𝐂𝐇𝐀𝐏𝐓𝐄𝐑 𝟏𝟓 ☘️

28.5K 2.3K 50
                                    

Suasana pengap dengan berbagai macam bau menyatu menjadi satu dalam gedung tua yang nampak terbengkalai itu. Bau amis dan pulasan abstrak khas darah manusia menjadikan tempat ini benar-benar mengerikan. Max, duduk menumpang kaki seraya menyesap nikotin yang terselip diantara jemarinya. Dengan dua botol whiskey dihadapannya lengkap dengan sloki yang basah terisi. Wajahnya nampak tenang jika dilihat sekilas, namun jauh di dalamnya ada gemuruh tak kasat matan. Netranya menyorot lurus ke depan.

Dimana pemandangan menjijikkan tersaji dihadapannya. Adelline dan Hafsa, dua orang itu nampak tak berjaya saat tubuhnya dijamah paksa oleh bawahan Max yang tidak hanya satu atau dua, tapi ada 12 orang. Mulutnya tidak bisa walau sekedar menyuarakan kesakitannya karena Max sudah lebih dulu menjahit mulut keduanya.

Di belakang Max, ada Frederick, Arthur dan William. Mereka sama, menatap tanpa ekspresi. Dalam hatinya masih menyuarakan ketidakpuasan. Menurut mereka ini belum seberapa, belum bisa membayar apa yang mereka lakukan.

"Stop it!"

Semuanya kontan berhenti kala Max berujar tenang. Para pria berbadan kekar itu membenarkan penampilan mereka lalu menunduk sebagai tanda hormat pada sang tuan sebelum keluar dari sana.

Max bangkit setelah menginjak puntung rokoknya. Menandaskan sisa minuman dalam sloki lantas mendekat pada dua orang yang tergeletak mengenaskan. Darah, keringat, air mata, dan cairan menjijikkan bekas tadi menyatu. Menghadirkan bau yang mengundang isi perut untuk dikeluarkan.

Dugh!

Tanpa perasaan sepatu hitam mengkilap milik Max mendarat angkuh di kepala Adelline. Pria itu mengambil posisi setengah berjongkok. Seringaian setan tercetak jelas di wajahnya.

"Sepertinya aku salah membiarkan kalian bebas cukup lama," ujarnya. Tangannya merogoh saku jas bagian dalamnya, mengeluarkan dua buah suntikan kecil dari sana. Tanpa menunggu lama cairan dalam suntikan itu sudah berpindah pada tubuh Adelline dan Hafsa.

"Cairan itu akan membantu kalian bertahan hingga aku puas, bukankah aku begitu baik?" Max berujar jenaka yang bukannya terdengar lucu malah terkesan mengerikan. Tangannya kembali merogoh sesuatu. Sarung tangan karet berwarna hitam. Tentu saja dia tidak sudi menyentuh langsung mereka.

Clik!

Max dengan telaten memotong kuku Adelline, membuat wanita itu membelalak. Pasalnya bukan hanya kuku yang pria itu potong, potongan itu berlanjut hingga menyisakan setengah jari telunjuknya. Tidak bisa bersyuara atau bahkan berontak. Hanya pasrah menghadapi manusia jemlaan iblis seperti Max.

Satu per satu hingga tangan itu tidak memiliki jari. Kesepuluh jari itu telah terpotong-potong dan menyisakan darah segar yang mengalir deras. Max nampak sama sekali tidak terganggu dengan darah yang terciprat hingga mengotori wajah tampannya.

"Tanganmu ini sudah lancang menyentuh putraku," ujar pria itu dengan tangan yang masih fokus dengan kegiatannya. Membuat ukuran abstrak pada sepanjang lengan Adelline dengan belati kecil dengan ukuran nama di tengahnya.

Cuihh!

Pria itu bangkit setelah meludah tepat di wajah Adelline. Menendang tubuh ringkih itu hingga terpental menghantam dinding meninggalkan caperah disana.

"Seth, ambilkan mainanku." Seth yang memang selalu siap sedia di dekat tuannya segera melaksanakan titah sang tuan. Mengambil satu koper berwarna hitam dengan Smartlock membuat benda itu hanya bisa dibuka oleh pemiliknya.

Hanya dengan menempelkan sidik jari benda itu terbuka, menampilkan jajaran benda aneh yang mengerikan. Berbagai macam revolver dan senjata lainnya ada di sana. Setelah menimang sejenak pilihan Max jatuh pada sebuah benda kecil berbentuk dadu.

𝐒𝐡𝐞𝐫𝐚𝐩𝐩𝐡𝐢𝐧𝐞 [Proses revisi]Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang