𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟐𝟏 ☘️

23K 2K 87
                                    

"Kakak kucingnya gak mau mandi!!" Teriakan si bungsu yang nampak berusaha menenggelamkan seekor kucing gemuk berwarna abu-abu pada kolam renang membuat Vorxe melotot. Dia berlari menghampiri sang adik lalu mengambil alih kucingnya.

"Anak nakal," ujar Vorxe dibalas cengiran tak berdosa dari Asher, anak itu memilih duduk di pinggir kolam renang seraya membiarkan kakinya tenggelam menyentuh air kolam.

Mereka kini berada di mansion Frederick, adiknya diculik oleh si kembar sehabis sarapan tadi. Dan tujuannya tentu saja menjemput adik manisnya. Namun ternyata anak itu merengek belum mau pulang. Berakhirlah mereka di bagian belakang mansion ada taman luas dan kolam renang di sana.

Dan kucing gemuk ini adalah peliharaan Lexy. Untung saja nyawa si meong masih selamat dari tangan ajaib adiknya.

"Kan aku cuman mau mandiin dia," sahut Asher seraya mendongak menatap sang kakak yang berdiri tegap di sampingnya dengan si kucing gemuk di dekapannya.

"Bukan begitu caranya." Vorxe sedikit membungkukkan badannya, mengelus surai halus sang adik.

"Lalu bagaimana?" Tanyanya penasaran, Vorxe menghela nafas lega. Lupa jika adiknya ini jadi lebih cerewet. Dia melepaskan si kucing gemuk lalu ikut duduk di samping sang adik.

"Nanti minta Lexy mengajarimu," ujar Vorxe pada akhirnya. Dibalas anggukan pelan dari Asher. Sedikit bersingsut kemudian menyandar nyaman di bahu sang kakak.

"Kak," panggilnya, membuat Vorxe berdehem singkat menanggapinya. Melingkarkan lengannya memeluk sang adik.

"Memang benar kucing itu punya sembilan nyawa?" Vorxe menoleh menatap wajah Asher, anak itu bertanya dengan nada polos dan wajah penasaran yang menggemaskan. Membuat Vorxe mengulas senyum.

"Aku tidak tahu," sahut Vorxe seadanya membuat Asher tidak puas dengan jawaban kakaknya itu.

"Jika memang itu benar, apa kakak mau jadi kucing?" Vorxe menaikan sebelah alisnya. Semakin aneh saja pertanyaan adiknya ini. Namun jika tidak dijawab dia akan didiamkan oleh adik manisnya yang merasa kesal. Dan tentu saja dia tidak mau itu.

"Why not?" Asher memandang sang kakak yang baru saja mengeluarkan jawaban diluar prediksinya.

"Kalau jadi kucing kakak mau apa?" Ada jeda cukup lama, Asher memandang lamat wajah tampan kakak ketiganya itu. Menanti kira-kira jawaban apakah yang akan dikeluarkan kakaknya?

"If were a cat, I'd spend all nine of my lives with you." Vorxe memandang tepat pada velvet blue itu ketika berucap membuat wajah Asher memanas seketika. Anak itu mengalihkan pandangannya agar Vorxe tak melihat wajahnya yang sudah memerah mendengar jawaban nyeleneh dari Vorxe. Menyebalkan sekali. Ternyata kakaknya satu ini mempunyai bibit playboy.

Vorxe terkekeh pelan di tempatnya. Dia tahu adiknya itu tengah salah tingkah. Bahkan wajahnya memerah sampai ke telinga. Manisnya..

"Kita pulang, Papamu sakit." Asher membulatkan matanya mendengar itu, dia bergegas berdiri dan menarik Vorxe masuk ke dalam mansion milik Frederick itu.

"Kenapa tidak bilang!" Pekiknya tak Terima. Vorxe hanya mendengus kesal. Padahal daritadi dia sudah mengajak anak itu pulang dan bermaksud memberitahu nya tapi selalu dipotong.

Mereka bejalan berisingan setelah pamit pada Frederick dan si kembar. Asher sendiri sudah misuh-misuh membuat Vorxe lagi-lagi hanya bisa menghela nafas panjang.

. ☘️☘️☘️ .

"Tuan Muda William tidak papa, demamnya diakibatkan oleh luka di tangannya yang telat mendapatkan penanganan. Saya sudah menyuntikkan antibiotik, dan meresepkan obat yang dapat segera memulihkan kesehatan Tuan Muda." Max mengangguk mengerti mendengarkan penjelasan Robbin. Setelah dokter itu pamit dengan Jonathan yang pergi menebus obat dia mendekat ke arah ranjang yang ditempati sang adik. Menghembuskan nafas kasar menatap wajah yang kini tenang dalam tidurnya.

𝐒𝐡𝐞𝐫𝐚𝐩𝐩𝐡𝐢𝐧𝐞 [Proses revisi]Where stories live. Discover now