23

86 8 8
                                    

AUTHOR's POV

*Beberapa Minggu Kemudian*

Harry menghela napasnya dengan lega setelah mematikan komputer di atas meja kerjanya. Ia meregangkan otot-ototnya dan menggeram saat mendengar suara tulang-tulang yang bergemelatuk.

Hari ini Harry bekerja non-stop. Bahkan Harry memakan makan siangnya sambil mengetik dokumen-dokumen penting di komputer. Meski begitu, bekal yang Abel bawakan untuk Harry dapat membuatnya kenyang dan berenergi untuk lanjut bekerja.

Sejak mereka kembali serumah, Abel menjadi tekun menyiapkan bekal untuk Harry. Sayangnya, Abel tidak bisa sering-sering mampir ke kantor karena ada Rookie yang Abel tidak tega tinggalkan.

Harry mengambil ponselnya, langsung membuka aplikasi kamera CCTV yang ia pasang di ruang tamu rumahnya dengan Abel. Senyumnya langsung merekah begitu ia melihat gadisnya tersorot kamera.

Abel tau kalau di ruang tamunya sudah ada kamera, namun ia tidak tau kalau Harry sedang melihatnya sekarang.

Terlihat Abel sedang duduk bersila di atas karpet, berhadapan dengan Rookie yang menggoyangkan ekornya dengan girang.

Dengan tangannya, Abel mengisyaratkan Rookie untuk duduk, kemudian memberikan snack sebagai hadiah kalau Rookie mau patuh. Abel juga melatih Rookie untuk berguling, bersalaman, bahkan sampai berpura-pura mati saat Abel menembaknya dengan pistol dari tangan.

Rookie tumbuh menjadi anjing yang pintar di tangan Abel. Gadis itu benar-benar menunjukkan rasa kasihnya terhadap Rookie, bahkan rela melatihnya hingga kelelahan.

Saat sedang asik melihat Abel bermain dengan Rookie, tiba-tiba pintu ruangan Harry terbuka dan ia pun langsung menyembunyikan ponselnya.

Rebecca.

Ya, ia masuk tanpa mengetuk pintu karena memang itu kebiasaannya dengan Harry, apalagi kalau waktu kerja telah usai dan karyawan lain sudah mulai berpergian.

"Aku mau ngomong, Harry."

Saat yang Harry hindari, kini datang juga.

Harry dan Rebecca memang belum saling mengakhiri apapun yang terjadi di antara mereka. Hanya saja, hubungan mereka berubah karena Harry yang selalu menghindar dan bersikap professional.

Padahal sebelumnya, Harry selalu memanggil Rebecca ke ruangannya dan saling bermesraan untuk melepas penat. Kini, Harry tidak ragu untuk meminta Rebecca keluar dari ruangannya jika tidak ada urusan pekerjaan yang harus dibahas.

Harry mengumpat dalam hatinya saat Rebecca semakin mendekat.

"Kamu menghindar dari aku lagi."

"Becca--"

"Kenapa, Harry? Apa aku ada salah sama kamu?"

Mendengar nada bicara Rebecca yang rintih, membuat Harry merasa sangat bersalah. Ia tidak tega menyakiti Rebecca yang sudah sangat sabar dengannya. Rebecca adalah wanita yang baik dan pengertian. Setiap kali ada masalah dengan hubungan mereka, Rebecca tidak pernah menuduh Harry akan apapun.

Harry menarik napasnya dalam-dalam, sebelum menghela dengan kasar. Harry sadar kalau ia harus mengakhiri semuanya sebelum ada yang semakin tersakiti.

"Becca. Jujur, menurut aku kita gak bisa teruskan hubungan ini."

Dilihatnya Rebecca mengangguk pelan, walaupun hatinya menolak perkataan Harry.

"Okay." Rebecca berbisik. "But why?"

"Aku udah gak ada perasaan lagi, Becca."

Perasaan yang ada di hati Harry kini hanyalah rasa kasihan. Tapi tidak mungkin ia mempertahankan hubungannya dengan Becca hanya karena kasihan. Itu akan membuat Harry menjadi lelaki yang lebih brengsek.

Arranged//H.S.Where stories live. Discover now