01 • HE'S ALAN

135 78 10
                                    

1 tahun yang lalu....

Mentari mulai terbit dan menyapa dunia dengan kehangatan sinarnya yang terang. Kicauan burung yang berada di sarangnya juga ikut menyambut hari baru yang sangat indah. Embun yang tadinya lebat kini berubah menjadi butiran-butiran air yang mengalir dari dedaunan yang hijau. Bunga-bunga mulai bermekaran, menyiapkan nektar untuk ratusan para lebah yang tidak lama lagi akan datang berkunjung.

Begitu juga dengan ketiga remaja yang baru saja membuka mata mereka karena terkena pancaran sinar matahari yang menyelinap masuk lewat sela-sela gorden jendela kamar mereka yang tak tertutup sempurna.

Salah satu dari mereka masih terbaring santai di tempat tidurnya yang nyaman, ia bangkit dan merentangkan kedua tangannya setelah seluruh nyawanya terkumpul.

Ia membuka semua kancing bajunya dan membiarkan bagian depan tubuhnya terlihat begitu saja, lagi pula tidak ada orang dirumahnya saat ini, karena seluruh keluarga Kavindra sibuk dengan pekerjaan mereka masing-masing jika pagi hari tiba.

"Nggak enak banget perut gue hari ini, apa jangan-jangan karena bakso yang kemaren ya? Huh." Eluh Alan seraya menempelkan telapak tangannya di bagian perut.

"Gue kebanyakan ngambil sambel pasti," lanjut nya lemas sebelum ia bangkit, melepas piyama yang berwarna hitam dan melempar nya di atas tempat tidur. "Mandi dulu, ah."

✎✎✎

"LO LEMOT BANGET, AL!" Teriak Zidan yang sedang berdiri tepat di depan gerbang rumah Alan, dan pastinya ia bersama dengan Farel. Namun Farel tidak ikut berdiri dan berisik seperti Zidan, pemuda itu duduk santai di atas motornya dengan permen karet yang ada di dalam mulutnya. Zidan sesekali menggoyang-goyangkan gerbang yang tingginya kurang lebih 2-3 meter itu, ia tidak akan mungkin berhenti sebelum Alan keluar dan membukakan gerbang itu untuknya.

"WOI, AL!" Teriak nya sekali lagi, namun tidak ada jawaban yang ia inginkan dari mulut seorang Alan. "BAHAYA INI ANAK!"

Plak!

"Lo bisa diem? telinga gue panas gara-gara suara lo yang kaya terompet rusak." Kata si Farel yang kini berdiri tepat di samping Zidan, tak ada maksud dirinya untuk menampol Zidan, tapi karena sifat Zidan yang sangat dekil itu membuat tangan Farel melayang dengan sendirinya.

"Lo kalau nggak mau nunggu, masuk aja. Gerbangnya nggak di gembok," jelas Farel dengan suara lirih.

Kedua bola mata Zidan langsung bergerak 90 derajat dari letak semula. Terfokus pada ujung pagar yang tidak terkait dengan gembok, sungguh malu ia saat itu.

"Lo kok nggak bilang dari tadi? habis suara gue gara-gara teriak terus!" Gerutunya kesal.

"Lo nggak tanya."

Zidan mendengus kesal, bagaimana tidak. Ia telah membuang banyak tenaga, ditambah lagi dengan pukulan Farel yang membuat nya semakin kesal. Dan sekarang ia dibuat malu oleh pemuda yang berwajah menyeramkan itu.

"Untung gue sabar, kalau nggak udah gue buang lo ke jurang," bisik Zidan pelan.

Plak!

"Gue denger, bego!" protes Farel menampol Zidan untuk kesekian kali nya.

"Ih, galak bener punya temen."

✎✎✎

"ALAN!"

Teriakan itu menggema keseluruh sudut rumah Alan, untung saja tidak ada satupun keluarga Alan yang ada di dalam, jika ada mungkin tamat sudah riwayat Zidan.

HE'S ALAN Where stories live. Discover now