BAB 28

276 15 0
                                    

“Ngapain pergi ke sana sih, Sayang? Kamu gak percaya kalau aku bisa mengatasi semuanya?” Pertanyaan beruntun dilayangkan pada Intan

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.

“Ngapain pergi ke sana sih, Sayang? Kamu gak percaya kalau aku bisa mengatasi semuanya?” Pertanyaan beruntun dilayangkan pada Intan.

Wanita itu masih diam, ia masih sibuk melakukan perawatan wajah di depan cermin. Rutinitas baru yang ia lakukan sebelum tidur agar kulitnya tetap terawat.

“Bukan begitu, Om. Tapi aku cuma ngerasa khawatir sama keadaan Ibu,” jawabnya setelah beberapa menit tidak merespon pertanyaan Ferdi, kecuali helaan napas kasar saat mendengar pertanyaan dari pria yang sedang duduk bersandar di dipan.

“Gak perlu khawatir, semua sudah beres. Yakin saja, pasti para penjahat itu gak akan berani lagi mengganggu keluarga kamu di sana. Lebih baik kamu fokus sama kandungan kamu saja. Yang lain biar aku yang selesaikan,” jelas Ferdi panjang lebar. Ia hanya tidak ingin sang istri stres dan mempengaruhi janin yang berada dalam kandungannya.

“Oke ... oke,” jawab Intan pasrah. Ia sedang tidak ingin berdebat. Tubuhnya sangat lelah dan ingin segera beristirahat.

Merasa sudah cukup, wanita yang menggunakan piyama berbahan satin dengan warna pink itu segera bangkit dari kursi dan berjalan perlahan ke arah tempat tidurnya.

Sekilas ia melihat Ferdi tersenyum ke arahnya sebelum akhirnya pria itu mengubah posisi menjadi berbaring. Tangan kanannya menepuk pelan kasur sebagai kode agar Intan tidur lebih dekat dengannya.

“No. Aku pengen istirahat lebih awal.” Intan segera menolak, padahal Ferdi tidak mengatakan apa-apa. Tentu saja sikap wanita itu membuat Ferdi tertawa.

“Aku bahkan tidak mengatakan apapun, Sayang. Emang kamu pikir aku mau ngapain?” Tawa Ferdi kembali pecah ketika melihat wajah Intan merona karena malu.

“Udah, gak lucu,” tutur Intan kesal, kemudian memilih untuk berbaring seraya memunggungi suaminya dengan jarak cukup jauh.

“Dih, gitu aja ngambek.” Ferdi mendekat lalu memeluk tubuh mungil Intan dari belakang. Sikap Ferdi membuat Intan tersenyum. Tidak ingin munafik, ia memang menyukai pelukan hangat dan menenangkan dari tubuh suaminya, bahkan sekedar pegangan tangan pun ia sudah senang.

*
Suasana kamar seperti pagi-pagi sebelumnya, ia selalu terbangun saat matahari sudah terbit karena setelah subuh, ia memilih untuk tidur kembali. Dan seperti biasa, ia tidak pernah menemukan sang suami di kasur saat pagi.

Wanita itu sudah hapal ke mana suaminya pergi, tetapi kali ini tebakannya salah. Ia menduga jika suaminya sedang berolahraga di ruang gym. Namun, ternyata suaminya sedang berada di kamar mandi. Suara pria yang muntah itu terdengar ngeri di telinganya.

Ingin senang, tetapi Intan juga tidak tega melihat sang suami mengalami morning sickness yang seharusnya dialami oleh wanita hamil pada umumnya. Wanita itu menyingkap selimut berwarna putih dari tubuhnya lalu mengubah posisi menjadi duduk dan sedikit meregangkan otot yang kaku.

Kaki putihnya menapak ke lantai yang dingin, lalu memakai sendal rumahan yang menutupi seluruh kakinya. Bergegas Intan melangkah ke kamar mandi dan membawa segelas air putih yang terletak di atas nakas.

“Sakit, ya? Apa perlu ke dokter untuk meminta obat agar mengurangi rasa mual?” Intan sangat khawatir melihat keadaan suaminya.

“Boleh, nanti aku ke dokter sendirian. Kamu di rumah aja, ya. Kan hari ini gak ada jadwal kuliah,” jawab Ferdi setelah berkumur dan mencuci muka, sementara Intan hanya menjawab dengan anggukan.

