11 • HE'S ALAN

36 30 0
                                    

"Duduk!" Perintah Alan, ucapannya yang barusan itu ternyata bukan hanya kalimat biasa. Sebelumnya Ela sudah berkali-kali menolak perintah cowok asing itu, tapi karena sifat Alan yang tak mau kalah itu, akhirnya Ela mengalah, ia duduk di sofa ruang tamu di rumah nya sendiri.

Gano? Ia tidak ingin mengganggu kemesraan adik tercintanya, ia justru memilih keluar rumah untuk mencari makan ataupun hanya sekedar untuk mencari angin segar.

Ela sesekali menggeser bokongnya ke pojok sofa dan itu bukan karena tak beralasan, ia tidak ingin berdekatan dengan cowok yang tidak dikenali nya itu, bahkan cowok itu sudah merenggut hak nya sebagai tuan rumah. Kini perasaan gadis itu benar-benar tak karuan, antara sedih, marah, takut, dan tak terima terus gaduh di dalam benaknya.

Alan yang saat itu juga mempunyai sifat tak mau kalah yang sangat kecil kemungkinannya untuk bisa di kalahkan, ia berusaha untuk terus mendekat, tapi karena Ela yang tidak bisa diam, ia terpaksa menarik tangan gadis itu, Alan membawa nya ke dalam pelukan hangat di dada bidang milik nya yang gagah itu. Tapi dengan cepat gadis itu memberontak, ia melepaskan tangan kecilnya dari genggaman Alan.

"Lo! Sebenar nya mau lo apa sih? Kenapa lo terus deketin gue?" Sentak Ela mulai murka, kesabaran nya juga sudah mulai menipis, menyisakan sebuah tatapan kecewa yang tidak bisa terelakkan.

Alan ikut berdiri, ia menatap kedua manik kecoklatan milik gadis cantik yang sekarang ada di hadapannya, ia sedikit menunduk karena tubuh gadis itu yang hanya setinggi dadanya.

Alan menarik kedua sudut bibirnya, melukiskan sebuah senyuman tipis yang manis. "Lo masih nggak sadar?" Ela mengernyitkan dahinya, "Yang gue mau itu lo, El." Lanjut nya, ia tersenyum tipis, itu tipis, tapi membuat Ela semakin tidak mengerti apa yang dimaksud oleh cowok itu.

"Hah?" Bingung Ela yang membuat Alan menjadi gemas.

Alan reflek mencubit pipi pau milik gadis itu, "Gue mau lo, lo, lo, lo, dan hanya lo," katanya memperjelas perkataan nya barusan, "Masih kurang jelas? Atau lo butuh pembuktian?" Tawarnya.

Dan ternyata usahanya selama ini adalah nihil. Ela tidak paham dengan apa yang baru saja di katakan oleh Alan. Gadis itu terus berkata, "Hah?" Di setiap akhir kalimat Alan.

Alan menghembuskan nafasnya kasar. "Intinya, gue cuma mau lo, kalau nggak sama lo ya nggak sama siapa-siapa."

"Hah?"

"STOP CUMA BALES HAH HOH HAH HOH! GUE SEDARI TADI NGOMONG PANJANG LEBAR NGGAK LO DENGERIN?"

✎✎✎

Suasana rumah Ela kini berubah menjadi hening, tidak ada sepatah kata pun yang keluar dari mulut pasangan muda itu. Malam ini sudah mulai larut, menyisakan hembusan angin sepoi-sepoi yang membuat bulu kuduk mereka berdiri karena kedinginan.

Tak lama setelah itu, Ela mulai membuka mulutnya yang menggigil. "Lo nggak dingin, Kak?" Tanya nya kepada Alan.

Cowok itu mengangguk, "Di-dingin, El."

Dengan cepat Alan menggerakkan tubuhnya, menyenderkan kepalanya di paha putih mulus milik Ela sebagai pengganti bantal.

"E-eh?"

Alan segera menutup mulut gadis itu dengan jari telunjuknya. "Lo diem, gue nyaman di sini."

....

Tak terasa jam sudah menunjukkan pukul 11 malam, tapi Alan masih merasakan kenyamanan di posisinya saat ini, ia juga merasa lebih tenang di saat menatap kedua manik indah milik gadis yang bernama Ela itu.

Namun kini matanya sudah terpejam, menyisakan seorang gadis cantik berambut panjang bergelombang nya yang indah, gadis itu tidak tau harus melakukan apa lagi, ia ingin sekali menolak keinginan kakak kelasnya itu, tapi apalah daya nya.

"Nggak pernah kebayang kalau gue punya kakak kelas yang mirip bayi kaya lo," gumam nya, ia mengelus kepala Alan lembut, "Nggak kebayang juga kalau ternyata lo jodoh gue," lanjut nya.

Sekarang tatapan nya beralih ke satu sudut rumahnya yaitu di pojok kanan lemari, ada banyak sekali makanan bahkan buku-buku tentang latihan soal dan rumus fisika.

Gadis itu tersenyum, "Lo bilangnya mau bantu gue buat belajar kan? Terus kenapa lo sekarang tidur?" Ela perlahan-lahan mulai memejamkan matanya, "Dasar, banyak mau," finalnya ikut tertidur lelap.

Mereka berdua tidur bersama malam ini, dengan Alan yang masih berada di dalam pangkuan Ela. Tak sesekali cowok itu mengigau memanggil nama Ela. Gadis itu mendengar nya, tapi ia tidak memperdulikan nya karena dirinya kini sudah terlanjur mengantuk, sulit sekali seorang Ela untuk berkonsentrasi di tengah malam yang gelap gulita begini.

"Ey?"

"Ini, Aa!"

"Eya masih nggak tau ya?"

"Bidadari nya, Aa."

"Aa kangen."

✎✎✎

"Astaga," heran Gano saat membuka pintu, menampakkan sepasang manusia yang bisa-bisanya tidur di sofa.

"Gini nih, kalau udah lama nggak ketemu. Pasti mereka mesra-mesraan di belakang gue," ucapnya melangkah masuk kedalam, "Pantesan gue nggak di bukain gerbang, terpaksa gue harus manjat, bahaya emang anak dua ini," tambahnya semakin heran.

"Yaudah lah, gue mau tidur. Siapa tau mimpi ketemu jodoh gue, hehe." Finalnya cengengesan dan beranjak menuju ruangan pribadinya.

✎✎✎

"Alan belum pulang ya?" Tanya Luna—Mama Alan kepada kedua saudara angkatnya. Ia berdiri di ambang pintu kamar Alan.

Zidan menggeleng, "Belum tante, mungkin dia menginap malem ini."

Luna menghembuskan nafas lembut lalu tersenyum ke arah kedua anak angkat nya itu, "Iya sudah tidak apa-apa, kalau Alan sudah pulang tolong bukakan pintu ya, Nak. Tante mau tidur, sudah mengantuk." Ucapnya, Luna melangkah mundur menggenggam ganggang pintu kamar Alan yang di tempati oleh Zidan juga Farel. Dan ternyata Farel sudah terlelap. Menyisakan satu anak muda yang masih duduk di atas kasur milik Alan.

"Kamu juga ya, Nak. Jangan begadang, nanti sakit." Final Luna.

"Iya tante," balas Zidan ikut tersenyum sebelum pintu benar-benar tertutup rapat, "Ternyata gini ya? Rasanya punya Mama," finalnya menutup mata, tanpa sadar perlahan matanya mulai basah, membuat bulir-bulir air jatuh dan membasahi pipi dan bantal empuk nya itu.

"Dasar cengeng!" Batin Farel. Ia ternyata tidak benar-benar terlelap, Farel sedikit membuka matanya menatap wajah sendu milik Zidan lalu tersenyum tipis.

Farel mengusap pipi Zidan yang basah.

"Lo masih punya gue, meskipun gue nggak pernah mau jadi emak kedua lo," ucapnya perlahan menutup matanya kembali dengan senyum tipis nya yang masih terlukis indah.

Seorang Mama? Zidan memang tidak mempunyai nya, dirinya sudah ditinggal sejak ia baru lahir. Yap, Cahaya—Mama kandung Zidan meninggal disaat melahirkan anak pertama nya, Zidan.

Bahkan Dio—Ayahnya tidak sanggup menanggung takdir ini, dengan nekat nya yang sudah bulat sempurna, laki-laki itu bunuh diri bersamaan dengan hari kematian istrinya dan dimana hari itu juga hari kelahiran bayi kecil yang masih belum pernah merasakan belaian lembut dari tangan mereka berdua langsung.

Zidan dirawat oleh kedua orang tua Farel, meskipun Zidan selalu membuat Farel kesal, tapi Farel tidak pernah membenci Zidan bukan? Karena Farel tau, dirinya tidak sekuat Zidan dan Zidan tidak seberuntung Farel.

Tapi Zidan itu adik gue, mana ada kakak yang mau lihat adiknya sendirian? Itu adalah kalimat yang selalu menjadi prioritas Farel.

tbc.

HE'S ALAN Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang