28

6 0 0
                                    

Hari yang begitu diantisipasi oleh Cassie pada akhirnya tiba tepat satu hari sebelum minggu ujian dimulai. Pada hari Minggu pagi yang cerah, Cassie sedang duduk menikmati buku dan secangkir coklat hangat pada salah satu sofa bulu di salah satu ceruk ruang rekreasi yang sedikit tersembunyi dan sepi ketika Victoire tiba-tiba mendatanginya dengan ekspresi wajah serius.

"Profesor McGonagall memanggilmu." katanya singkat yang langsung dipahami oleh Cassie.

Baiklah, semakin cepat hal ini terjadi, semakin cepat pula ia bisa terbebas dari segala perasaan was-was dan resah yang cukup mengganggu konsentrasinya dalam mempersiapkan ujian akhir semester. Victoire memberinya waktu tiga puluh menit untuk mengganti loveshirt-nya dengan kemeja formal dan sebuah skirt yang cukup sopan digunakan untuk menemui kepala sekolah mereka.

Diane yang menikmati Minggu paginya dengan terlelap di balik selimut terbangun melihat Cassie yang telah rapi dengan rambut yang terkepang di belakang. Gadis itu mengusap kedua matanya yang masih diselimuti kantuk lalu menguap lebar.

"Kau seperti akan menghadiri persidangan Wizengamot, Cass." celetuk Diane.

Cassie menarik sudut-sudut bibirnya ke bawah, menatap wajahnya yang sangat tidak bersemangat pada pantulan bayangannya di cermin. "Mungkin saja aku benar-benar akan disidang oleh Wizengamot." Cassie berkata muram.

Diane membelalakkan matanya, sepertinya baru menyadari kenapa Cassie tampak formal pada Minggu pagi seperti ini. "Demi Merlin, apakah ini hari-nya ?" gadis itu setengah berseru, membangunkan Olivia yang sama-sama masih tenggelam dalam tumpukkan selimut di atas kasurnya. "Cass ! Kau harus tampak seperti murid berprestasi yang patuh dan penurut !"

"Di, bisakah kau pelankan suaramu ?" omel Olivia, suaranya teredam oleh bantal yang menimbun kepalanya.

Gadis itu mengaduh ketika Diane melemparkan sebuah bantal kecil yang tepat mengenai punggungnya. "Bangun Liv, Cassie akan disidang pagi ini !"

Seperti seorang tentara yang baru menyadari jika ia terlambat dalam apel pagi hari, Olivia tiba-tiba menegakkan tubuhnya. Rambut ikal gelapnya mencuat ke mana-mana. "Cass !" teriaknya sembari berjalan cepat ke arah Cassie yang akan membuka pintu kamar. "Tunjukkan pada mereka bahwa kau tidak bersalah ! Kami semua mendukungmu !" Olivia mengepalkan tangan kanannya, menyemangati Cassie.

Cassie tak bisa menahan tawanya melihat tingkah kedua teman sekamarnya itu yang seolah-olah melepasnya pergi ke persidangan tawanan Azkaban. "Hei, kalian jangan terlalu berlebihan. Mereka hanya akan bertanya ini dan itu, sama sekali bukan hal yang serius."

Dan meski ia mengatakan hal itu dengan nada ringan, dalam hatinya Cassie tetap merasa tegang dan sedikit gugup. Dia sudah mengantisipasi hari ini selama dua minggu terakhir, membuat berbagai skenario pertanyaan dan menyiapkan masing-masing jawabannya sebaik mungkin dalam kepalanya. Bahkan Anthonio membantunya melakukan simulasi seolah-olah seorang Auror menanyakan beberapa pertanyaan padanya.

Sebagai seorang Ketua Murid, Victoire menemaninya menuju kantor kepala sekolah. Cassie bersyukur jika hari masih pagi sehingga mereka tidak berpapasan dengan banyak orang di sepanjang koridor. Seolah memahami kegelisahan Cassie, Victoire hanya berjalan di sampingnya dalam diam, tidak mengatakan apapun. Tapi dari matanya gadis pirang itu jelas-jelas menahan berbagai rasa penasaran dan pertanyaan untuk Cassie.

"Semoga beruntung, Cass." Victoire berkata setelah membisikkan kata kunci pada sebuah patung batu berbentuk Gargoyle yang menjaga pintu masuk menuju ruang kepala sekolah.

Cassie berpura-pura untuk terlihat takjub ketika sebuah tangga spiral muncul setelah patung Gargoyle tua itu menerima kata sandi Victoire. Jantung Cassie hampir berhenti berdetak ketika Gargoyle usang itu mengedipkan sebelah matanya dengan begitu cepat ke arahnya.

The False CurseWhere stories live. Discover now