01. Home ~

284 33 13
                                    

Matahari mulai menyinsing, beranjak dari perseembunyiannya di ufuk timur. Sinarnya dengan bebas memsui setiap celah yang ada, mencoba menanggu orang-orang yang masih terlelap dalam tidurnya. Termasuk pada celah jendela kamar apartement mewah milik sepasang suami istri bermarga Kim itu.

Terdengar suara gemercik air di kamar mandi, menandakan keberadaan seseorang didalam sana. Tak lama, suara air itu menghilang dengan digantikan sosok wanita yang keluar dari sana mengenakan bathrobe berwarna putih sambil mengosok-gosokan rambut terurainya yang basah.

Berulang kali menghembuskan nafasnya singkat saat matanya dengan sangat jelas menatap manusia disana yang ternyata masih nyaman bergelung dengan selimut tebal dan masih dalam posisi yang sama.

"Tuan Kim, bangun." Bona berbisik ditelinga Seola yang seketika membuat lelaki itu sedikit meregangkan badan dan membuka matanya perlahan.

"Selamat pagi."

Seola tersenyum lebar. "Selamat pagi cantiknya Seola Kim." Detik berikutnya lelaki itu kembali mengeratkan selimutnya yang hampir menutupi seluruh tubuh jika Bona tidak segera menariknya.

"Bangun, sayang."

"Ini hari minggu. Jadi, biarkan aku tidur."

"Tapi ini sudah siang."

"Tapi aku masih mengantuk."

Bona berdecak kesal, wanita itu bergumam. "Astaga, padahal senin sampai sabtu rajinnya minta ampun. Kenapa di hari minggu jadi selalu malas seperti ini, huh?"

"Biarin." Jawab Seola asal yang sengaja mendengarkan gumaman penuh omelan itu. Dibalik selimut diam-diam Seola tersenyum.

Bona duduk disamping Seola dan langsung menarik tangan lelaki itu kasar, dia menyatukan kepalanya dengan milik Seola sambil menangkup pipi lelaki itu.

"Hei, buka matamu tuan."

"Kau sudah mandi?" tanya Seola saat menjatuhkan kepala di bahu Bona dan sesekali menciumi baunya. Wangi sabun yang dipakai Bona langsung menguar dan masuk yang seketika membangunkan seluruh indra tubuhnya.

"Tentu saja. Maka dari itu giliranmu. Sekarang pergilah kekamar mandi dan segarkan dirimu. Kamu nggak lupa janji yang semalam kan, sayang?"

Seola segera menarik tubuh untuk ditegakan, dia menatap Bona penuh tanya dengan alisnya yang naik sebelah. "Semalam? Janji? Memang semalam kita janji apa?"

Bona menghembuskan nafasnya berat. Dia sudah menduga jika Seola akan lupa. Padahal lelaki itu yang membuatnya sendiri. Dan ini sudah untuk kesekian kalinya.

"Bukan janji apa-apa. Nggak penting juga."

Seola seketika panik saat melihat perubahan drastis ekspresi Bona yang melengos ke meja rias. Dia buru-buru turun dan menghampiri Bona, lalu memeluknya dari belakang.

"Maaf, iya aku lupa dan sekarang baru inget. Coba mana tablet kamu, aku mau cek sesuatu disana." Ujar Seola sambil menghujani kecupan di pucuk kepala Bona yang sepertinya mulai melunak.

"Ada di lemari kecil deket tempat tidur. Memang mau buat apa?"

Seola langsung berlari kecil kesana. Begitu meraih tablet Bona dia kembali merebahkan diri kembali, di susul Bona yang juga ikut merebahkan tubuh di samping Seola karena penasaran, sambil merangkul leher lelaki itu.

"Janji ya jangan berubah pikiran setelah aku kasih tau sesuatu. Kita tetep bakalan pergi jalan-jalan ke Sydney nanti buat beli yang kamu mau semalam."

Bona semakin merapat pada Seola, dan meletakan kepalanya dengan nyaman dibahu lelaki itu. "Nggak tau nanti."

Seola menyalakan tablet Bona, lalu setelahnya memperlihatkan sebuah isi surel yang masuk beberapa hari lalu. Seharusnya Bona yang tau lebih awal, namun beberapa hari ini tablet itu Seola gunakan untuk bekerja – karena Bona sendiri jarang menggunakannya dan lebih nyaman menggunakan handphone (katanya).

"Sebenernya ini udah ada dari tiga hari yang lalu. Tapi karena kita kebetulan sama-sama sibuk, aku jadi nggak berani buat beritahu kamu langsung."

Bona menutup mulutnya sendiri dan langsung duduk karena terlalu kagetnya. Dia berulang kali memukul lengan Seola dengan perasaan bahagia.

"Ini beneran?" tanya Bona memastikan, masih terlalu exited.

Dengan mantap Seola mengangguk, seolah tak ada keraguan. "Iya. Sekaligus rencana cuti yang udah aku buat disana sama yang lain."

"Kalo gitu ayo kita packing sekarang."

Seola segera menahan tangan Bona yang sudah turun dari kasur. "Terus ke Sydney-nya?"

"Ada hal yang lebih penting daripada di Sydney, sayang."

"Yaahhh.... Kaannn..." Seola menekuk wajahnya cemberut.


*****


Setelah lama terbang dari Sydney ke Korea, begitu dari bandara Seola dan Bona langsung pergi ke tempat lain alih-alih pergi untuk boking hotel dan istirahat. Membuat Seola khawatir setengah mati pada Bona yang katanya sudah jetlag sedari tadi, tapi tetap bersikeras untuk pergi.

"Masih banyak hari, kita pergi besok saja. Wajahmu sudah sangat pucat."

Masih dengan pendiriannya Bona menggelengkan kepalanya lemah dan tersenyum lebar pada Seola, berusaha menyakinkan lelaki itu jika dirinya baik-baik saja.

"Kenapa kamu keras kepala sekali sih?" rajuk Seola, menatap kesal Bona.

"Aku sudah menginginkannya sangat lama. Kamu tau kan kalo orang exited itu gimana?"

Seola menghembuskan nafasnya berat, percuma saja jika dia berdebat dengan Bona seperti ini, ujung-ujung nya dia pun kalah. Seola pun hanya bisa pasrah. Dia tidak bisa memaksa lagi.

Setelah memakan waktu kurang lebih 45 menit diperjalanan, mobil taxi yang mereka tumpangi berhenti persis didepan bangunan minimalis berlantai tiga bergaya monokrom. Tanpa membuang waktu lagi, Bona langsung masuk kedalam sana diikuti oleh Seola. Sebelumnya Seola memerintah sang taxi untuk menunggu, karena tidak mungkin membawa barangnya yang cukup banyak kedalam.

"Disini!"

Suara itu seketika menarik pasangan Kim. Bona dengan bahagia langsung berlari dan menubruk orang yang baru saja berseru. Itu Luda yang sedang bersama Eunseo dan Yeoreum.

"Uri Ludi!" Bona tak kuasa lagi menahan kebahagiannya. Berulang kali memeluk Luda erat, bahkan enggan melepaskannya ketika Eunseo memintanya untuk bergantian.

"Kak, lo berdua langsung kesini?" tanya Eunseo tak percaya melihat taxi yang ada didepan sana.

Seola mengangguk lemah. "Dia nggak berubah dari dulu Seo kalo udah exited."

Mereka pun duduk bersama melingkari meja bersama minuman dan makanan ringan yang terhidang. Bona tak henti-hentinya memutar kepala kesana kemari, menyisir seluruh sudut caffe yang dulu sering disinggahi bersama yang lain.

Yang menurut Bona sendiri caffe ini tidak ada yang berubah sama sekali. Gaya monokrom yang terkesan santai dan nyaman itu sangat disukai olehnya, terlebih lagi suasananya yang sangat tenang, meskipun ada sedikit kebisingan dari alat pembuat minuman.

"Unnie nggak apa-apa?" tanya Luda khawatir, melihat Bona yang tiba-tiba meneteskan air mata, terlebih lagi wajahnya yang memang sangat pucat. Luda menyeka pipi Bona yang basah.

Bona menggeleng pelan bersama senyum khasnya. "Kangen. Akhirnya bisa pulang ke rumah dan ketemu kalian lagi." Ungkapnya sambil sesekali tertawa hambar.

Luda lantas memajukan kursinya dan langsung memeluk Bona, tiba-tiba hatinya merasakan sedih setelah mendengar penuturan tersebut. Sedangkan Seola yang duduk disebelah Bona hanya bisa mengusap punggungnya dengan penuh kasih sayang.



~~~~~~~~~~

Discover : Time, Love, & DiedTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang