BAB 27

299 14 0
                                    

Beberapa saat setelah pintu terbuka, seorang pria berkemeja putih muncul di balik daun pintu

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.

Beberapa saat setelah pintu terbuka, seorang pria berkemeja putih muncul di balik daun pintu. Ia melangkah santai ke arah brankar tempat Sesil berbaring.

Sesil yang menyadari kehadiran pria yang tidak pernah ia harapkan kehadirannya itu pun terkejut tidak percaya. Setelah sekian tahun pria itu menghilang, lalu ia tiba-tiba datang di  saat keadaan yang tidak seharusnya.

Sesil menghela napas kasar, lalu membuang pandangannya ke arah lain ketika langkah pria itu semakin dekat. Pria itu hanya tersenyum sebisa melihat sikap wanita yang masih terbaring lemah di atas ranjang pesakitan.

Andreas, pria tampan dengan garis rahang tegas, tatapannya yang tajam mampu menggetarkan hati gadis mana pun yang melihatnya. Hidung mancung dan alis tebal menambah ketampanan pria berusia 40 tahun itu.

“Angin apa yang membawamu ke sini?” Sesil berujar tanpa melihat ke arah Andreas yang sudah duduk di kursi tepat di samping brankar Sesil. Suara wanita itu terdengar pelan, tetapi masih mampu terdengar di indra pendengaran Andreas.

“Hatiku yang meminta untuk datang ke sini,” jawab Andreas santai sambil menyadarkan bahunya di kursi.

“Ck ... tidak perlu berlebihan. Seharusnya kau tidak perlu menemuiku lagi. Kita sudah selesai.” Sesil mengarahkan pandangannya pada Andreas yang tersenyum mendengar ucapannya.

“Aku bahkan belum pernah mengakhiri hubungan kita,” ujar Andreas hendak meraih tangan Sesil, tetap wanita itu segera menarik tangannya.

Andreas lagi-lagi tersenyum melihat sikap Sesil. Baginya, Sesil adalah wanita dewasa yang manja. Jadi, apa yang dilakukan Sesil saat ini hanyalah sebuah tindakan meminta untuk diberi perhatian.

“Setelah sekian lama kamu pergi, lalu sekarang kamu datang dan mengatakan hal itu. Sudah terlambat. Sebaiknya kamu pergi saja,” usir wanita itu seraya menunjuk ke arah pintu. Tubuhnya masih sedikit lemah, tetapi kehadiran pria tersebut membuatnya muak.

“Maaf, Tuan. Non Sesil butuh istirahat. Saya tidak bermaksud untuk lancang mengusir Tuan. Tapi sebaiknya Tuan pulang saja.” Bik Arum menghampiri brankar Sesil. Ia tidak tega melihat wanita itu merasa tertekan dengan kehadiran pria yang beberapa tahun lalu pernah bertamu ke kediaman Sesil.

“Baik ... baik. Saya akan pergi.” Andreas berdiri dari tempat duduknya.

“Aku pergi dulu, Sayang,” sambungnya seraya mendaratkan kecupan di kening Sesil.

“Pergilah dan jangan kembali lagi!” usir Sesil dengan suara pelan lalu mengusap bekas kecupan Andreas.

Saat Andreas berbalik hendak pergi, ia justru melihat seorang pria yang berdiri di ambang pintu yang terbuka dengan tatapan yang sulit diartikan.

Bukan hanya pria itu yang terkejut menyaksikan interaksi antara Andreas dengan Sesil, tetapi Sesil pun tidak kalah terkejut saat mendapati lelaki yang diharapkan kehadirannya berdiri di sana.

“Alex,” gumam Sesil.

“Ah, hai, Bro. Apa kabar?”  tanya Andreas sambil berjalan ke arah Alex yang mulai melangkah masuk.

“Baik,” jawabnya singkat sambil menyambut tangan pria yang merupakan musuhnya saat sekolah dulu.

“Apa kalian—“ Andreas berujar seraya menatap wajah Alex dan Sesil bergantian.

“Pergilah!” usir Sesil memotong ucapan Andreas.

Pria itu kembali tersenyum, senyum yang memiliki arti terselubung. Tidak ingin berlama-lama lagi, Andreas memilih untuk segera pergi meninggalkan Alex dan Sesil. Ia akan membereskannya nanti.

“Apa yang dia lakukan di sini?” tanya Alex setelah duduk di kursi dekat Sesil.

“Bantu aku duduk.” Bukannya menjawab, Sesil justru mengalihkan pertanyaan Alex.

Pria yang masih mengenakan jas itu hanya bisa menghela napas, lalu berdiri dan membantu Sesil untuk duduk. Ia memutar putaran searah jarum jam membuat ujung kasur itu terangkat perlahan. Setelah Sesil mengatakan cukup, barulah pria itu berhenti memutarnya.

“Jadi, apa yang dia lakukan di sini? Apa kalian memiliki hubungan? Ia terlihat tidak canggung mencium—“

“Aku tidak memiliki hubungan apapun dengannya sejak tiga tahun lalu dia menghilang begitu saja,” sanggah Sesil cepat memotong ucapan Alex.

Pria itu terdiam sesaat. Ia tidak tahu harus menjawab apa. Terlalu banyak hal yang tidak diketahui tentang Sesil semenjak mereka terpisah dulu. Apa sesulit ini mencari wanita yang setia, batin Alex bertanya-tanya.

“Udahlah, bahas yang lain saja,” ujar Sesil pelan. Alex hanya menanggapi dengan senyuman.

Lelaki itu membuka jasanya, lalu menggulung lengan kemeja berwarna nabi itu hingga siku. Membuka dua kancing atas setelah melepas dasi membuat bulu dadanya sedikit terlihat. Sesil dapat melihat sedikit gambar tato di dadanya, seperti gambar seorang wanita berukuran kecil.

Beberapa menit berlalu, tidak ada yang memulai obrolan. Alex dengan pikirannya tentang hubungan Andreas dan Sesil, sedangkan Sesil memikirkan sosok tato yang menempel di dada Alex.

Apakah wanita itu adalah kekasihnya? Batin Sesil. Ia tidak bisa melihat dengan jelas gambar tato tersebut karena tertutup oleh baju. Melihat sikap dua orang di hadapannya membuat Bik Arum memilih untuk keluar dari ruangan tersebut. Ia ingin memberikan ruang kepada dua orang dewasa itu untuk menyelesaikan permasalahannya.

Ternyata orang dewasa yang sedang jatuh cinta lebih ribet. Terlalu overthinking, ygy.

Oops! This image does not follow our content guidelines. To continue publishing, please remove it or upload a different image.
Married To a Rich WidowerWhere stories live. Discover now