14

45 11 4
                                    

Seperti hari-hari biasa, Abel telah bangun pada pukul setengah 7 pagi. Ia bangkit dari posisinya lalu tersenyum lembut saat mendapati tangan Harry jatuh di pinggulnya.

Abel menoleh, melihat pria itu masih pulas dengan warna kantung mata yang lebih gelap dari biasanya.

Saat nyawa Abel sudah terkumpul, ia mulai bertanya-tanya kapan Harry pulang semalam dan bagaimana Abel bisa berpindah dari meja makan, ke kamar. Pada tubuhnya hanya tersisa tanktop dan celana pendek yang ia gunakan sebagai dalaman kemarin.

Sadar ia belum mandi setelah pulang dari pasar malam, Abel pun bergegas meninggalkan ranjang untuk masuk ke kamar mandi. Namun saat hendak mencuci tangan, Abel menyadari ada sesuatu yang baru di pergelangannya.

"Gelang.." Gumam Abel, sedikit lupa dari mana ia mendapat gelang itu.

Begitu melihat inisial H terukir di bagian metalnya, Abel langsung teringat kalau ia membeli gelang itu di pasar malan.

"Loh.. kok satu doang? Lainnya mana?" Abel mulai panik, mengira ia telah menjatuhkan gelang yang satunya dan benda itu sudah hilang.

Tidak jadi mandi, Abel berlari keluar kamar hingga ke ruang makan. Ia mencari dan meraba seluruh sisi meja makan, sampai ke kolong meja.

"Duh, masa ilang sih?!" Abel menggerutu.

Hampir setengah jam Abel keliling rumah sampai mengacak-acak karpet di ruang tamu demi mencari benda murah itu.

Keadaan rumah saat ini sudah menjadi seperti kapal pecah. Bantal sofa berserakkan di lantai, karpet berlipat-lipat, hingga meja-meja dan kursi yang berubah posisi.

Abel tau kalau Harry tidak akan senang melihat kekacauan ini saat ia bangun nanti, namun Abel tidak peduli. Gelang itu cukup berarti untuknya. Dia bahkan belum memberikannya pada Harry!

"Isa..." Panggil Harry terbata, menganga atas pemandangan ruang tamunya.

Abel yang tadinya masih merangkak di lantai, kini berdiri tegak dan menatap Harry dengan takut.

"Isa, kamu ngapain berantakkin rumah?" Harry terdengar marah.

"H-harry... nanti gue beresin lagi kok, janji! Tapi abis gue ketemu barang yang gue cari."

Harry menghela napasnya. Marah-marah di pagi hari sangatlah menguras tenaga bagi pria itu. Ia tidak ingin amarahnya terbawa sampai seharian nanti.

"Kamu cari apa, Isa? Kenapa harus sampai begini?"

"Ini loh..." Isa melangkah lebih dekat pada Harry. "Lo liat gelang kayak gini nggak? Semalem abis dari pasar malem, gue ketiduran di ruang makan terus bangun-bangun udah di kamar. Tadinya ada 2 sekarang tinggal 1, bantu cari--"

Ocehan Abel terpotong cepat saat Harry mengudarakan tangan kirinya ke depan mata Abel. Gadis itu terdiam sejenak sampai ia menyadari kalau gelang yang Harry kenakan, sama dengan miliknya.

Harry tersenyum, "Semalem saya langsung pake gelangnya."

Kedua mata Abel kini beralih ke mata Harry. Panik yang ia rasakan tadi telah berganti menjadi tenang dan teduh yang mendalam.

"I-iya.. itu emang buat lo." Jawab Abel, mendadak gugup.

"Ah, manisnya."

Abel mengernyit, "Manis dari mananya? Gelang ini gak seberapa sama jaket designer yang lo beliin buat kita."

"Bukan masalah harga, Isa. Itu artinya kamu masih inget sama saya walaupun kamu lagi jalan sama laki-laki lain. Sweet."

Abel mengambil langkah mundur seraya memutar bola matanya. Ia tidak suka saat Sebastian atau Harry memojokkannya dan membuatnya bertanya-tanya soal perasaannya terhadap Harry.

Arranged//H.S.Tempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang