BAB 21

853 21 3
                                    

***
Intan memicingkan matanya ketika ia mendengar suara aneh dari kamar mandi, tangannya mengusap kasur di samping. Kosong. Itu artinya yang sedang muntah di kamar mandi adalah Ferdi.

Intan segera turun dari ranjang dan berjalan ke arah kamar mandi. Beruntung pintunya tak terkunci sehingga ia bisa melihat pria yang hanya memakai celana boxer itu memegang satu sisi westafel. Sementara tangan yang satunya memegang perut.

“Om, sakit?” tanya Intan mendekat seraya memijit tengkuk Ferdi.

Gak ada jawaban, merasa tak ada lagi yang keluar dari mulutnya membuat Ferdi segera berkumur dan mencuci muka sekaligus membasahi rambutnya yang sudah terlihat panjang.

“Apa Om sakit?” Intan mengulang pertanyaannya sambil mengikuti Ferdi keluar dari kamar mandi.

“Iya, aku sakit karena kamu,” jawab Ferdi mendudukkan bokongnya di sofa.

“Karena aku?” tanya Intan mengulang perkataan Ferdi.

“Iya, kamu berdua dengan pria membuatku cemburu lalu memberikan uang yang banyak pada ayahmu membuatku bertanya-tanya,” ucap Ferdi menyandarkan tubuhnya ke sofa.

“Aku sudah menjelaskan masalah ini semalam. Dan semua udah kelar. Aku bilang kalo pria itu temen sekelasku dan aku sama sekali gak tertarik dengan pria yang masih muda seperti dia.” Intan mencoba menjelaskan kembali.

“Dan masalah uang 200 juta itu.  Aku akan menggantikannya jika Om tidak suka aku memberikan ayah uang, jika seandainya adikku tidak dalam bahaya akibat utang ayah, aku tidak akan memberikannya uang,” sambung Intan.

Melihat Ferdi hanya diam dengan mata yang terpejam membuat Intan kesal, ia beranjak dari tempat duduknya dan berlalu ke kamar mandi. Sungguh, paginya yang ceria harus rusak dengan perbuatan sang suami.

Intan sudah siap berangkat ke kampus, ia hendak keluar dari kamar dan menuju ke dapur untuk sarapan. Namun,  tiba-tiba saja lengannya ditarik oleh Ferdi saat melawati pria yang sedang memakai kemeja putih itu.

Tentu saja Intan terkejut, semakin kesal karena pria itu hanya menatapnya tanpa mengatakan apapun.

“Om, kesambet?” tanya Intan heran.

“Aku yang antar ke kampus,” ucap Ferdi mengalihkan pertanyaan yang dilontarkan oleh Intan.

“Tidak, terima kasih. Aku bisa berangkat sendiri,” tolak Intan berusaha melepas cekalan tangan suaminya.

“Oh, mau jemput pria itu dulu? Jadi, gak mau diantar sama suami,” sindir Ferdi melepas lengan Intan.

“Fitnah adalah pembunuhan yang kejam,” sarkas Intan sebelum akhirnya beranjak dari hadapan suaminya.

Tak ingin memberi cela pada Intan,  Ferdi pun menyusul di belakang membawa tas kerjanya sendiri.

“Nasib, padahal punya istri tapi tas kerja pun aku harus bawa sendiri,” sindir Ferdi tepat di belakang Intan.

Tanpa berkata apapun, Intan berbalik dan mengambil tas kerja milik Ferdi dengan kasar kemudian melangkah cepat menuju anak tangga. Namun,  sepertinya nasibnya hari ini benar-benar sial. Di dua tangga terakhir kakinya kurang seimbang saat berpijak membuat Intan berusaha meraih apa saja yang ada untuk berpegangan.

Ferdi yang masih berada di atas segera berlari untuk menahan tubuh sang istri agar tidak terjatuh, tetapi Alex yang tiba-tiba datang dan melihat Intan turun dari tangga segera melangkah masuk. Tepat setelah melewati sofa di ruang tamu, ia melihat jika pijakan kaki Intan tidak tepat.

Alex yang posisinya tidak jauh dari sana segera menangkap tubuh Intan agar tidak terjatuh ke lantai

“Kau tidak apa-apa? Apa ada yang sakit?” tanya Alex setengah panik. Sementara Intan hanya menjawab dengan gelengan kepala.

“Apa ada yang terluka, Sayang?” tanya Ferdi tak kalah panik, ia meraih tas kerjanya dari tangan Intan, “Biar aku bawa.”

Intan hendak mengambil dua buku cetak yang terjatuh ke lantai saat ia panik dan melepaskan buku-buku yang ada di pelukannya. Namun, Alex lebih dulu mengambilnya.

“Ini, lain kali hati-hati, ya.” Alex menyerahkan dua buku itu kepada Intan dan membantunya berjalan ke arah meja makan.

“Lain kali, tas kerja bawa sendiri, dong. Apa kamu ingin menyiksa putriku?” tanya Alex dengan tatapan sinis.  Yang ditatap hanya tersenyum miring.

“Sejak kapan seorang bos nyelonong pagi-pagi ke rumah orang?” sindir Ferdi tanpa menghiraukan pertanyaan Alex.

“Sejak dia sudah menjadi putriku. Jika kamu tak bisa menjaganya dengan baik, aku akan membawanya tinggal bersamaku,” ucap Alex.

Kini mereka sedang duduk di meja makan hendak menikmati sarapan pagi.

“Dia yang ingin membawa tas kerjaku sebagai bentuk pengabdiannya pada suami, kau jomlo jadi gak tau rasanya punya istri bagaimana,” sindir Ferdi. Intan yang mendengar jawaban suaminya itu pun merasa kesal.

“Bisa tidak om-om ini jangan ribut di meja makan?” sarkas Intan kemudian melanjutkan kembali menyantap nasi goreng kesukaannya.

Sementara kedua pria dewasa hanya saling bertatapan kemudian hening,  mereka kini menikmati sarapan pagi dalam diam.

“Bagaimana rumah fitnes? Sudah selesai?” tanya Ferdi memecah keheningan usai menyantap sarapan.

“Sudah, makanya aku gak pernah datang ke sini karena sibuk selesaikan pekerjaan. Aku mau ambil cuti, mau ngajak putriku jalan-jalan,” ucap Alex santai membuat Ferdi yang sedang minum air putih itu pun tersedak hingga batuk.

“Pelan-pelan,” ujar Intan seraya mengusap bahu Ferdi.

Ponsel di atas meja milik Ferdi berdering, nama Ridwan terpampang nyata dan hal itu sempat terlihat oleh mata Intan. Ferdi yang ingin beranjak untuk menerima telepon itu pun urung karena lengannya ditahan oleh Intan.

Akhirnya Ferdi menerima panggilan telepon dari ayah angkat Intan tersebut. Ferdi dikejutkan dengan laporan bahwa Ridwan dipenjara atas kasus KDRT. Tentu saja setiap ucapan Ferdi dicerna langsung oleh Intan.  Wanita itu menarik kesimpulan jika sang ayah terancam mendekam di dalam penjara.

“Mau ke kampus atau ke rumah ibumu?” tanya Ferdi setelah memutuskan panggilan.

Sejak semalam Ridwan berada di dalam tahanan, barang-barang miliknya diserahkan kembali ke sang istri karena tidak menemukan benda sebagai barang bukti yang mengacu pada kekerasan yang dilakukan terhadapnya.

Mobil melaju ke kediaman Mirna usai Intan mengirim surat izin ke kampus, perasaan wanita itu kini was-was. Ia mulai memikirkan keadaan ibu dan kedua adiknya. Intan bahkan tidak habis pikir mengapa Ridwan begitu berubah, dulu pria itu tidak pernah memukul istrinya. Setiap kemarahan akan diluapkan padanya. Lalu apa yang membuatnya menjadi sangat menyeramkan?

Tahanan mungkin tempat paling cocok bagi Ridwan agar bisa memperbaiki diri. Nampak kegelisahan dalam diri Intan selama menuju ke rumah tempat ia dibesarkan dulu. Sekelebet banyakan keluarga bahagia yang ia harapkan sejak dulu kini bermunculan di pikirannya.

Sedetik kemudian, Intan jatuh pingsan tepat di bahu Ferdi, Alex yang mengendarai mobil pun mencoba menepi untuk memastikan keadaan putri kandungnya.

“Intan ... Intan, bangun, Sayang,” ujar Ferdi seraya menepuk-nepuk pipi istrinya.

Alex yang berada di depan pun segera beralih ke belakang, mengoleskan minyak aromateraphy di hidung dan kening di sisi kiri dan kanan Intan.

“Apa sebaiknya kita ke rumah sakit saja dulu?” usul Ferdi yang langsung disetujui oleh Alex.

Bersambung...

Married To a Rich WidowerTahanan ng mga kuwento. Tumuklas ngayon