2

59 4 1
                                    


Setelah pesta penyambutan tahun ajaran baru yang hangat dan dimeriahkan oleh sedikit atraksi perayaan terpilihnya Victoire Weasley sebagai ketua murid oleh James, Fred, dan Louis, anak-anak mulai meninggalkan aula besar menuju asrama masing-masing. Cassie beranjak dari kursinya di saat-saat terakhir menghindari keramaian murid-murid kelas satu yang tampak antusias mencari prefek asrama mereka.

Tahun pertama memang menjadi tahun yang menyenangkan sekaligus menegangkan. Cassie masih mengingat bagaimana rasanya pertama kali ia menginjakkan kaki di Kastil Hogwarts yang megah sekaligus terkesan misterius. Kedua orang tuanya sering bercerita mengenai kisah-kisah menegangkan yang mereka alami selama bersekolah di sini. James yang satu tahun lebih dulu masuk ke Hogwarts tak henti-hentinya berceloteh mengenai Hogwarts dan Gryffindor - asramanya - saat mereka berkumpul di pesta natal keluarga, sekitar empat tahun yang lalu.

Berada di Hogwarts selalu membuat Cassie merasa aman dan hangat. Bau segar rumput dan pepohonan yang tercium dari halaman kastil dan Hutan Terlarang di belakang sekolah membuat Cassie merasakan kelegaan dalam hatinya. Dia senang berada di sini.

"Apa kau sudah lihat Sam ? Kudengar dia terpilih sebagai kapten Quiddicth Hufflepuff tahun ini." Honey O'Hare memecah lamunan Cassie dan menariknya kembali pada pembicaraan yang sempat tertunda saat makan malam tadi. Honey adalah seorang muggle-born berambut hitam kecoklatan dengan gaya yang sangat muggle. Beberapa polisi sihir yang bertugas di sekitaran Hogsmeade bahkan hampir menangkap Honey ketika mereka berjalan-jalan di tahun kedua saat mereka menemani Profesor Avery membeli permen untuk pesta Halloween. Polisi-polisi yang baru diperkerjakan itu mengira jika ada seorang muggle yang menyusup ke desa sihir terbesar di Inggris, Hogsmeade.

"Oh, maksudmu Sam Gambol ? Anak kelas lima itu ?" Diane Callot menimpali dengan antusias tinggi. Di antara mereka bertiga, penampilan Diane yang paling mencolok dengan rambut pirang sebahu yang sedikit bergelombang.

Honey mengangguk dengan bersemangat. "Kukira dia tidak cukup tampan untuk menjadi kapten Quidditch."

"Memangnya ada peraturan jika menjadi kapten Quidditch harus berwajah tampan ?" Cassie memutar bola matanya. Topik tentang cowok-cowok tampan memang menjadi bahan gosip favorit Honey dan Diane.

Cassie, Honey, dan Diane telah bersahabat semenjak tahun pertama mereka di Hogwarts. Honey yang saat itu masih sangat asing dengan dunia sihir dengan malangnya menjatuhkan tas punggungnya ke dalam danau hitam ketika mereka hendak menaiki perahu menuju kastil. Diane yang kebetulan duduk di sebelah Honey justru yang menangis melihat tas berwarna merah muda menggemaskan itu perlahan tertelan ke dasar danau yang gelap, sementara Honey si pemilik tas menatapnya keheranan. Cassie, yang juga duduk di dekat keduanya dengan tenang melaporkan kejadian itu pada seorang pria bertubuh besar yang menjadi pemandu perjalanan mereka, siapa lagi jika bukan Rubeus Hagrid.

Hagrid dengan baik hati berjanji akan mengambil tas milik Honey dan benar saja, di pagi hari pertama di Kastil Hogwarts, tas merah muda itu sudah menggantung dengan cantik di sebelah tempat tidur Honey. Bersih tanpa ada sisa lumpur yang menutupi seluruh dasar danau.

"Tentu saja mereka harus tampan. Menjadi seorang kapten Quidditch berarti harus siap menjadi salah satu orang-orang popular di sekolah."

"Honey benar. Yang terpilih menjadi seorang kapten harus memiliki kualifikasi wajah yang tampan dan tubuh yang bagus." Diane terkikik rendah membayangkan anak kelas enam Ravenclaw berwajah tampan yang menjadi idolanya semenjak anak itu menolong Diane saat terjatuh dari sapu terbang di tahun kedua.

Mereka mengikuti arus anak-anak Gryffindor lain yang tengah menaiki anak tangga pualam mengikuti prefek kelas lima di depan rombongan. Cassie memang menjadi anomali bagi keluarga Malfoy yang semuanya berada di asrama Slytherin, walaupun sebenarnya wajar saja jika Cassie masuk ke Gryffindor mengingat sang ibu dulu, Georgiana Capell, disebut-sebut sebagai Gryffindor sejati. Tapi menyandang Malfoy di belakang namanya memiliki beban tersendiri karena selama berpuluh-puluh generasi sebelumnya para Malfoy selalu menguasai Slytherin, bahkan ayahnya, Draco Malfoy, sempat dijuluki sebagai pangeran Slytherin di masanya.

The False CurseWhere stories live. Discover now