03 • HE'S ALAN

92 64 6
                                    

Laki-laki itu merasakan panas di sekujur tubuhnya, jantung nya berdegup lebih kencang dari biasanya. Jari-jari tangan yang mulai gemetaran dan kaki yang ikut menyusul, mungkin ia akan terjatuh. Tapi itu masih bisa ia tahan, untuk beberapa waktu lagi yang tidak bisa ia tentukan.

Ia mengangkat kepalanya ke atas, mengalihkan pandangan ke langit dan melihat terangnya cahaya matahari yang begitu terik dan menyengat. Rasanya seperti masuk kedalam tulang-tulang laki-laki itu lalu menusuknya berkali-kali, ingin sekali ia menyingkir dari gerombolan-gerombolan para makhluk hidup yang berjejer rapi. Berteduh, hanya itu yang ingin ia lakukan sekarang.

Menjaga keseimbangan disaat tubuhnya mulai melemas bukanlah hal yang cukup mudah, ia harus mempunyai kekuatan yang sangat ekstra. Ditambah lagi dengan suara menggema di telinganya, siapa lagi kalau bukan guru yang berpidato di lapangan tengah, itu sangat menyiksa.

"Lo nggak apa-apa, Al?" Tanya Farel, tangannya merangkul Alan yang tidak bisa berdiri tegap.

"Gu-gue nggak apa-apa."

"Lo beneran nggak apa-apa? Tangan lo gemeteran, Al." Sambung Zidan yang berada di belakangnya.

"Gu-gue, gu-gue nggak-"

Bruk!

Ia tumbang sebelum menyelesaikan kalimat nya.

"Tuh kan ngeyel, udah dibilang juga." Bisik Zidan melirik Alan yang terkulai lemas tak berdaya di bawah.

Tak hanya Zidan, siswa-siswi yang lain pun ikut melihat salah satu teman mereka yang tumbang di tengah-tengah upacara berlangsung.

Plak!

"Bisa-bisanya lo ngoceh disaat temen lo lagi kesusahan bahkan pingsan kaya gini, Dan!" Bentak Farel.

"BUAT LO SEMUA! CUMA DIEM? MINIMAL BANTU GILAK! TEMEN KALIAN PINGSAN, BRO! BUKANNYA DIBANTU MALAH DI JADIIN BAHAN TONTONAN! KAMPRET LO SEMUA!" Tambah Farel tak terima, akhirnya ia mengangkat tubuh Alan sendirian.

"Yah, salah lagi gue." Batin Zidan mulai mengikuti Farel.

✎✎✎

Di tempat lain, di ruangan yang bernuansa putih. Seorang gadis cantik dengan rambut yang ia kepal sedang duduk santai di dalam ruangan itu. Ia tidak sendirian, ada satu teman baiknya yang berada di sana.

Menunggu ada pasien yang mungkin akan datang berkunjung, ia menunggunya. Menunggu ada seseorang yang bisa ia rawat dengan sepenuh hatinya.

Tentu saja mereka Ela dan Flo.

Ela melipat kedua tangannya di depan dada. "Kapan pasien pertama gue dateng?" tanyanya kepada temannya, Flo.

"Gue nggak tau, mungkin sebentar lagi pasien pertama lo bakal dateng. Serius hari ini panas banget."

"Gue janji, kalau memang pasien pertama gue bakal dateng. Gue akan jadiin dia pasien ter beruntung yang pernah ada."

"Masa? kalau pasien nya cowok?" goda Flo.

"Cowok?"

"Heem."

"Kalau pasien nya cowok, gue akan perlakukan dia seperti pacar gue sendiri."

Brak!

HE'S ALAN Where stories live. Discover now