BAB 26

338 16 0
                                    

***Di dalam sel tahanan yang berukuran dua kali tiga meter persegi, seorang pria tengah meringkuk akibat sakau

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.

***

Di dalam sel tahanan yang berukuran dua kali tiga meter persegi, seorang pria tengah meringkuk akibat sakau. Tubuhnya bereaksi melebihi waktu yang seharusnya. Ia tergolong pengguna obat terlarang menengah, bukan pengguna pemula, bukan pula pengguna kronis.

Terlihat keringatnya yang sebesar biji jagung mengalir dari keningnya. Tubuhnya bergetar akibat tremor, bahkan tidak ada yang berbau mendekat karena ia akan marah jika ada yang mendekatinya.

Beberapa teman yang berada di dalam kamar lapas bersamanya sudah menduga jika ia sakau akibat ketergantungan obat terlarang. Sejak awal masuk menjadi penghuni tahanan, salah satu dari mereka sudah mencurigai gelagat lelaki berusia hampir 50 tahunan itu.

Ridwan, pria yang beberapa waktu lalu ditangkap polisi akibat kasus kekerasan dalam rumah tangga. Beberapa kali ia sempat mendapat obat terlarang itu dalam tahanan. Namun, ia tidak bisa lagi memakainya karena ia tidak memiliki uang. Uang sisa yang dimilikinya benar-benar sudah habis.

Melihat ia meringkuk dengan tubuh bergetar membuat sipir tahanan curiga. Anto, nama yang tertera di dada kanannya, memanggil beberapa rekan kerja dan seorang polisi yang menangani kasus penyalahgunaan narkoba untuk datang dan menangani Ridwan.

Pria itu dibawa ke sebuah ruangan yang terlihat lebih tenang, sebuah televisi menempel di dinding bercat hijau, dan sebuah kasur kecil di sudut ruangan. Anto menghubungi seorang dokter yang terbiasa menangani kasus sakau seperti ini.

Orang yang mengalami sakau biasanya ditempatkan di tempat yang tenang dan garis didampingi. Hal itu untuk menghindari kekacauan, orang yang sakau lebih emosional dan suka marah.

Anto cukup heran dengan keadaan Ridwan karena pria itu sudah beberapa minggu berada di dalam lapas. Namun, baru hari itu ia mengalami efek ketergantungan dari obat terlarang.

Sudah jelas dan bisa dipastikan jika ada tahanan yang merangkap jadi pengedar. Bukan hal tabu dan sering terjadi. Pengedar masih bisa mengendalikan pengedaran meski dalam lapas.

Dua hari setelah Ridwan terlepas dari sakau, seorang polisi menginterogasi untuk menggali informasi siapa memberikan dia obat terlarang selama dalam tahanan.

Akan tetapi, karena ancaman berat dari sang pengedar membuat pria dengan kaos berwarna jingga itu bungkam. Mendapat gertakan membuat nyalinya menciut. Orang miskin seperti Ridwan memang tidak bisa berbuat apa-apa, apalagi mau membeli hukum.

Mau tidak mau, Ridwan terpaksa menyebut nama seorang pengedar lain, tempat ia pertama kali mencicipi dan merasakan kenikmatan dari penyalahgunaan narkoba tersebut.

“Katakan! Di mana kamu mendapatkan obat itu?” Pertanyaan yang ketiga kali dari polisi berkumis tebal membuat nyalinya menciut.

Ridwan mendudukkan kepala lalu dengan suara pelan ia berkata, “Da-dari Ju-juragan Suseno.”

“Yang jelas!” teriak polisi yang bernama Bram sambil menggebrak meja membuat Ridwan terkejut dan mengangkat kepalanya untuk menatap wajah polisi itu.

“Juragan Suseno, Pak,” jawabnya gugup.

“Bagaimana kamu mendapatkannya selama dalam tahanan?”  Suara Bram mulai rendah, tetapi terdengar tegas.

“Anak buahnya yang mengantarkan,” jawab Ridwan berbohong.

“Beritahu alamatnya di mana,” pinta Bram, mengeluarkan sebuah kertas dan juga pena untuk diberikan kepada Ridwan.

“Tulis dengan jelas alamatnya, kalau perlu sama denahnya,” perintah pria bertubuh kekar itu seraya menyodorkan alat tulis.

Ridwan menulis sebuah alamat dilengkapi denah. Denah berawal dari rumahnya sampai ke markas juragan Suseno. Setelah itu Ridwan kembali menyodorkan kepada Bram dan memberikan penjelasan secara detail.

Bukan sengaja Ridwan melakukan hal itu. Namun, dengan tertangkapnya jurang kejam itu beserta anak buahnya, ia yakin keluarganya akan aman dari segala kejahatan pria yang pernah diseganinya itu.

Setelah mendapat informasi dengan jelas, Ridwan dikembalikan ke lapas yang berbeda.

Polisi bergerak cepat, dua armada dan sepuluh polisi dikerahkan ke lapangan. Berbekal senapan laras panjang dan juga pelindung, mereka meluncur tanpa dengan bebas di jalan raya yang cukup lenggang.

Tiga puluh menit berlalu, akhirnya mereka sampai di sebuah bangunan yang terlihat seperti gudang, tetapi berukuran lebih besar. Di sekitar bangun terdapat beberapa pohon dan juga tumbuhan ilalang. Terlihat bangunan itu tidak terawat.

Beberapa polisi mulai turun untuk melihat situasi di sekitar bangun. Terdapat tiga buah mobil mewah terparkir di pekarangan bangunan tersebut.

Bram berlari ke arah pintu yang terbuka, terlihat perkelahian di dalam sana. Tiga orang berseragam hitam dan satu orang gadis berseragam putih-abu-abu tengah meringkuk ketakutan, serta beberapa pria berpakaian urakan dan seorang pria paruh baya dengan pakaian perlente lengkap dengan kalung emas berukuran besar.

Bram langsung menebak jika pria paruh baya yang mendapat pukulan dari seorang pria bertubuh kekar dengan seragam hitam itu merupakan juragan yang dimaksud oleh Ridwan.

Juragan Suseno ambruk ke lantai dan beberapa anak buahnya terlihat mencoba untuk membantunya berdiri. Bram segera memerintahkan beberapa anggotanya untuk masuk dan beberapa lainnya mengepung bangunan itu.

“Apa yang Anda lakukan di sini?” tanya Bram pada Arga yang baru saja keluar dari bangunan itu, melintas di hadapannya sambil menggandeng tangan gadis berseragam sekolah tadi.

“Menyelamatkan gadis ini. Tugas saya sudah selesai. Silakan lakukan tugas Anda,” ujar Arga tegas kemudian berlalu begitu saja dari hadapan Bram.

Polisi bergerak cepat meringkus orang-orang yang berada di dalam. Termasuk tiga orang yang berusaha kabur lewat pintu belakang. Namun, usaha mereka untuk kabur adalah kesia-siaan. Berusaha melawan aparat akan percuma karena akibatnya sudah jelas, yaitu mendapat timah panas.

Polisi menyita dua mobil mewah yang diyakini milik juragan Suseno, sejumlah barang bukti berupa obat terlarang di dalam sebuah ruangan yang terlihat lebih rapi dari ruangan yang lainnya.

Terdapat sebuah tempat tidur berukuran besar, ruangan yang cukup luas itu juga terdapat sebuah lemari yang digunakan untuk menyimpan barang terlarang dan sejumlah uang. Selain itu, sejumlah jarum suntik juga ikut disita.

Tugas penangkapan dan penggeladahan di tempat sudah selesai. Mereka meluncur menuju ke kantor polisi dan dua orang lainnya dibawa ke rumah sakit untuk dilakukan pengobatan pada luka yang terkena tembak di kakinya.

***

Di tempat berbeda, suasana rumah sakit yang tidak pernah sepi oleh kedatangan pasien baru maupun pengunjung itu justru terasa sepi di salah satu ruang pasien.

Sesil, wanita itu sudah melewati masa kritisnya, tetapi ia masih membutuhkan perawatan intensif untuk proses pemulihan. Alex sudah pulang pagi tadi karena ada urusan pekerjaan yang penting.

Suara ketukan di pintu kamar rawat itu mengejutkan Sesil yang berbaring sambil termenung. Seorang wanita paruh baya masih setia menemaninya di sana sepanjang hari.

Siapa yang datang?

Siapa yang datang?

Ups! Gambar ini tidak mengikuti Pedoman Konten kami. Untuk melanjutkan publikasi, hapuslah gambar ini atau unggah gambar lain.
Married To a Rich WidowerTempat cerita menjadi hidup. Temukan sekarang