PEMUJA 12

266 28 4
                                    

Hei-hei!

Enim di sini^^

Hehe, sebelumnya Enim mau minta maaf karena tiba-tiba menghilang begitu saja (dan ini bukan pertama kalinya) :) dan teruntuk kalian yang senantiasa menunggu setiap chapter cerita milik Enim; W e ucapkan banyak TERIMA KASIH.

Enim menghilang bukan karena apa, hanya saja banyak hal yang menimpa diri Enim di kehidupan nyata. Di tambah kesehatan Enim yang sedang kacau.

Jadi... begitulah~

Walaupun chapter kali ini jauh dari harapan, Enim masih benar-benar berharap; bahwa kalian semua menikmati karya dari Enim.

Langsung saja, tanpa basa-basi.

Scroll kebawah.

Cerita ini bersifat fiksi atau karangan saja, jika terdapat kesamaan dalam bentuk apapun—mungkin karena ketidaksengajaan semata.

Jangan lupa like dan comments di akhir cerita sebagai wujud apresiasi terhadap karya penulis.

Terima kasih,

selamat membaca.

____________________

C i n c i n
_____________________
_________
___
_

Deg?

Deg?!

DEG!

DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG! DEG!




Tak!








Serasa ingin meledak, wajahku memanas. Sial! Gerakan dari jemari tangan menjadi tertahan, diriku melamun—menantap kosong kearah depan tepat menghadapi layar komputer yang masih menyala.

Sial! Rutuk ku sekali lagi, membantin. Benda bernama jantung yang berada di dalam tubuhku ini sedang kenapa? Sedari tadi berdegup sangat kencang hingga membuatku dapat mendengarnya dengan jelas; seolah benda tersebut tersangkut tepat di samping gendang telingaku.

"Ish..." mendesah, kupijit keningku dengan sebelah tangan. Luar biasa, kemana perginya semangat bekerja milik ku tadi? Hanya karena teringat percakapan terakhirku bersama Eyna kemarin malam, aku malah kehilangan semua konsentrasi.

"Hosh~"

Menghela napas, debar jantungku malah semakin terdengar meningkat. Sialan. Kujauhkan diri dari meja, memilih bersandar tepat disandarkan kursi. Kembali memejamkan mata.

Aku yakin rona merah bagai tomat terlihat sangat jelas, memantul dari arah kedua pipi ku.

Kemarin itu?

Bukannya terdengar sedikit memalukan? Maksudku—! Aku melamar dirinya; Eyna agar mau menikah denganku.

Coba ingat lagi, EROS!

Apa yang kau katakan pada wanita mu kemarin malam, 'aku ingin kita menikah!' Itu saja tanpa persiapan apapun. Di pikir-pikir, bukankah moment tersebut terdengar sangat menggelikan?

Ah—!

Ya Tuhan!

Aku tampak terlihat seperti lelaki kurang modal, atau macam gelandangan? Yang mengajak seorang wanita untuk menikah. Untung saja, wajahku terselamatkan saat Eyna menampilkan raut muka acuh padaku lalu memilih beranjak pergi dari sana tanpa menoleh kebelakang seusai acara makan malam.

Dark-RomanceWhere stories live. Discover now