“Ya sudah, kamu mau keluar atau mau ikut mandi?”  tanya Ferdi seraya menarik-turunkan alisnya untuk menggoda sang istri yang kini pipinya bersemu merah.

Big no. Aku lagi gak pengen mandi,” tolak Intan lalu segera keluar dari kamar mandi sebelum suaminya memaksa.

Pintu bercat warna putih itu ditutup dengan kuat begitu saja oleh Intan saat keluar dari dalam kamar mandi. Meski. Bibirnya tersenyum karena malu, tetapi hatinya kesal karena sang suami suka sekali menggoda dirinya.

Semakin kesal karena pria yang hanya mengenakan boxer itu justru tertawa setelah pintu tertutup. Tidak ingin membuang waktu, Ferdi segera mandi, ia juga masih ingin menggoda sang istri sebelum berangkat kerja.

“Aku berangkat kerja dulu, ya, Sayang. Jaga diri baik-baik di rumah,” pamit Ferdi sebelum berangkat kerja.

Pria berkemeja navy lengkap dengan dasi serta jas itu segera melakukan mobilnya. Hari ini ia berencana untuk ke dokter sebelum berangkat ke kantor. Tidak mungkin ia harus mengalami morning sicknes setiap hari sementara banyak pekerjaan yang harus ia selesaikan.

Mobil Lamborgini putih itu berbelok memasuki pekarangan rumah sakit, lalu memarkirkannya di tempat parkir. Ferdi segera keluar dan berjalan menuju ke ruang dokter yang merupakan temannya.

“Ini sebenarnya lumrah terjadi pada calon ayah. Meski hanya sebagian kecil yang mengalaminya.” Dokter yang bernama Ilham itu menjelaskan sedikit tentang morning sicknes yang dialami oleh Ferdi.

“Lalu, apa yang harus aku lakukan, apakah ada obatnya?” tanya Ferdi dengan ekspresi serius. Padahal saat pertama datang dan mengatakan gejala yang dialami, Ilham sempat menertawakannya.

“Tidak perlu minum obat sebenarnya, kamu cuma perlu rileksasi, entah olahraga atau yoga. Tapi kalau mual itu mengganggu aktivitas, nanti aku resepkan obat. Ini itu namanya Couvade Syndrome atau kehamilan simpatik, mungkin kamu terlalu khawatir dengan kehamilan istrimu. Makanya kamu sampai mengalami hal ini. Dibawa enjoy saja,” jelas Ilham panjang, kemudian menyerahkan resep obat untuk ditebus oleh Ferdi.

Setelah mendapatkan penjelasan dari dokter, Ferdi segera menebus obat lalu berangkat ke kantor. Namun, saat berjalan di koridor rumah sakit, Ferdi terkejut mendapati Alex yang sedang berjalan sendirian.

“Alex!” panggil Ferdi.

“Kamu ngapain di sini? Siapa yang sakit?” tanya Alex sedikit cemas. Ia tidak ingin jika putrinya mengalami hal-hal yang tidak diinginkan.

“Oh, tidak. Aku hanya konsultasi saja mengenai mual di pagi hari. Terlalu menyiksa,” jawab Ferdi sedikit meringis membayangkan setiap hari mengalami mual.

Alex yang mendengar ucapan Ferdi itupun tertawa membuat sang menantu kesal dan menyenggol lengannya.

“Menantu durhaka!” sungut Alex bermaksud untuk bercanda, sementara Ferdi terlihat jengah mendengar ucapan Alex.

“Kamu mau ke mana?” tanya Ferdi sambil mengayunkan kakinya mengikuti langkah Alex yang berbelok ke kiri.

“Ke kamar Sesil,” jawab Alex membuat Ferdi teringat jika Sesil masuk ke rumah rumah sakit.

“Ah, iya. Bagaimana keadaan dia?” tanya Ferdi.

“Sudah jauh lebih baik. Ikutlah sini sekalian jenguk,” ajak Alex.

“Tapi aku tidak membawa apa-apa,” jawab Ferdi tak enak.

“Ah, tidak perlu. Ayok!” Alex menarik tangan Ferdi agar mengikutinya ke ruang rawat Sesil. Pria itu tidak bisa menolak saat Alex sudah mengajaknya

 Pria itu tidak bisa menolak saat Alex sudah mengajaknya

¡Ay! Esta imagen no sigue nuestras pautas de contenido. Para continuar la publicación, intente quitarla o subir otra.
Married To a Rich WidowerDonde viven las historias. Descúbrelo ahora