19. A Good Bad Day

17 2 0
                                    

"Gue gak bisa. Maaf," Malik dengan tegas menolak permintaan Savero. Ia tidak bisa memenuhi permintaan Savero meskipun Savero sudah berusaha membujuknya dengan membawa Gia bersama mereka.

Sorot mata Malik berbeda. Tidak seperti ia yang ceria. Malik juga tampak tegas dan tidak bisa melunak terhadap permintaan Savero sekalipun Gia bersama mereka.

"Tapi kenapa? Lo gak mungkin nolak permintaan gue tanpa alasan." Savero coba mencari tahu.

"Tolong, kali ini jangan paksa gue. Dan gak perlu bawa-bawa Gia karena itu gak akan merubah keputusan gue." Malik menegaskan sekali lagi. "Perasaan gue ke Gia gak membuat gue berubah pirikan. Apapun itu selama menyangkut Rumah Sakit Sinha, gak bisa gue penuhi. Titik."

Lala diam. Ia menatap Malik cukup lama. Sejak tadi sudah hampir setengah jam bicara nyatanya Malik tetap tidak merubah keputusannya. Padahal Gia sudah membantu Lala bicara. Tapi tetap tidak bisa membuat Malik merubah keputusannya. Ia bersikeras menolak. Dan baik Savero maupun Gia tidak bisa memaksanya.

"Lo pelakunya? Atau salah satu anggota keluarga lo?"

Pertanyaan itu terlontar begitu saja dari mulut Lala. Tujuannya hanya satu, mengonfirmasi sesuatu.

"Kalau bukan lo, mungkin aja orang-orang yang kerja di rumah sakit itu atau kemungkinan lainnya adalah salah satu dari mereka tau kejadian sebenarnya tapi memilih bungkam karena ancaman."

Malik menggeleng. "Terserah tebakan lo gimana. Gue gak akan ngomong apa-apa."

Lala tersenyum miring. "Oke," katanya. "Kalau lo gak bisa bantu, itu artinya lo ngasih gue kebebasan buat ngelakuin yang gue mau. Asal lo tau aja, sekali tepuk gue bisa abisin keluarga Sinha."

Lala beranjak. Ia menatap Malik dingin kemudian menoleh pada Gia. "Ayo!" ajaknya lalu pergi lebih dulu.

Gia mengangguk dan ikut beranjak. Ia masih sempat menoleh pada Malik dan menggelengkan kepalanya. "Lo bener-bener nyari mati," ucapnya kemudian menyusul Lala.

Malik tampaknya tidak goyah. Hingga akhirnya Savero pun beranjak dan menatap Malik cukup dalam.

"Gue gak mau ikut campur sebenarnya. Tapi, mereka lebih gak terduga, Mal. Ini cuma peringatan. Ucapan Lala bener-bener bisa dia dilakukan."

"Dan lo pikir gue percaya?" Malik menantang. "Jangan karena lo suka sama Lala dan mau ngelakuin apapun buat dia. Lo jadi buta dan gak peduli lagi sama gue. Bagaimanapun itu keluarga gue dan gue gak mungkin membahayakan posisi mereka."

"Tapi lo yang dulu ngeyakinin gue buat percaya sama Lala dan teman-temannya. Lo yang ngeyakinin gue kalau mereka beda. Dan saat gue udah kenal mereka, malah lo yang ragu sama kemampuan mereka." Savero menahan emosinya. Ia menarik napas kemudian menghembuskannya perlahan. "Soal keputusan lo dengan alasan melindungi keluarga. Gue gak akan ikut campur. Terserah lo aja. Sama seperti gue yang gak akan ikut campur atau menghalangi apa yang mau Lala lakukan."

Savero pun pergi meninggalkan Malik tanpa menoleh sedikitpun. Ia menyusul Lala dan bergabung dengannya. Untuk kali ini Savero memutuskan untuk berada di sisi Lala apapun yang terjadi.

•••

Jeff dan Neo berjalan terburu-buru masuk ke ruangan kerja mereka di Coyote. Ruangan itu secara resmi adalah markas mereka. Tempat semua hal-hal rahasia mereka bahas termasuk rencana-rencana penting mereka susun.

Kali ini fokus utamanya adalah mencari kebenaran dibalik kasus meninggalnya mama Lala. Dan bonusnya tentu saja menguasai satu demi satu target yang mereka jalankan bersama. Sekali tepuk dua tiga pulau terlampaui.

Jeff dan Neo duduk kembali memimpin rapat. Kali ini formasi lengkap dengan tambahan Mas Evan, Ana, dan tentu saja Savero. Meski mereka masih menaruh waspada, tapi Lala meyakinkan mereka bahwa Savero bisa dipercaya.

Another ColorWhere stories live. Discover now