11. Meet My Girl

22 4 2
                                    

Mata itu sangat indah. Menatap dengan teduh dan menenangkan. Mata itu jernih, terpatri sempurna di wajah Lala yang begitu membekas di ingatannya. Dulu, Milo jatuh cinta. Tergila-gila pada paras sempurna Ileana Nabastala. Hingga ia tersadar bahwa perasaan saja tidak ada gunanya apabila Lala tidak bisa memberikan apa yang ia inginkan. Lala tidak bisa menjadi pendukungnya untuk mewarisi tahta tertinggi di keluarganya. Lala memilih mengejar ambisi dan cita-citanya sebagai pelukis dan bukan pebisnis seperti anggota keluarga lain. Dan sejak saat itu, Milo memilih mundur. Ia pergi jauh untuk melupakan rasa cintanya pada Lala. Ia pergi jauh untuk kembali pada realita bahwa perasaan hanya semu dan tidak membawakannya tahta.

"Hai," Milo menyapa setelah berhasil menguasai dirinya yang sesaat terpesona dengan kecantikan Lala. "Long time no see. Apa kabar? Aku dengar kamu baru diseret pulang. Tapi sepertinya kamu berhasil kabur."

Berpisah dari Lala bukan berarti tidak mengetahui keberadaannya atau kabarnya. Ia tahu meski secara tidak langsung. Dan baru kali ini Milo bisa bertatap muka secara langsung setelah perpisahan mereka beberapa tahun yang lalu.

"Seperti yang kamu lihat. Aku baik-baik saja. Soal diseret pulang, kayaknya Nadin udah cerita banyak, ya?" Lala tersenyum anggun. Sorot matanya terkesan tegas dan mengintimidasi. "Pertama, aku gak diseret pulang. Aku hanya dipaksa pulang oleh Kak Alden. Itupun karena aku kabur dalam perjodohan tempo hari dan itu membuat keluargaku marah. Dan yang kedua, aku gak kabur. Savero nyulik aku dan nahan aku di rumah mamanya. Katanya kangen dan gak bisa ditahan." Lala menoleh pada Savero dan tersenyum manis.

Savero membalas senyuman itu dengan kagum. Lelaki itu tampak memuja dan menatap penuh cinta.

"Oh, jadi kalian berhubungan? Pacaran?" tanya Nadin menginterupsi.

Lala menatap saudara tirinya itu dan hendak menjawab. Namun Savero lebih dulu memotong. "Calon tunangan, bukan cuma pacar." Ia menegaskan.

"Jadi kamu memilih Savero?" Milo menatap Lala dengan tegas. Seperti ada kekecewaan di sorot matanya. "Kabur dari perjodohan dan memilih adik tiriku?"

Lala membalas tatapan itu dengan lembut dan senyuman. "Iya. Aku memilih bersama Savero. Aku tidak tahu kedepannya ini menjadi pilihan yang tepat atau tidak. Tapi bersama Savero, semua rasanya lebih mudah."

Milo diam sejenak. Ia kemudian tersenyum dan membuang napas sekaligus. "Baguslah. Dua orang tidak berguna yang tidak punya ambisi akhirnya menemukan satu sama lain. Beruntung Nadin yang dijodohkan sama aku menggantikan kamu. Jadi aku gak perlu khawatir sama masa depanku."

Baik Lala maupun Savero sama-sama diam. Namun mereka akhirnya tersenyum. "Terserah apa katamu," balas Savero. "Kami gak ada waktu untuk menanggapi omong kosong ini. Buang-buang waktu," lanjutnya.

Beberapa saat kemudian, seseorang yang tak asing menghampiri mereka. Ia pelukis yang mengajak Lala kenalan dan berbicara kemarin. Savero menyambutnya ramah.

"Hai, akhirnya ketemu lagi," lelaki itu menyapa Lala dengan ramah seperti kemarin. "Seperti ucapan lelaki ini, katanya aku bisa berkenalan kalau kita ketemu lagi. Kenalkan, aku Nayaka. Panggil aja Naka." Lelaki bernama Naka itu mengulurkan tangannya pada Lala.

"Saya Ileana," Lala membalas uluran tangan Naka dan menjabatnya sesaat. "Senang bertemu dengan Anda. Perkenalkan juga, ini Savero, calon tunangan saya."

Diperkenalkan demikian, Savero pun menjabat tangan Naka dengan senyum lebar. "Hai, saya Savero. Maaf atas sikap kurang sopan saya tempo hari. Semoga tidak menyinggung Anda."

Naka membalas jabatan tangan Savero dengan senyuman. "Tidak masalah. Saya pun akan bersikap sepertimu jika memiliki pasangan yang mempesona seperti Ilea."

Another ColorTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang