BAB 12

831 26 0
                                    

“Sebenarnya kamu mau ngomong apa, sih? Kamu mau minta aku balikin liontin yang dulu pernah kamu kasi?” tanya Sesil berusaha meredam amarahnya karena kesal.

“Aku melihat kalung serta liontin itu dipakai oleh seorang gadis, saat aku membalik liontin itu ternyata ada huruf ‘S’ di sana. Walaupun ia segera menepis tanganku, tapi aku yakin kalau itu liontin milikmu,” jelas Alex panjang lebar seraya memandang sebuah foto yang berada di dinding untuk mengingat kembali apa yang dilihatnya tadi siang.

“Kamu yakin?” tanya Sesil tak percaya. Namun, Alex hanya menjawab dengan anggukan.

“Bisa kamu ceritakan ke mana kamu jual liontin itu?” tanya Alex sedikit mencondongkan tubuhnya ke arah Sesil. Matanya menyiratkan keseriusan dalam pertanyaan yang ia ajukan.

“Sebenarnya, waktu kita mengantarkan bayi itu dulu ke panti asuhan, aku menulis sebuah surat dan memasukkan kalung beserta liontin itu ke dalam dompet kecil. Dulu aku berharap jika kalung itu akan digunakan oleh anak kita. Tapi aku gak yakin kalau kalung itu akan tetap ada, bisa saja orang yang mengadopsi putri kecil kita itu menjualnya lalu dipakai oleh gadis yang kau temui.” Sesil menjelaskan sebuah fakta yang tidak diketahui oleh Alex. Iya, Alex tidak tahu jika Sesil sempat menulis sebuah surat untuk orang yang akan mengadopsi putri kecilnya yang bahkan belum sempat diberikan nama.

Meski Sesil bukan orang yang taat beragama tapi dia cukup tahu posisi anak yang lahir di luar nikah. Dulu ia tidak menyangka jika perbuatan mereka akan menghasilkan janin di dalam rahimnya.

Itulah sebabnya Sesil menulis sebuah surat dan menulis nama lengkapnya di bawah sebagai ibu dari seorang putri kecil yang berada dalam gendongannya saat itu. Meski malu, ia tetap mengatakan kepada pemilik panti bahwa bayi tersebut hasil dari hubungan di luar nikah. Sehingga ia meminta agar surat tersebut tidak hilang sampai anaknya menikah karena sebagai ibu, ia akan menjadi nasab bagi putrinya kelak agar pernikahannya tetap sah.

Saat itu Sesil dan Alex yang tidak memiliki pilihan lain memilih untuk menyerahkan putri kecilnya ke panti asuhan, berharap suatu saat ia akan kembali untuk mengambil kembali putrinya jika tidak ada yang mengadopsi.

Akan tetapi, Sesil yang semakin sibuk membuatnya lupa tentang keberadaan seorang putri yang dulu ia titipkan. Setelah beberapa tahun berlalu, ia baru mencarinya di panti asuhan. Namun, ia harus pasrah ketika putrinya sudah tidak ada lagi di sana.

Bertahun-tahun mencari tak membuahkan hasil hingga akhirnya ia lupa. Sudah 18 tahun setelah putrinya dititipkan ia kembali teringat dan mulai melakukan pencarian. Sayangnya, sampai detik ini belum juga mendapatkan secercah harapan.

“Atau jangan-jangan gadis itu—.” Ucapan Alex terpotong oleh suara Sesil yang mengatakan jika itu tidak mungkin.

“Tidak ada salahnya kita mencari tahu,” ujar Alex tak mau kalah.

“Baiklah, kalau begitu tugasmu adalah mencari tahu siapa gadis itu, setelah kau berhasil menemukannya baru hubungi aku. Sekarang lebih baik kamu pulang, aku sudah ngantuk!” ucap Sesil seraya memaksa Alex untuk segera keluar dari rumahnya.

***

Sebulan telah berlalu, Intan sibuk dengan urusan kuliahnya dan Ferdi sibuk dengan pekerjaannya. Meski begitu, mereka akan selalu meluangkan waktu di akhir pekan dan saat pulang ke rumah. Komunikasi di antara mereka juga lancar dan baik-baik saja.

Akan tetapi, gosip yang beredar di kampus selama beberapa hari terakhir membuat Intan kurang fokus karena tudingan dari beberapa mahasiswi lainnya yang mengatakan jika ia adalah simpanan om-om membuatnya cukup merasa tertekan.

Puncaknya, hari ini Intan tidak masuk kuliah karena sakit. Tekanan dari kampus cukup membuat dirinya tumbang. Hampir semua orang memberinya label ‘ayam kampus’. Semakin diperparah dengan pengakuan seseorang beberapa hari lalu.

Ferdi yang tak terima atas tudingan tersebut segera menuju ke kampus dan bertemu dengan ketua kejuruan agar pihak kampus bisa mencegah kasus bullying terhadap istrinya. Jika pihak kampus tetap tidak bisa mencegah kasus tersebut, maka Ferdi tak segan untuk melaporkan kepada pihak berwajib atas kasus pencemaran nama baik terhadap sang istri.

Bagi Intan, jika tuduhan dan bullying yang dilakukan oleh orang tuanya, ia tidak keberatan karena selama ini orang tuanya pun tak pernah melakukan hal itu meski mereka terlalu keras dalam memperlakukan dirinya. Orang tuanya tidak pernah mengatakan dirinya anak haram meski keduanya tahu jika Intan adalah anak yang mereka adopsi dari panti asuhan dan merupakan anak hasil di luar nikah.

Akan tetapi, perkataan teman-teman Intan di kampus cukup membuatnya stres karena selain dituding sebagai ‘ayam kampus’ sering kali ada yang memanggilnya dengan sebutan ‘pela*ur’, ‘wanita simpanan’, dan yang lebih parah ada mahasiswa yang terang-terangan menggodanya, beruntung karena tidak sampai melakukan pelecehan.

Miris memang, padahal beberapa orang yang mem-bully dirinya merupakan simpanan para pejabat dan pengusaha. Menurut Intan, mungkin karena ia beberapa kali diantar oleh Ferdi waktu baru masuk kuliah dan terang-terangan menunjukkan kedekatan mereka sehingga banyak yang memberi penilaian negatif terhadap dirinya.

Padahal yang sebenarnya, Sesil sendiri yang mengatakan kepada salah seorang mahasiswi yang juga simpanan seorang pengusaha bahwa ada mahasiswi baru yang merupakan simpanan dari suaminya. Sesil telah melakukan fitnah yang besar dan menjatuhkan martabat Intan di depan teman-teman mahasiswi yang sempat menjalin keakraban saat baru masuk. Kini beberapa teman-teman Intan pun menjauhinya.

Sepulang dari kampus, Ferdi memilih kembali ke rumah untuk memberikan kabar bahagia jika pihak kampus akan memberikan hukuman pada mahasiswa yang berani melakukan bullying kepada sang istri. Dengan sebuah cokelat di tangan, Ferdi melangkah menuju ke lantai dua untuk memberikan kejutan kepadanya.

Seharusnya Intan terkejut dengan kehadiran sang suami yang membawa sebatang cokelat dengan pita berwarna pink, tepai justru Ferdi yang terkejut hingga menjatuhkan cokelat batang tersebut ke lantai dan berlari menghampiri sang istri yang kini tak sadarkan diri di lantai di sisi ranjang dengan bercak darah yang luruh dari dalam piyama satin yang dipakai oleh Intan hingga sampai ke lantai.

Ferdi yang panik segera mengangkat Intan ke atas ranjang dan membaringkannya, kemudian menghubungi dokter pribadi yang sering menangani Ferdi ketika sakit. Sambil menunggu dokter datang, ia mencoba untuk menyadarkan Intan dengan menepuk pelan bagian pipinya, tetapi tak membuahkan hasil.

Beberapa saat kemudian Herlan datang, dokter yang berusia 40 tahun itu segera memeriksa denyut nadi Intan yang belum juga sadarkan diri.

“Kita harus membawanya ke rumah sakit sekarang juga,” putus Herlan.

Saat Ferdi hendak menggendong Intan, tiba-tiba saja wanita yang terlihat pucat itu sadarkan diri. Namun, ia diam saja saat Ferdi tetap menggendongnya setelah memakaikan sebuah kardigan panjang untuk menutupi pakaiannya yang tipis.

Setiba di rumah sakit, Ferdi harus kembali dibuat tak berdaya atas pernyataan seorang dokter yang menangani Intan. Dunianya seakan runtuh saat dengan jelas dokter mengatakan jika istrinya mengalami keguguran.

Ferdi bahkan tak terima saat dokter mengatakan jika keguguran yang dialami oleh Intan karena stres dan banyak pikiran. Mungkin saja stres itu dipicu oleh kasus bullying yang dialami Intan di kampusnya beberapa hari terakhir.

Sementara di dalam ruang rawat, Intan hanya diam dan tak bereaksi apa-apa saat ia mendengar diagnosa dokter terhadap dirinya. Ia justru sibuk memikirkan ucapan Alex beberapa hari yang lalu.

Bersambung...

Nah, kira-kira si Alex ini ngomong apa, ya?

Married To a Rich WidowerWhere stories live. Discover now