Chapter 4

385 153 115
                                    

Entah hari ini harus menganggapnya hari sialnya atau bukan, dengan terpaksa Ares memberikan tumpangan pada perempuan itu

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

Entah hari ini harus menganggapnya hari sialnya atau bukan, dengan terpaksa Ares memberikan tumpangan pada perempuan itu. Wajahnya yang cukup memelas dan sedikit memaksa membuat Ares sebagai laki-laki tak sanggup melihatnya.

Lambat laun, Ares semakin tak asing dengan jalan yang diarahkan oleh perempuan di belakangnya. Ares mengingat dalam-dalam seraya fokus pada motornya.

"Belok kiri, nanti lurus aja!"

Bingo! Ares ingat. Ini adalah jalan menuju rumah gadis pujaannya, Athalia. Namun Ares cukup lama terdiam dengan arahan dari perempuan di balik punggungnya.

"Turun, turun!" Perempuan itu menepuk punggung Ares lalu turun. Sedangkan Ares meringis merasakan pukulan yang tepat pada bagian lukanya.

Ares melirik sejenak rumah perempuan itu. Satu hal yang pasti, Ares tak tau di mana rumah Athalia. Waktu itu, ia hanya melihat dari kejauhan.

"Gue pulang—"

"Lo masuk dulu. Gue bikinin minum," titah perempuan itu seraya melipat kedua tangannya di dada.

Setelah sekian kalinya, Ares hanya bisa menurut. Ares melepas helm dan mencabut kunci motornya. Disugarkan ke belakang rambutnya yang agak berantakan.

Masuklah mereka ke dalam rumah sederhana itu. Ares nampak tak tertarik sama sekali untuk memasuki rumah itu. Di rasa sudah duduk di sofa panjang, Ares duduk sendirian sedangkan perempuan itu membuat minuman untuknya.

Ceklek!

Pintu utama yang tertutup tadi kini terbuka. Nampaklah seorang wanita dengan kantong belanjaan di tangannya. Wanita itu terheran sejenak lalu menanyai Ares.

"Kamu siapa? Ke sini mau cari siapa?"

Ares menggaruk tengkuknya yang tidak gatal, mulutnya kelu untuk bicara. Ares menoleh ke penjuru ruangan berharap perempuan yang dimaksudkan itu datang.

"Saya tanya ke kamu, Nak." Wanita itu berucap lembut.

"Saya ... tadi sama—"

"Nih minumnya." Perempuan itu membawa secangkir minum. Matanya tak sengaja melihat wanita yang notabene ibunya. "Oh, Bunda udah datang."

"Dia siapa?" Pertanyaan yang ditujukan untuk perempuan muda itu.

"Aku gak tau, Bun." Bundanya mengernyitkan dahinya. "Aku ketemu dia di jalan. Dia habis nolongin aku, tasku kena copet!"

"Ya ampun, Kak! Kok bisa? Gak ada yang hilang? Aman semua, kan? Kakak sendiri gapapa, kan?"

Ares yang duduk di sofa itu hanya bisa menundukkan kepalanya. Canggung, itu yang ia rasakan sekarang. Dua perempuan asing itu sungguh banyak bicara.

"Aman, Bun. Makanya aku ajak dia ke rumah, hitung-hitung buat bilang terima kasih buat tadi." Bundanya tersenyum bangga.

"Namanya siapa, Nak? Udah makan belum?"

ANTARESTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang