33. Tamu Malam

5.3K 370 14
                                    

Dengan hati gembira, Zino membuka pintu rumahnya sambil mengucapkan salam

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Dengan hati gembira, Zino membuka pintu rumahnya sambil mengucapkan salam. Tapi tak terdengar seorangpun membalas salamnya.

Menatap jam tangannya, ternyata jam sudah menunjukkan pukul delapan malam. Tentu Bude yang bekerja di rumahnya sudah pulang. Tapi dimana Istrinya? Biasanya perempuan itu akan tertidur lebih dari jam delapan. Mungkinkah malam ini dia tidur lebih cepat?

Meski penasaran dan rinduh pada sang Istri, Zino tetap menahannya. Pria itu tak mau menyebarkan penyakit untuk anak Istrinya.

Zino lebih memilih berjalan ke ruang kerja pribadinya. Membersihkan tubuhnya, juga sekalian berganti baju di sana sebelum menemui Kina.

Selesainya membersihkan diri, Zino mendengar ponselnya berdering.

Mengambil ponselnya, Zino mengangkat panggilan dari temannya yang katanya akan berkunjung ke rumahnya besok.

"Hallo"

(Hallo No... Lo sekarang di rumah nggak?)

"Di rumah, kenapa?"

(Kita ke rumah lo'nya malem ini ya. Nginep semalem aja. Ini kita mau ke rumah Anta, tapi ternyata orang tuanya Anta pergi dan baru pulang besok pagi. Rumahnya dikunci, tapi kuncinya dibawa)

Zino berpikir sejenak. Jika statusnya masih lajang mungkin tak ada masalah. Tapi kini ia sudah memiliki Istri. Zino takut Kina tak nyaman dengan keberadaan teman-temannya.

Menghela pelan, Zino tak mungkin tak mengizinkannya. Kasihan juga mereka.

"Yaudah, tapi jangan ribut ya"

(Kenapa? Karena bini lo ya? Ribet banget sih. Dulu sebelum nikah lo bebas. Gak ada tuh kekangan atau apapun itu. Biasanya juga gitaran sampai subuh)

Zino mengusap kasar tengkuknya. Pemikiran Ringgo masih terlalu remaja. Tak hanya Ringgo, semua temannya pun sama. Apalagi mereka memang tak terlalu menyukai Kina dengan alasan bahwa Kina yang telah membuat mereka kehilangan vokalis mereka serta teman kuliah mereka.

"Jangan ngomong kayak gitu. Dia bini gue! Dengan jelekin dia, sama aja lo hina gue sebagai Suaminya"

(Iya ya, baperan banget sih lo sekarang. Heran... Yaudah deh, gue otw ke rumah lo sekarang)

Setelah mengatakannya, Ringgo langsung menutup panggilannya.

Zino tak terlalu memikirkannya. Pria itu memilih berjalan ke kamar guna memastikan keberadaan Istrinya.

Sampainya di kamar, Zino menemukan Kina terbaring di atas ranjang mereka dengan selimut tebal yang menutupi tubuhnya.

Aneh...

Kina tak biasanya memakai selimut tebal jika tidak benar-benar dingin. Sedangkan Zino sendiri merasa bahwa malam ini begitu gerah.

Melangkah mendekat, Zino menyentuh pelan pundaknya.

Sepasang Sepatu Tanpa Arah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang