Juu-Ichi

568 117 44
                                    

Satu minggu ini, wilayah kerajaan Neo Arcadia mulai aman terkendali. Tidak ada keluhan rakyat soal kejahatan yang beberapa bulan belakangan ini marak terjadi. Tidak ada keluhan soal para bandit yang meresahkan. Dengan itu pula, kisah tentang sang Heroine yang sering disebut sebagai Dark Knight pun seketika sirna begitu saja.

Joanar duduk seorang diri di dekat tempat pelatihan. Tangannya yang sebelah aktif memainkan sebuah belati berukir naga. Pikirannya menerawang jauh, memikirkan sosok Heroine yang sampai saat ini belum diketahui identitasnya.

"Dengan cara apa lagi aku bisa menguak sosok Heroine itu? Tidak ada satupun petunjuk yang bisa aku jadikan sebagai bukti spesifik." Gumam Joanar. Sebenarnya banyak hal yang ingin ia ketahui dari rahasia besar di balik sosok sang Heroine. Kenapa Heroine itu harus beraksi saat malam hari saja? Kenapa Heroine itu tidak mau menunjukkan diri di depan orang-orang yang telah dibantunya? Juga, sehebat apa Heroine itu sampai dipilih sebagai pemilik pedang Anathema?

Joanar makin termenung, "pedang itu adalah pedang kutukan yang bisa menyerap sihir. Itu artinya, sang Dark Knight adalah seseorang yang tidak memiliki sihir. Iya kan?" Tanyanya lagi pada diri sendiri.

Sedang asiknya merenung, Joanar mendengar suara ringkikan kuda yang tengah berlari. Ia menoleh dan keningnya mengernyit seketika. Bukankah itu sang Tuan Putri? Batinnya. Iya benar, Joanar tidak salah lihat. Seseorang yang menunggang kuda tadi adalah Tuan Putri Airi.

Seketika Joanar teringat hari itu. Hari dimana ia mengatakan hal buruk pada sang Tuan Putri. Jika diingat kembali, Joanar sudah banyak mengatakan hal yang tidak baik pada gadis itu.

Manja? Arogan? Apakah Airi benar-benar seperti yang orang-orang katakan selama ini? Gadis yang memiliki sifat manja dan arogan tidak mungkin mau mengucapkan kata 'maaf' bukan? Atau Airi hanya seperti itu saat dengannya saja? Untuk menarik perhatiannya mungkin?

'Kau hanya gadis cacat yang tidak berguna, Airi!!!'

Wow, Joanar. Mulutmu benar-benar berbisa. Benar-benar mulut iblis. Joanar mengucapkan kata keramat bagi sang Tuan Putri. Gadis cacat, ha? Secara terang-terangan Joanar menghina Tuan Putrinya yang terlahir tanpa sihir. Oh ayolah, jangankan Airi, orang yang memiliki sihir saja jika dikatai seperti itu akan sakit hati. Apalagi jika orang itu benar-benar cacat.

Joanar mengingat ucapan Meridha hari itu, 'Mungkin selama ini Airi masih bisa tersenyum dan tertawa saat orang lain menghinanya. Tapi ketahuilah, Joanar, ketika lelaki yang dia cintai melakukan hal itu juga, hatinya benar-benar hancur. Itu jauh lebih menyakitkan daripada tertusuk pedang sekalipun. Tidakkah kau memikirkan hal itu?' Bodohnya Joanar tidak pernah memikirkan itu sama sekali. Entah kenapa ia selalu emosi jika dihadapkan dengan sosok Airi.

Jujur saja Joanar menyesal. Kemarin ia benar-benar emosi, benar-benar khawatir akan keselamatan Airi. Bayangkan saja, gadis itu berdiri menantang di hadapan 2 kuda yang tengah berpacu cepat. Jika terlambat 1 detik saja Joanar dan Meridha menghentikan pacuan mereka, mungkin saat itu Airi benar-benar tinggal nama. Tapi siapa sangka, rasa khawatir Joanar malah berujung mala petaka. Saking kesalnya, ia malah mengeluarkan kata-kata yang begitu menyakiti hati Airi. Bahkan sahabatnyapun marah pada Joanar.

Joanar menghela nafas panjang. Ia seperti merasa..kehilangan? Entahlah. Tapi yang jelas, sejak kejadian hari itu, Airi tidak pernah datang lagi untuk sekedar mengganggunya. Airi juga tidak pernah terlihat dimanapun. Biasanya Airi akan berkeliling di sekitar istana dengan pengasuhnya. Tapi pengasuhnya sedang pulang ke kampung halaman karena masalah keluarga. Meski begitu, biasanya Airi akan berkeliling sendiri atau dengan Meridha mungkin. Tapi sejak hari itu, Airi benar-benar tidak terlihat. Baru tadi ia melihatnya lagi dan entah sang Tuan Putri itu darimana dengan si kuda putih Athena.

