saja Sakura mendengus pelan. Tanpa dijawab pun, ia yakin, Hinata memang menjadi bimbang.

"Astaga, Hinata. Jadi, apa yang kau pikirkan sekarang? Ingin bertahan lebih lama lagi?"

"Bukan begitu." Hinata membalas tatapan sang sahabat dengan raut sayu. "Aku hanya belum bisa melakukannya karena ayahnya akan pergi berobat. Aku tidak ingin membuat mereka menjadi banyak pikiran. Aku tidak mau terjadi apa-apa. Ayahnya memang selalu sakit belakangan ini."

"Luar biasa," Sakura berdecak. "Dia aneh. Kenapa terkesan sengaja ingin mengulur waktu?"

"Apa maksudmu?"

"Dia pasti tahu jika ayahnya memiliki rencana berobat. Dan untuk dirimu, siapa pun tentu memahami jika kau tidak akan berani membuat masalah dalam situasi seperti ini. Mungkin saja, dia sengaja memintamu melakukan itu hanya sebagai alasan, karena dia sudah mengerti dengan sifatmu itu."

"Untuk apa dia melakukannya?"

"Entah. Yang pasti, dia hanya terkesan seperti beralasan. Maksudku, seharusnya, bukan hal sulit baginya untuk segera menyelesaikan ini tanpa banyak drama."

Hinata juga tidak mengerti. Jujur saja, ia memang sempat mengira hal serupa ketika mendengar alasan Naruto. Tetapi, setelah bergelut dengan segala memori yang Naruto beri padanya, Hinata tidak menemukan kepastian mengapa sang pria harus terkesan ingin menjeda perpisahan mereka.

"Sepatutnya, dia senang, bukan? Kau sudah mencoba melepaskannya. Dia cukup menandatangani surat itu sehingga kau sudah memiliki pegangan, sehingga nanti, kalian tinggal mengurus sisanya." Karena rasa haus yang mendadak dirasakan, Sakura meneguk minuman dingin miliknya sedikit tergesah. Ia melirik kecil ketika Hinata tidak bereaksi apa pun. "Lalu, bagaimana orang tuamu?"

Sakura yakin, Hinata sengaja memutus tatapan darinya saat ini.

Itulah yang membuat ia memicing. "Jangan bilang, kau juga belum memberitahu mereka?"

Hinata tidak menjawab.

Sakura mendengus pelan. "Kau sama saja. Sebenarnya, kalian benar-benar ingin berpisah atau bagaimana? Kenapa seperti tidak siap sama sekali?"

"Aku tetap akan mengatakannya."

"Kapan? Sampai orang tua laki-laki itu membaik juga? Kau akan bertahan sampai hari itu dalam diam dan akan tetap tinggal bersamanya? Jika orang tuamu tahu, setidaknya, mereka bisa membantumu menyelesaikan ini. Dan katakan semuanya secara jujur. Jangan tutupi kenyataan yang ada tentang apa alasan perpisahan kalian, Hinata."

Kalopsia [ NaruHina ] ✔Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang