BAB 17

686 13 0
                                    

“Ya Allah, Gusti ... apa yang terjadi?”  Mirna menjerit saat mendapati suaminya yang terlihat mengenaskan di depan pintu setelah pintu terbuka.

“Aargh ... minggir!” teriak Ridwan seraya mendorong tubuh wanita yang sudah menemani hidupnya lebih dua puluh tahun.

Mirna hanya pasrah ketika tubuh gempalnya yang mulai menyusut karena tekanan batin yang diberikan oleh suaminya akhir-akhir ini sedikit terhantup dinding di samping kanannya.

Ridwan melangkah kemudian menghempaskan tubuhnya di sofa yang terdapat di ruang tamu, ia memejamkan mata menahan rasa sakit yang mendera hampir seluruh tubuhnya.

“Apa yang kau lakukan di sana? Apa kau akan melihatku meregang nyawa dengan perlahan?!” hardik Ridwan yang kesal melihat sang istri hanya diam berdiri di tempatnya menyaksikan dirinya yang tergopoh-gopoh berusaha meraih sofa.

“Apa yang bisa saya bantu?” tanya Mirna yang masih berusaha mencerna keadaan, ia sangat terkejut dengan keadaan suaminya. Ini kali pertama ia mendapati sang suami pulang dalam keadaan yang dipenuhi luka akibat perkelahian.

“Istri gobl*k! Ambil obat atau apa kek!” Ridwan berusaha menahan sakit di bibir dan sekitar wajahnya saat berbicara. Ingin sekali rasanya ia bangkit dan menghajar istrinya di depan sana.

“Kenapa makin banyak saja orang gobl*k?” hardik Ridwan saat Mirna berlalu dari hadapannya untuk mencari obat yang bisa ia gunakan untuk mengobati luka suaminya.

“Apa tidak sebaiknya kita ke dokter saja? ” tanya Mirna saat ia sudah duduk di sofa seraya mengompres dengan air dingin beberapa luka lebam di wajah Ridwan.

“Boleh, tetapi asal kau punya uang untuk biaya rumah sakit,” gumam Ridwan yang sedang memejamkan mata menahan rasa sakit dan perih akibat kompresan yang dilakukan Mirna.

Mirna tak menjawab lagi, uang saja ia tidak punya, jika ada pun hanya cukup untuk biaya makan mereka beberapa hari ke depan. Uang sewa kontrakan sudah Ridwan ambil semua tanpa memberikan kepada Mirna untuk kebutuhan dapur mereka.

Lama-lama kehidupan Ridwan dan Mirna akan hancur dan terpuruk jika sang kepala keluarga tidak berhenti berjudi. Nyatanya berjudi hanya menghancurkan kehidupan seseorang. Jika menang itu hanyalah sebuah jebakan dalam kenikmatan semu.

Seperti halnya Ridwan, saat pertama kali mengikuti ajakan temannya untuk berjudi, dia selalu memenangkan pertandingan sebanyak tiga kali. Akan tetapi, setelahnya ia terus menerus menerima kekalahan. Tak terbesit sedikit pun di pikirannya untuk berhenti.

Ridwan justru penasaran dan merasa tertantang untuk bisa kembali memenangkan perjudian, sampai akhirnya ia harus meminjam pada rentenir. Setiap mengalami kekalahan dan tak memiliki uang, maka ia akan kembali meminjam dam meminjam sampai akhirnya utang tersebut semakin banyak dan diperparah dengan bunga pinjaman yang tinggi.

Sekarang ayah angkat Intan itu menerima apa yang sudah dimulai. Entah, apakah Ridwan jera atau tidak. Sudah pasti rentenir itu akan datang memporak-porandakan hidupnya jika mobil itu ditarik kembali oleh dealer karena tidak melakukan pembayaran angsuran.

“Aku sudah mengingatkan sejak awal,  tapi kamu gak mau dengar. Aku hanya takut satu hal atas apa yang kau perbuat saat ini,” tutur Mirna yang masih sibuk memberikan obat merah pada luka di pelipis Ridwan.

“Apa? Kamu takut miskin gara-gara aku main judi?” tanya Ridwan susah payah, sebenarnya ia enggan untuk menanggapi perkataan Mirna, tetapi rasa penasaran atas maksud dari wanita itu membuatnya terpaksa bertanya.

“Aku takut kau akan menggadaikan kedua putriku yang masih sekolah hanya karena kalah judi,” jawab Mirna,  Ridwan dapat melihat kilatan sedih dan rasa takut dari mata sayu sang istri.

Ridwan melotot tak percaya dengan apa yang barusan dikatakan istrinya. Meskipun ia bejat dan pernah menjual putri angkatnya, tetapi ia sama sekali tidak pernah berpikir untuk menggadaikan kedua putri kembarnya hanya karena sebuah judi.

“Apa kau sudah gila?! Aku mungkin seorang penjudi dan pernah menjual Intan, tapi aku tak pernah berpikir untuk menjual putri kandungku,” ucap Ridwan menahan kekesalan.

“Kamu memang tidak berniat untuk melakukan itu, tetapi rentenir itu akan melakukan apa saja sebagai bentuk pelunasan atas utang-utangmu. Bisa saja dia menculik Erliana dan Erliani. Jika itu terjadi, orang pertama yang akan aku tuntut adalah kamu.” Usai mengatakan hal tersebut, Mirna segera meninggalkan Ridwan yang kini sibuk berperang dengan pikirannya.

Ketakutan mulai merasuki pikiran Ridwan, kenapa dia tidak memikirkan hal tersebut sejak awal? Juragan Suseno terkenal dengan sikap arogannya. Apa yang ditakutkan Mirna bisa saja terjadi. Tidak, hal itu tidak akan pernah terjadi.

Ridwan mulai berpikir untuk meminta uang kepada Intan dengan menjual nama Erliana dan Erliani. Intan tidak akan mungkin membiarkan kedua adiknya dalam bahaya. Sebaris senyum licik kini menghiasi bibir Ridwan.

***

Sudah satu minggu berlalu, terlihat Ridwan sedang duduk di atas motor hitam miliknya sambil menunggu Intan keluar dari kampus. Iya, aku setelah mempertimbangkan rencananya beberapa waktu lalu. Pria yang lukanya sudah hampir sembuh itu memutuskan untuk meminta uang kepada Intan.

Sedikit luka di bagian wajah Ridwan akan digunakan untuk mengiba pada putri angkatnya.

Tepat sepuluh menit berlalu, Intan keluar dari gerbang dengan mengendarai mobil mini cooper berwarna pink. Melihat Ridwan dari kejauhan membuat Intan mengarahkan mobilnya ke arah ayah angkatnya tersebut.

“Ayah ngapain di sini?” tanya Intan yang masih duduk di atas mobilnya.

“Ayah, ada apa dengan dirimu? Kenapa banyak luka seperti ini?” Intan memberondong Ridwan dengan banyak pertanyaan saat menyadari bekas-bebas luka di wajahnya,

“Apa kau lupa? Ini perbuatan suamimu dan ayahmu itu,” jawab Ridwan pura-pura meringis.

Intan yang mendengar jawab ayahnya sedikit heran, ia sangat ingat jika Alex dan Ferdi tak separah itu memukul ayahnya, lalu darimana luka-luka itu?

“Tidak. Mereka tak separah itu memukul ayah. Sebenarnya ada perlu apa ke sini?” tanya Intan, ia tidak berani keluar dari mobil. Takut jika Ridwan berbuat sesuatu yang membahayakan dirinya.

“Sebenarnya kemarin ayah dihajar oleh anak buah juragan Suseno karena tidak membayar utang padanya. Mobil yang kemarin pun disita untuk menutupi utang yang ada. Tapi bisa saja diadatang lagi jika mobil itu ditarik delaer. Bisakah kau memberikanku sedikit uang untuk melunasi utang itu?” pinta Ridwan dengan mimik mengiba.

“Tapi aku harus meminta izin pada suamiku dulu,” ucap Intan berusaha menolak permintaan Ridwan.

“Aku gak punya waktu lagi, jika utang itu tak dilunasi hari ini juga, maka adik kamu akan menjadi jaminannnya. Aku gak tau harus minta bantuan siapa,” jawabnya lagi membuat pertahanan Intan mulai goyah.

“Ayah butuh berapa?” tanya Intan setelah beberapa menit berpikir.

Ridwan bersorak dalam hati ketika mendengar pertanyaan dari Intan. “200 juta.” ia menjawab dengan mantap.

Ridwan menjawab dengan mantap, tetapi berbeda dengan reaksi wanita yang masih duduk di balik kemudi. Wanita itu melotot tak percaya dengan nominal yang baru saja disebutkan oleh Ridwan.

Sementara jauh dari tempat Ridwan dan Intan, ada dua pasang mata yang sedang memperhatikan setiap gerak gerik mereka. Dua pria yang menjadi bodyguard Intan akan melaporkan apapun yang dialami wanita itu kepada Ferdi dan Alex. Termasuk apa yang mereka saksikan saat ini.

Bersambung...

Apakah Intan akan memberikan uang yang diminta oleh Ridwan?

Married To a Rich WidowerWhere stories live. Discover now