12 - Insiden

3K 284 50
                                    

○○●☆●○○

“Ten, kamu pulang duluan aja, ya ... Aku ada janji sama Kak Ian,” ujar Taeyong sambil memasukkan kotak kudapan kosong ke tempat sampah, usai pemateri seminar meninggalkan ruangan.

Pemateri seminar kali ini merupakan seorang profesor asal Jepang. Sesi tanya jawab telah usai, mereka pun pulang setelah mengumpulkan rangkuman materi seminar. Rangkuman itu akan memberi nilai tambah pada tugasnya. Taeyong agak kesulitan karena materi disampaikan dalam Bahasa Inggris. Untung saja ada Ten yang menguasai bahasa asing itu.

“Monopoli banget dah si Ian. Gue kan juga pengin jalan sama lo.”

“Maaf ya, Ten. Lain kali aja,” tawar Taeyong tak enak hati.

Ten mengibaskan tangan ke udara. “Santai, Yong. Tadinya gue mau ajakin lo nongkrong di kafè depan mall. Bareng Daniel sama anak-anak lain.”

Sorry, aku nggak bisa ikut.” Kalaupun Taeyong tidak ada janji keluar dengan Ian, ia juga nggak akan pergi. Taeyong nggak mau cari masalah lagi.

“Ian udah sampe?”

Taeyong menggeleng. “Masih di jalan. Mungkin sebentar lagi.”

“Ya udah, gue duluan ya. Ini si Daniel bacot banget mana maksa ngajakin lo lagi,” keluh Ten sambil menyampirkan ranselnya.

Seseorang menelepon Ten dan pemuda itu memberi gestur harus segera pergi. Taeyong melambaikan tangan, sesekali memeriksa ponsel untuk memastikan Ian sudah sampai atau masih dalam perjalanan.

Setelah kedatangan Ian ke rumah kakaknya tepat di hari kepulangan Jaehyun, hidupnya tak pernah tenang. Apalagi, Jaehyun sudah tahu semuanya. Mengenai pacarnya yang seorang lelaki dan video yang digunakan Ian untuk mengancamnya. Jujur, Taeyong malu sekali. Ia bahkan berencana menginap di kos Ten saking malunya, meski sikap Jaehyun nggak berubah. Pria itu masih menunjukkan perhatian yang sama.

Sebuah Audi hitam berhenti tepat di depannya. Taeyong nyaris minggir ke tepi karena mengira itu orang lain. Saat kaca jendela diturunkan, Taeyong pun segera masuk ke Audi itu.

Selama perjalanan yang Taeyong sendiri tidak tahu tujuannya, Ian hanya diam saja. Tak ada percakapan apapun, dan dia tidak tahu harus berkata apa. Akhirnya Taeyong memilih bungkam selagi Ian sibuk membelah kemacetan.

Di tengah pemberhentian karena lampu lalu lintas, Taeyong tersentak ketika tangan Ian meraih tangannya. Menautkannya erat-erat tanpa bicara apalagi melihatnya.

Taeyong nggak tahu apa yang ada di pikiran cowok itu. Apa yang dirasakan Ian saat ini atau kemanakah Ian akan membawanya pergi.

Tiga puluh menit kemudian mobil itu tiba di parkiran sebuah tempat wisata pinggir sungai yang dipenuhi banyak pengunjung terlebih anak-anak karena fasilitas baru dan arena bermain yang dibangun oleh pemerintah setempat. Sungai itu tidak begitu jernih, tapi tidak juga dipenuhi sampah seperti beberapa sungai yang pernah ia datangi.

“Pindah ke belakang,” perintah cowok itu sembari menunjuk kursi belakang dengan dagu.

Taeyong hendak bertanya, tapi Ian lebih dulu keluar dari mobil setelah memintanya menunggu sebentar. Ia akhirnya menuruti Ian dan beranjak untuk pindah ke kursi belakang. Saat merasa sudah cukup nyaman, ia pun kembali memperhatikan keramaian di sungai itu. Beberapa pasangan tampak sedang kencan dengan tangan penuh jajanan. Pepohonan serta kursi-kursi di sepanjang sungai masih basah oleh sisa hujan yang mengguyur seluruh kota.

Pintu mobil dibuka, Taeyong menoleh dan mendapati Ian membawa kantung plastik dari sebuah apotek dua puluh empat jam. Ian mengeluarkan sebuah salep, tanpa diminta Taeyong membuka jaketnya yang diritsletingkan sampai menutupi leher. Ruam di lehernya nyaris pudar sempurna, ia mungkin nggak butuh lagi turtleneck atau jaket untuk menutupi lehernya mulai besok.

Loving Her Brother [Jaehyun × Taeyong]Where stories live. Discover now