40. Happening

76 12 1
                                    

Bertepatan keluarnya Dawon dari kamar mandi setelah membersihkan diri, dia disambut oleh suara dering yang amat nyaring dan memekik-mekik. Dawon mengalungkan handuknya ke leher, lalu bergegas mencari sumber suara yang ternyata berasal dari kamar Yeoreum.

Setelah mengetuk pelan beberapa kali pintu yang terbuka separuh dan meminta izin untuk masuk tanpa suara, Dawon menyelinap kedalam kamar Yeoreum yang masih tertidur pulas.

Padahal Dawon akan langsung mematikan suara itu agar tak mengusik tidur Yeoreum, namun begitu melongok ternyata bukan suara alarm yang berbunyi, melainkan sebuah panggilan masuk dengan nama Eunseo yang tertera sebagai pemanggil.

Dawon memberanikan diri untuk membangunkan Yeoreum ketika ponsel lelaki itu terus saja berbunyi.

"Yeoreum-ah."

Dawon menghela nafas lega, bersyukur karena Yeoreum langsung merespon dengan lenguhan dan kerjapan mata cepat.

"Kak Dawon, udah bangun? Udah mau pergi?" tanya Yeoreum, merubah posisi menjadi duduk sambil menguap lebar dan mengusap matanya yang masih terasa berat.

Dawon mengangguk dan tersenyum. "Iya Reum. Makasih banyak ya."

Yeoreum ikut tersenyum dengan mata setengah terpejam. "Aku malah seneng jadi ada temennya. Sering-sering aja kak." balasnya diakhiri kekehan.

Sudah dua hari satu malam Dawon ada diapartement studio Yeoreum karena kebetulan lokasinya dekat dengan lokasi syuting nya kali ini. Sebenarnya Dawon ingin check in hotel terdekat saja karena segan dan takut mengganggu, tapi dengan senang hati Yeoreum justru menawarkan apartemennya untuk tempat istirahat.

"Oh iya, Eunseo telfone. Tapi belum sempet diangkat. Maaf Reum karena masuk, kukira tadi alarm, mau dimatiin biar nggak ganggu." Jelasnya.

Dawon hampir saja lupa tujuan awal membangunkan Yeoreum agar mengangangkat panggilan dari Eunseo.

Membuat Yeoreum mengerutkan dahi heran, tidak biasanya Eunseo menghubunginya sepagi ini.

Dawon lantas menyerahkan ponsel ke tangan sang pemilik yang langsung membukanya dengan tergesa dan tampak panik.

Yeoreum sedikit mendelik begitu menemukan ada dua puluh miss call dari Eunseo. Buru-buru Yeoreum mendial nomor Eunseo untuk menghubungi lelaki itu balik, takut ada hal penting yang ingin Eunseo sampaikan.

"Halo kak." sapa Yeoreum balik pada Eunseo yang menyapa lebih dulu dari seberang.

"Ada apa? Tumben."

Dawon mengerutkan dahi bersama salah satu alis yang terangkat bingung melihat raut wajah Yeoreum tiba-tiba tegang, bahkan ponsel digenggamannya dibiarkan jatuh bebas begitu saja.

Sekarang, pandangan Yeoreum terlihat sangat kosong. He looks totally blank.

Dawon langsung panik melihat Yeoreum yang tiba-tiba saja menangis bersama tubuh yang bergetar hebat, dia langsung duduk disamping lelaki itu bermaksud untuk menenangkan tapi kedua bahunya langsung diguncang beberapa kali oleh Yeoreum yang semakin menangis.

"Reum, kamu kenapa?" sebisa mungkin Dawon mengendalikan dirinya agar semakin tak panik karena masih belum tau apa yang harus dia panikan sekarang.

Bukannya menjawab, Yeoreum hanya menatap Dawon dengan pandangan yang amat nanar bersama air mata deras yang sudah berlinang diwajah.

"Kak Dawon."

"Iya Reum. Kenapa? Ada apa?"

"Kak Luda. Kak Luda."

"Luda kenapa?"

Dawon memegang kedua bahu Yeoreum erat dan nyaris mencengkramnya kuat, wajahnya langsung berubah tegang bersama tatapan kosong begitu mendengar sebuah berita yang baru diloloskan oleh Yeoreum bersama tangis raungan.

"Kak Luda kecelakaan."

Setelah mendapat kabar tersebut, Dawon langsung mengabarkan kabar itu pada yang lain, termasuk pada pasangan Kim di Boston.

Dan begitu berita itu terdengar ditelinga Seola dan Bona, membuat Bona langsung kelimpungan, tapi tak tau harus berbuat apa. Wanita itu langsung terlihat sangat kacau bersama isak tangis histeris nan pilu.

"Sayang, tenang."

Seola langsung menguci pergerakan tubuh Bona yang sudah bergetar sangat hebat dengan memeluk erat wanita itu dari belakang. Suara Dawon yang tadi terdengar sangat kacau dan panik, sampai sekarang terus tergiang-giang dan membuatnya takut bukan main.


*****


"Kami dari pihak rumah sakit Universitas San Francisco ingin mengabarkan bahwasannya istri anda, nyonya Luda Son mengalami kecelakaan lalu lintas."

Bersama getaran hebat dan rasa takut yang luar biasa, Eunseo duduk dikursi tunggu bersama sorot matanya yang sudah sangat basah tak lepas dari pintu ruang operasi yang sudah lima jam lamanya tertutup sejak dia datang setelah dikabari dari rumah sakit, tapi sampai sekarang pintu itu tak kunjung terbuka untuk membawa kabar dari dalam.

Eunseo tak henti-hentinya memukuli dahinya dengan kepalan tangan yang menyatu sangat erat bersama doa yang tak henti dia rapalkan dalam hati. Sesekali juga menutup wajahnya yang sudah sangat kacau dan basah karena air matanya yang tak bisa dia tahan bersama tangis yang tak mau berhenti.

"To-tolong be-bertahanlah."

Lampu diatas pintu akhirnya padam, membuat Eunseo yang melihatnya langsung berdiri bertepatan dengan seorang perawat yang keluar sambil mendorong brankar kecil diikuti seorang dokter yang melepas masker dan penutup kepala.

"Tuan Eunseo Son."

"Bagaimana keadaan istri dan kedua anak saya, dokter?" tanya Eunseo tak sabar.

"Selamat atas kelahiran anak kembar anda, mereka keluar dengan keadaan selamat dan sehat."

Eunseo mengela nafas lega cukup panjang mendengar kabar jika kedua anaknya baik-baik saja, dia ikut tersenyum melihat sang dokter tersenyum tipis dan kembali memberinya selamat.

Tapi senyum itu tak bertahan lama. Senyum Eunseo langsung hilang bersama ketakutan yang semakin besar melihat sang dokter menunduk bersama hembusan nafas berat, wajahnya juga terlihat sangat sedih dan menyesal.

"Dengan berat hati---"

"Ibu mereka pasti juga selamat!" Potong Eunseo nyaris hilang kendali.

"Benturan keras dikepala membuat otaknya mengalami pembengkakan, operasinya mengalami pendarahan hebat. Kami sudah berusaha semaksimal mungkin, tapi mohon maaf yang sebesar-besarnya tuan Son, hanya anak kembar anda yang bisa kami selamatkan."

Dokter itu langsung membungkuk dalam-dalam dan mengucapkan maaf berulang kali, didepannya Eunseo hanya diam bersama tatapan nyalang nyaris kosong dan kepalan kuat kedua tangannya disamping tubuh.

Eunseo nyaris menerobos masuk ruang operasi jika dokter tidak cepat-cepat menahan tubuh Eunseo yang sekarang menangis histeris.

"Dokter!"

Dokter itu kembali masuk ke ruang operasi setelah diteriaki dari dalam, meninggalkan Eunseo yang sudah berhenti menangis dan sekarang terlihat menoleh kebelakang ditempatnya begitu mendengar ada yang memanggilnya.

Dua orang polisi dan pasangan paruh baya berjalan menghampiri Eunseo yang berdiam diri ditempat.

"Selamat sore tuan Son, bisa minta waktu untuk berbicara? Ini mengenai kecelakaan yang menimpa nyonya Son."




~~~~~~~~~~

Discover : Time, Love, & DiedWhere stories live. Discover now