30. Suggestion

117 16 0
                                    

"Sayang!"

Seola buru-buru mematikan alat perekammnya, dan bertepatan dengan itu Bona masuk bersama Juna digendongannya sambil mengangkat panggilan.

"Iya benar, saya istrinya. Baiklah, sebentar. Akan saya serahkan padanya."

Seola mengambil ponselnya dari genggaman tangan Bona yang menggumamkan nama pemanggilnya. Setelah menyerahkan panggilan itu Bona pergi keluar bermaksud memberi Seola ruang.

"Halo, ini dengan Seola Kim. Ada yang bisa saya bantu?"

"..."

"Benarkah? Terima kasih banyak! Aku sangat senang mendengarnya. Sampai jumpa." Setelah panggilan tertutup, Seola segera beranjak pergi, meninggalkan studionya begitu saja.

Dia berencana mengejutkan Bona, namun melihat wanita itu sedang duduk dibangku piano bersama Juna yang menekan tuts asal, dia pun mengubah rencana dengan berjalan seperti biasa.

"Sayang." Seola menepuk bahu Bona beberapa kali dengan halus, membuat Bona memutar tubuhnya dan menemukan Seola yang tersenyum penuh arti kearahnya.

"Ada apa?"

"Masih ingat tawaran tentang syuting music video yang lagunya kubuat itu?"

"Oh, yang dari Philadelphia itu?" tanya Bona balik.

"Iya. Waktu itu katanya aku diajak, kan? Sebenarnya hanya untuk lihat-lihat saja. Peranku tidak terlalu banyak, tapi karena aku bagian dari kru, mereka memesankan satu tiket untukku. Awalnya aku malas, tapi mereka memaksa." Seola tersenyum sangat lebar.

"Terus kubilang, aku mau berangkat asal aku boleh mengajak keluarga."

Bona menaikan salah satu alisnya. "Lalu, bagaimana?"

"Boleh! Tapi tiketmu dan Juna ditanggu sendiri. Tidak apa-apa, aku akan membayarnya. Yang penting kita bisa pergi."

"Juna-ya, kita mau jalan-jalan. Hore!"


+++++


Seola diam-diam mengambil foto Bona dan Juna yang tengah menyusuri rumput-rumput rendah, dia lantas menjauh dari para kru yang tengah berdiskusi dengan para artis utamanya.

Hari sudah semakin sore, tetapi masing cukup terang untuk syuting. Waktu ini sengaja dipilih untuk menyesuaikan dengan suasana lagu.

Bona menggendong Juna berjalan menanjak naik mendekati sebuah kastil, dan diam-diam Seola kembali mengambil gambarnya, lalu merekamnya bersama sekelilingnya.

Namun tiba-tiba rekamannya harus berhenti karena dia mendengar namanya dipanggil. Seola segera berlari menghampiri para kru yang ternyata sudah stand by diposisi masing-masing.

Bona lantas membawa Juna untuk menghampiri orang-orang yang berkumpul untuk melihat adegan syuting yang akan kembali berlangsung.

Seola yang ada ditengah-tengah para kru, dengan serius dan seksama lelaki itu mengamati syuting. Sebenarnya dia tidak punya ilmu mengenai persyutingan dan antek-anteknya. Tapi karena dia sudah sering syuting untuk lagunya sendiri, itu sudah memberinya sedikit pengalaman dan pendapat mengenai beberapa adegan, pengaturan, dan mimik yang sesuai.

"Tunggu. Tunggu." Ujar Seola tiba-tiba, dia lantas menoleh pada sutradara yang kebetulan ada disampingnya.

"Kurasa lebih baik jika pengambilan gambarnya dari dekat dulu. Sesuai dengan lirik, dan sesuai dengan adegan yang kupikirkan saat membuat bagian ini. Karena___"

"Tau apa kau mantan idol, huh?" seseorang dari belakang tiba-tiba memotong ucapan Seola.

"Apa maksudmu?"

"Sudahlah. Biarkan sutradara melakukan tugasnya. Kau siapa sih? Penulis lirik diam saja."

"Aku hanya memberi saran."

Emosi Seola hampir meledak jika Bona yang tak sengaja mendengar perdebatan itu tidak segera menarik lelakinya untuk menjauh.

Syuting pun berlanjut begitu saja tanpa Seola yang sudah diajak pergi oleh Bona.

"Wajah appa seram." Celetukan Juna membuat Seola semakin mendelik.

Bona mengusap bahu Seola lembut. "Dinginkan kepala dan hatimu dulu. Ayo lebih baik kita jalan-jalan ke kastil."


+++++


Begitu masuk kedalam kastil, mereka bertiga langsung menuju lantai teratas pada atap datarnya yang berbentuk seperti balkon. Seola langsung menuju ketepiannya, menyandarkan tubuhnya pada tembok pembatas.

Seola melemparkan segenggam rumput yang tadi sempat dia cabut saat perjalanan kemari, bermaksud untuk menyalurkan emosinya.

"Sok berkuasa sekali dia. Padahal dia orang baru. Apa salahnya memberi saran?"

"Itu salah bagi orang keras kepala yang tidak ingin dikoreksi."

Seola tanpa sadar mengangguk-anggukan kepalanya, setuju akan sahutan Bona yang sekarang sedang berusaha menidurkan Juna dalam dekapannya.

"Aku juga punya rekan di yayasan yang seperti itu. Saat ku koreksi pekerjaannya, dia malah menentangku."

Seola mengerang, lalu mendegus kesal berulang kali. "Sayang, bagaimana caranya agar tidak kesal?"

"Lakukan apapun."

"Contohnya?"

"Biasanya kau menulis lagu, kan?"

Seola mengangkat bahunya sekilas. "Aku menulis lagu saat merasa sedih atau senang. Entah bagaimana jika aku menulisnya saat marah."

Bona tersenyum. "Coba saja. Mungkin itu akan menjadi hal yang menarik."

"Akan ku coba."

"Mau ku bantu? Kita bisa saling menyahut untuk merangkai liriknya."

Mata Seola berkedip lambat. Lelaki itu tak menjawab saran Bona barusan, dia justru mengalihkan perhatiannya pada pemandangan didepan sana yang sudah mulai menggelap bersama matahari yang perlahan semakin turun.

Karena untuk sekarang Seola sedang tidak memiliki kertas dan pena, lelaki itu lantas membuka aplikasi perekam suara dari ponselnya begitu melihat wajah teduh Bona yang ternyata sedari tadi memperhatikannya.

Setelah menyanyikan beberapa larik lagu seorang diri, Seola menutup aplikasi perekamnya bersama senyum yang berkembang lebar diwajahnya.

Seola lantas menegakan tubuhnya dan pergi dari tembok yang disandarinya untuk mengahmpiri Bona bersama Juna yang sudah tertidur. Lelaki itu langsung merangkul dua orang terkasihnya dengan mesra.

"Terima kasih. Sesuai saranmu tadi, kesalku sekarang benar-benar hilang." Seola mengecup pucuk kepala Bona yang langsung tersenyum merekah. Wanita itu lantas memeluk pinggang Seola dengan tangan kanannya.

"Sudah sepantasnya. Tapi, sama-sama."




~~~~~~~~~~

Discover : Time, Love, & DiedWhere stories live. Discover now