14. Bujuk Dia

7K 428 7
                                    

Zelka memijat pangkal hidungnya pening

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Zelka memijat pangkal hidungnya pening. Menatap satu-satunya saudara yang ia miliki tengah terpejam dengan wajah damainya. Tangan Zelka terulur membelai rambut lebat milik sang Adik.

Menghela berat, Zelka tak tahu harus menyalahkan siapa di sini. Ingin menyalahkan Zino, tapi ini semua bukan sepenuhnya kesalahan pemuda itu.

Yang salah di sini adalah keadaan, juga Ayahnya yang dengan brengseknya menghancurkan mental Adiknya.

Menerawang masa lampau, Zelka teringat jelas bagaimana ia begitu terlambat mengetahui perselingkuhan Ayahnya dengan wanita ular itu.

Zelka baru mengetahui kebusukan Ayahnya saat Ibunya sudah meninggal dunia, dan keadaan mental Adiknya yang tak baik-baik saja hingga harus ke psikolog saat itu.

Pria brengsek itu tak menyadari kesalahannya. Tetap bersikap seolah tak memiliki kesalahan padahal dia'lah penyebab Ibunya tertekan hingga berakhir meninggal dunia. Belum lagi Zino yang saat itu masih kecil harus melihat hubungan gelap Ayahnya bersama perempuan lain, juga menjadi tempat mengeluh Ibunya saat wanita itu terpejam dan tak sadar jika anaknya mendengar semuanya.

Mental Zino rusak. Anak ceria yang memiliki nilai unggul dibandingkan anak lainnya itu harus rela tidak naik kelas karena menjalani terapi psikolog dan tak bersekolah untuk waktu yang lama.

Sejak saat itu Zino tinggal bersama Kakek Neneknya. Hingga saat dirinya beranjak dewasa, kedua orang tua itu ikut pergi meninggalkannya seorang diri.

Di sinilah Zelka merasa bertanggung jawab atas hidup Adiknya yang sudah tak memiliki siapapun. Hanya dirinya yang bisa menjadi tempat bersandar dan mengadu. Tapi ternyata perannya gagal. Dirinya terlambat dalam memberi perhatian Adiknya.

Seharusnya sejak awal Zelka memperhatikan Adiknya. Andai sejak dulu dia'lah yang mendidik Zino, mungkin anak itu tak seberantakan sekarang.

"Eungh_" lenguh Zino membuka matanya, menyadari keberadaan sang Kakak yang ternyata belum pulang dari kos'annya.

Mendudukkan dirinya, Zino menatap Zelka yang juga tengah menatapnya.

"Mbak Zelka gak pulang? Zaky gak nyariin Kakak di rumah?" tanya Zino mengingat Keponakannya yang baru masuk SD itu selalu menanyakan keberadaan Ibunya saat tak berada di rumah.

"Mbak tadi udah bilang sama Mas Danu kalau Mbak pulang telat," balas Zelka membuat Zino menghela pelan.

"Mbak pulang aja, kasian Zaky. Aku udah gapapa kok," katanya tak dipercayai begitu saja oleh Zelka.

Menatap dalam Adiknya, Zelka mencoba memberikan solusi pada Zino.

"Mau Kakak bujukin dia?"

Zino menggeleng cepat. Tidak..! Ini masalah dirinya. Kina tak akan senang jika tau bahwa dirinya membocorkan rahasia mereka pada Kakaknya. Yang ada perempuan itu akan semakin sulit memaafkannya.

Sepasang Sepatu Tanpa Arah [END]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang