Ø6. ROLE MODEL

266 34 2
                                    

"Minggu depan kamu jadi, Ka?" Pertanyaan itu dilontar oleh Ghea yang datang sembari meletakkan secangkir kopi di atas meja untuk suaminya. Sebuah rutinitas yang Ghea lakukan setiap suaminya selesai bersih-bersih setelah pulang kerja.

Menangkap suara milik sang mama, Elvano yang lagi main PS5 bareng Hugo pun tersita perhatiannya lalu diam-diam mendengarkan percakapan antara mama dan papanya.

Raka mengambil cangkir kopi yang dibawakan oleh sang istri, dia mengangguk-angguk sambil menyeruput kopi. "Hm, jadi," jawabnya.

"Aku lebihin belanja minggu ini kalau kamu jadi. Buat peralatan yang kamu bilang itu mau aku bantu cariin?" ujar Ghea, melirik sesaat pada Hugo dan Elvano yang asyik sendiri bermain game.

Raka menggeleng. "Nggak usah, biar aku urus sendiri aja nanti."

"Ada apa, Ma? Minggu depan mau ada agenda apa?" tanya Elvano, tiba-tiba ikutan nimbrung, mengabaikan game yang sedang dia mainkan dengan Hugo, membuat Hugo misuh-misuh sendiri karena Elvano meninggalkan konsol permainannya.

"Woi! Yang bener lo mainnya!" seru Hugo, menekan konsolnya dengan emosi, tapi nggak ditanggepin sama Elvano.

"Papa mau reonian sama temen-temennya." Ghea menjawab pertanyaan putra sulungnya, sesekali dia melirik Hugo yang tampaknya kesal karena Elvano mencampakkan game mereka begitu saja.

"Di mana? Di sini? Rumah kita?" Elvano bertanya lagi, nggak menggubris makian adiknya.

"Iya. Kenapa?" Raka menjawab.

"Ada Om Louis juga nggak, Pa?" tanya Elvano dengan cengiran lebar.

"Ada. Ngapain kamu nanyain Om Louis?"

"Nggak pa-pa sih, mau tau aja," jawab Elvano, lalu beralih menatap mamanya. "Ma—" Belum sempat menyelesaikan ucapan, seruan papanya membuat Elvano terkejut dan refleks berhenti berbicara.

"Heh! Papa tau kamu mau ngomong apa." Raka berseru galak. Dia sudah hafal dengan akal bulus putra sulungnya itu.

"Apasih, Pa? Mau ngomong apa? Orang Vano mau tanya ke Mama kok."

Ghea tertawa kecil. "Nanya apa?" responsnya.

Elvano nyengir. "Kalau misalnya dulu Mama ketemu Om Louis duluan daripada Papa, Mama masih mau nggak nikah sama Papa? Diantara Om Louis sama Papa, Mama bakal pilih yang mana?" tanyanya.

Tuh 'kan. Apa juga Raka bilang? Elvano tetaplah Elvano, yang punya banyak ide aneh, pemikiran di luar nalar, dan kalimat pengundang emosi.

"Papa lah, ngapain pilih si Louis. Diliat dari mana-mana juga mendingan Papa daripada dia. Lagian, Mama nggak bakalan kenal Om Louis kalau nggak kenal Papa," serobot Raka dengan sewot.

"Vano nggak nanya Papa sih."

"Heh! Kalau nggak ada Papa, kamu juga nggak akan lahir."

"Emang sih, tapi Mama dapet suami yang lebih ganteng dari Papa," balas Elvano, lalu menjulurkan lidahnya, mengejek sang papa.

Raka langsung naik pitam. "Papa nggak kalah ganteng, masih kaya Papa juga daripada Om Louis. Ganteng aja nggak cukup."

"Ini kenapa jadi rebutan Om Louis begitu sih?" Ghea menengahi dengan bingung.

"Kita nggak rebutan!" jawab anak dan ayah itu bersamaan, membuat Ghea terkejut lalu tertawa, merasa konyol dengan perdebatan suami dan putra sulungnya.

"Mama jawab dulu mau pilih yang mana," ujar Elvano, nggak tahu motivasinya bertanya kayak gitu buat apa.

"Kalau bisa milih, Mama kayaknya nggak akan milih dua-duanya, Bang," jawab Ghea, membuat Raka memicingkan mata.

When The Sun Is ShiningWhere stories live. Discover now