Ø9. ABANG

293 37 1
                                    

Sebagai orang dengan pekerjaan yang super duper sibuk, sebisa mungkin, Raka tidak menerobos hari liburnya dengan bekerja, karena sebetulnya, Raka itu memang jarang ada di rumah, seringkali lembur sampai malam, kadang ada dinas ke luar kota, belum lagi kunjungan pabrik, dan segala tetek bengeknya, mungkin kalau dia nggak ingat punya keluarga di rumah, dia milih buat tidur di kantor daripada harus pulang.

Sebenarnya, Ghea juga nggak masalah kalau Raka terpaksa harus tidur di kantor, dia juga kasian sama suaminya kalau harus pulang nyaris larut malam, dan besok paginya harus berangkat lagi, tapi Raka nggak mau, dia tetap milih buat pulang, karena tidur tanpa meluk istrinya tuh rasanya hambar.

Oleh sebab itu juga, ketika bisa pulang tepat waktu, Raka memilih untuk langsung pulang ke rumah, saat weekend juga daripada pergi keluyuran dia lebih memilih buat pacaran sama Ghea atau berkumpul dengan anak-anaknya.

Setelah kemarin menghabiskan waktu bersama teman-temannya, hari ini Raka mengistirahatkan punggungnya yang sakit gara-gara kebanyakan bertingkah kemarin. Ghea juga nggak lagi ada acara apa-apa, jadi dia hanya di rumah, menemani Raka yang saat ini ada di ruang tengah.

"Mau tau nggak kemarin waktu kumpul bareng temen-temen, kita ngobrolin apa?" Pria paruh baya itu mengudarakan tanya, membuka topik pembicaraan dengan istrinya yang sedang membaca buku katalog barunya minggu ini.

"Pasti bahasin burung." Sang istri menyahut tanpa mengalihkan atensinya, ia membuka lembar demi lembar katalog di tangannya untuk menilik isi di dalam yang belum sempat ia lihat.

Suaminya pun tertawa. "Iya, itu salah satunya, tapi ada yang lebih penting."

"Urusan bisnis?" Kali ini, Ghea menjawabnya seraya menoleh, menutup buku katalog dan menyimpannya ke tempat semula.

Raka menggeleng. "Bukan."

Ghea mengernyit. "Terus?" tanyanya.

"Alvaro, dia ngeluh soal istrinya yang sering banget ngomel, sampe dia nanya sama kita kalau seandainya dia cerai gimana, gitu," jelas Raka, membuat kerutan di dahi Ghea kian kentara.

Ibu dari empat anak itu menggeleng kontra. "Nggak masuk akal. Masa diomelin langsung kepikiran cerai?" komentarnya.

Raka mengangguk. "Karena ngomelnya nggak sesuai waktu. Dari sudut pandangnya si Varo, dia setiap pulang kerja tuh hampir nggak pernah absen diomelin sama istrinya, tau 'kan, Ma, orang baru pulang kerja tuh gimana? Pasti capek, capek fisik sama pikiran, apalagi Varo orangnya lumayan emosian kalau udah capek," urai Raka.

"Jangankan Varo, aku sendiri kalau capek juga gampang marah. Setelah seharian kerja, pulang ke rumah 'kan tujuannya buat istirahat, tapi sampai rumah malah diomelin gara-gara kesalahan sepele, pikiran yang tadinya udah pusing setengah mati gara-gara kerjaan, makin dibikin pusing lagi di rumah," sambung pria itu.

Ghea mendengarkan dan mengangguk-angguk paham. "Emang kesalahan sepelenya apa?" tanyanya.

"Orangnya bilang kalau dia emang suka sembarangan kalau naruh sesuatu, makanya sering kena omel sama istrinya."

Ghea kembali mengangguk. "Dia punya ART nggak sih di rumah?"

Raka menggeleng. "Nggak punya."

"Terus respons kamu sama temen-temen kamu gimana?"

"Kita kontra semua, soalnya alasan dia tuh terlalu sepele buat sampe cerai. Kalau masalah diomelin mah, semua suami juga pernah ngalamin, kayak nggak etis aja dia mau korbanin pernikahannya gara-gara masalah itu," jelas Raka.

"Dia kurang komunikasi pasti sama istrinya, mau sesepele apapun masalahnya, kalau kurang komunikasi bisa jadi fatal juga, apalagi dia nggak punya ART, keliatannya emang gampang, tapi ngurus rumah, anak, sama suami tuh capek banget, Ka, satu-satunya kerjaan yang nggak punya jam, setiap waktu, setiap saat, jadi nggak bisa take side aja, suami emang capek kerja buat cari nafkah, tapi istri juga sama capeknya ngurus anak sama rumah, jadi harus sama-sama ngertiin," komentar Ghea.

When The Sun Is ShiningWhere stories live. Discover now