Omong-omong soal kuda, kuda putih itulah penyebab awal mula petaka hari itu. Joanar baru ingat jika kuda itu adalah kuda milik Airi. Kuda yang Raja Aleaxan berikan untuk Airi di ulangtahun gadis itu yang ke-17. Wajar saja jika Airi marah kudanya ditunggangi orang lain.

Joanar berdiri dari duduknya. Kemudian menunggangi kudanya dan pergi. Hanya perjalanan santai antara Joanar dan si kuda hitam kesayangannya, Arthur. Ia menatap sekeliling, semua terjadi seperti seharusnya, sangat membosankan. Tanpa Joanar sadari, kudanya berhenti di depan istana bagian Selatan. Istana tempat Tuan Putri Airi tinggal.

Joanar turun dari kudanya. Ia tertegun sejenak, untuk apa ia ke tempat ini? Sedang asiknya melamun, seorang penjaga menghampirinya.

"Ares, apa yang anda lakukan disini?"

Joanar langsung menoleh. Ia sendiri bingung kenapa ada di tempat ini. "Tuan Putri ada di dalam?" Joanar semakin bingung sesaat setelah menanyakan hal itu.

Penjaga itu mengangguk kecil. "Ya, Tuan Putri Airi di dalam, Ares. Tetapi Tuan Putri Airi tidak mengizinkan siapapun untuk masuk ke dalam istananya." Jawab penjaga itu membuat Joanar terdiam.

Joanar akhirnya mengangguk paham. Ia berterimakasih dan penjaga itu segera berlalu dari hadapannya.

Joanar mendongak menatap pintu gerbang istana bagian Selatan yang menjulang tinggi. Setelah dipikir-pikir, ia belum pernah masuk ke dalam sana. Joanar jadi penasaran, seperti apa tempat Airi tinggal?

Joanar pernah mendengar dari beberapa pelayan yang memang bekerja di istana bagian Selatan, mereka bilang, di dalam sana banyak pohon Sakura yang sangat indah ketika bunganya bermekaran. Bunga yang berasal dari Negeri Matahari Terbit itu merupakan bunga kesukaan Airi, warnanya senada dengan warna rambut gadis itu. Joanar juga pernah mendengar bahwa Airi sendiri yang meminta istananya ditanami banyak pohon Sakura.

Ah, entah kenapa Joanar jadi semakin penasaran! Haruskah ia menerobos masuk untuk sekedar 'melihat bunga Sakura'.

"Ares."

"Astaga." Joanar terkejut saat tiba-tiba ada yang menepuk pundaknya pelan di tengah lamunan itu. Ia menoleh dan mendapati pengasuh sang Tuan Putri sedang tersenyum tipis ke arahnya. "Nyonya Sarah." Sapa Joanar balik.

Senyum Sarah semakin merekah, "apa yang anda lakukan disini? Mencari Tuan Putri?" Tanyanya.

Joanar kikuk dengan pertanyaan Sarah. Ia sendiri bingung kenapa ada disini. Tapi kemudian ia mengingat sesuatu, untuk sekedar pengalihan. "Bukankah nyonya sedang pulang ke kampung halaman karena masalah keluarga? Kapan nyonya kembali kesini?"

Sarah tertawa kecil, "saya pulang ke kampung halaman karena anak saya yang sakit. Karena anak saya sudah kembali sehat, sayapun kembali ke istana, Ares." Joanar hanya manggut-manggut. "Lalu apa yang anda lakukan disini?"

Sial, padahal Joanar sudah mengalihkan atensi si pengasuh tadi, tapi tetap saja ingat. Joanar kan jadi salah tingkah. "Tidak ada. Kebetulan aku sedang patroli dan sekarang aku akan kembali." Ia menaiki kudanya lagi. "Kalau begitu saya permisi, nyonya Sarah."

Sarah hanya mengangguk sambil tersenyum, kemudian Joanar pergi menunggangi kudanya. "Patroli? Sejak kapan Panglima Kerajaan melakukan patroli? Bahkan sampai ke istana Selatan." Sarah terkekeh kecil sambil geleng-geleng kepala. "Percintaan anak muda memang menggemaskan." Seandainya Sarah tahu jika Panglima Kerajaan itu sudah menyakiti hati Tuan Putri kesayangannya, pasti senyum di wajah Sarah untuk sang Ares langsung hilang. Hanya tinggal menunggu waktu sampai Sarah mengetahui semuanya. Ia akan menjadi garda terdepan saat Airi kecilnya disakiti.

20 Juli 2023

The Dark Knight ✔Where stories live. Discover now