13

55 13 2
                                    

Sepanjang perjalanan menuju kantor, Harry tidak pernah melepaskan genggaman tangannya pada tangan Abel. Mereka berdua semakin mesra layaknya pasangan baru, walaupun memang benar kenyataannya bahwa hubungan mereka masih terbilang baru.

Belum ada kata-kata cinta yang terlontar dari mulut masing-masing untuk satu sama lain. Mereka hanya lebih dekat, selayaknya pasangan suami istri pada umumnya.

Sesampainya di kantor Harry, pria itu langsung berlari kecil ke sisi Abel untuk membukakan pintu. Setelah kembali menggenggam tangan Abel, Harry melemparkan kunci mobilnya ke satpam yang biasa memarkirkan mobil Harry jika ia malas berjalan jauh.

"Pagi, Pak Harry. Pagi juga, Dek Isabelle." Sapa petugas resepsionis di balik mejanya.

"Gue dipanggil Dek sama dia, Harry. Dia gak tau aja gue nyonya di sini." Bisik Abel, membuat Harry terkekeh.

"One day, Isa. They'll know."

Mereka terus berjalan hingga tiba di dalam elevator yang kosong. Saat pintunya hampir tertutup, Harry melihat seseorang berlari ke arah elevator. Pun Harry menekan tombol tanda buka sehingga pintu besi tersebut tidak jadi tertutup.

"Makasih, Pak Harry." Rupanya Becca yang datang terburu-buru.

Harry melepaskan genggamannya dari Abel dan berdiri tegak, bersandar pada dinding sembari elevator membawa mereka naik ke lantai atas.

Canggung.

Sementara Abel, matanya menatap nanar pada Harry. Ia heran kenapa Harry melepaskannya di depan Becca, tapi tidak di depan karyawan lain. Suatu hari mereka akan tau, kata Harry. Namun bagaimana dengan Becca?

"Pak," Panggil Becca, membuat keduanya menoleh pada wanita itu. "Saya masak lebih buat bekal hari ini. Diterima ya, Pak. Semoga suka."

Abel memutar bola matanya, menyaksikan kotak makan Becca berpindah tangan ke Harry.

"Terima kasih, Becca." Ujar Harry dengan senyumnya.

"Sama-sama, Pak. Ehm.. tapi porsinya cuma cukup untuk 1 orang, Pak. Saya gak tau kalau keponakan Bapak ikut ke kantor lagi." Becca melirik sekilas pada Abel.

"Oh, gapapa kok, Bec--"

"Gue gak laper juga. Makasih." Abel memotong ucapan Harry.

Becca terlihat memaksakan senyumannya kemudian menunduk, sementara Harry menggaruk tengkuknya yang tidak gatal.

Awal yang sangat tidak baik.

ISABELLE's POV

Kenapa gue semakin benci sama Becca? Dulu, gue bisa aja bersikap bodo amat walaupun gue gak suka sifat genitnya. Tapi sekarang, gue ngerasain ada sesuatu yang bikin gue pengen bilang ke semua orang kalo gue ini istrinya Harry dan Harry suami gue.

Dulu gue bisa terima waktu Harry kenalin gue sebagai ponakan, sekarang gue ngerasa tersinggung.

Gue perhatiin sejak Becca masuk ke dalem elevator, dia selalu curi pandang ke Harry terus senyum-senyum sendiri abis itu.

Belom aja gue colok matanya.

Begitu pintu elevator kebuka, gue jalan lebih dulu dari Harry sama Becca. Gue gak mau lama-lama di ruangan yang cuma ada Harry sama Becca doang.

Samar-samar gue denger Becca sama Harry ngomong sesuatu, tapi gak gue gubris karena gue maunya langsung ke ruangan Harry.

"Selamat bekerja, Pak Harry."

Najis.

"Terima kasih, Becca. Kamu juga."

Genit.

Nyampe di ruangan Harry, gue langsung buka pintunya terus sengaja gue tutup agak kasar. Gue gak tau kalo Harry ngikutin gue di belakang, jadinya hidung dia kena pintu waktu gue tutup. Biar aja. Biar tambah belang hidungnya.

Arranged//H.S.Where stories live. Discover now