09 - Perubahan

3K 328 47
                                    

Suatu hari di awal tahun, hujan turun deras sekali. Jalanan tampak sepi padahal waktu baru menunjukkan pukul sepuluh pagi. Taksi yang Jaehyun tumpangi membelah jalanan dengan hati-hati. Kedua matanya terpejam kala mengusir lelah, tapi yang muncul di benaknya adalah tanda tanya. Tentang mengapa status-status Whatsapp adik iparnya tak pernah muncul lagi sebulan belakangan ini. Ia sudah bertanya pada supirnya mengenai keadaan Taeyong dan pria itu berkata bahwa adik iparnya baik-baik saja.

Informasi lainnya adalah Taeyong tak lagi diantar jemput supir melainkan oleh seorang teman lelaki. Informasi ini Jaehyun dapatkan dua bulan lalu, saat mengirim bukti transfer gaji Pak Bayu. Pak Bayu mengembalikan sejumlah uang yang ditransfer majikannya dan minta dibayar sepuluh hari kerja saja karena Taeyong tak lagi minta disupiri. Jaehyun ingin menanyakan langsung pada pemuda itu tapi urung dilakukan karena mungkin saja Taeyong sudah berdiskusi dengan kakaknya.

Taksinya berhenti tepat di depan pagar. Usai menyerahkan sejumlah uang, Jaehyun keluar sambil menenteng dua koper. Bajunya cukup basah hingga Bu Bayu merasa bersalah karena lama membukakan pintu untuk tuannya. Wanita paruh baya itu tampak gelisah tidak seperti biasanya. Tapi Jaehyun pikir ia tidak perlu bertanya karena mungkin saja itu masalah keluarga.

“Bapak sudah makan?”

“Kebetulan belum,” sahut Jaehyun. “Tolong siapkan ya, Bi. Saya mau bersih-bersih dulu.”

Wanita itu mengangguk, berlalu dari hadapan Jaehyun.

Lantai atas tampak sepi saat Jaehyun perhatian lagi. Pikirnya, Taeyong ada kelas pagi. Mengenai oleh-oleh untuk adik iparnya, biarlah ia serahkan saat makan malam nanti. Hitung-hitung sekalian mengobrol karena sudah lama mereka tak saling bicara.

Jaehyun masuk ke kamarnya untuk membersihkan diri lebih dulu. Sudah sejak kemarin sore kapalnya bersandar, namun baru bisa pulang ke rumah pagi ini karena banyak pekerjaan yang harus diselesaikan. Ia juga tak berencana langsung membongkar kopernya karena sudah lapar.

Akhirnya Jaehyun duduk di meja makan dua puluh menit kemudian. Di atas meja sudah tersedia berbagai macam makanan berat seperti sop ayam jamur, cumi asam manis, garang asam, ikan goreng dan sate ayam. Menu ini termasuk komplit apalagi wanita itu hanya memasak untuk satu orang yaitu Taeyong.

“Terharu saya disiapkan makanan sebanyak ini.”

“Saya malah nggak tahu kalau Bapak pulang hari ini. Tahu gitu saya masakin ayam rica-rica kesukaan Bapak,” sahut Bu Bayu menyesal. “Saya masak sebanyak ini karena nggak tahu Mas Taeyong mau makan apa.”

“Kenapa nggak tanya aja, Bi?”

“Um, anu... Pak. Maunya sih gitu. Tapi... aduh maaf ya, Pak. Mungkin ini cuma saya aja yang terlalu khawatir.”

“Ada apa sih, Bi? Coba kasih tahu yang benar, biar saya ngerti.”

“Mas Taeyong udah tiga hari ini nggak keluar kamar, Pak. Nggak mau makan. Nggak berangkat kuliah juga.”

“Loh, berarti Taeyong ada di rumah?”

“Ada, Pak. Daritadi saya bujukin makan tapi nggak mau. Kemarin begitu. Kemarinnya lagi juga begitu. Kayaknya Mas Taeyong cuma makan malam. Saya khawatir soalnya nggak biasanya begini.”

“Dia sakit?” tanya Jaehyun khawatir.

Bu Bayu menggeleng pelan. “Nggak tahu, Pak. Sebelum-sebelumnya sih enggak kenapa-kenapa, cuma tiga harian ini nggak mau makan dan keluar kamar.”

“Ya udah, biar saya coba susulin dia ke kamar.”

Jaehyun meninggalkan meja makan, menuju lantai dua, berhenti di depan kamar adik iparnya yang sunyi. Pintu berbahan jati itu ia ketuk tiga kali.

Loving Her Brother [Jaehyun × Taeyong]Where stories live. Discover now