BAB 4

1.9K 60 0
                                    

“Ini sudah lebih seminggu, Mas. Si Ferdi belum juga datang mengantarkan uang 500 juta itu,” ujar Mirna kepada suaminya yang sedang duduk di kursi sambil menikmati kopi pahit yang masih mengepulkan asap dan sepiring pisang goreng.

“Mas juga dari kemarin sudah mencoba menghubunginya tapi tidak diangkat, nomor hape Intan juga pake segala gak aktif lagi,” sungut Ridwan kesal karena merasa tertipu.

“Kita laporkan saja ke polisi, Mas. Ini sudah masuk kasus penipuan,” ucap Mirna berapi-api.

“Mas akan mencoba mencarinya ke tempat kerja Intan, siapa tahu dia ada di sana,” kata Ridwan berusaha tenang, ia tidak ingin gegabah mengambil jalur hukum karena ia sadar siapa yang dihadapi.

“Ya sudah, abis ini Mas ke sana. Apa Mas gak tau merek tinggal di mana?” tanya Mirna kemudian mengambi sepotong pisang goreng di piring tepat di hadapannya.

“Mana Mas tahu. Yang aku tahu Ferdi itu orang kaya tapi asal usulnya Mas juga gak tau. Waktu itu Mas terlalu terlena dengan uang 500 juta yang ditawarkan untuk menikahi Intan jadi Mas langsung menyetujui tanpa mencari tahu lagi,” ujar Ridwan menyesali sikapnya yang gegabah.

“Makanya Mas jangan mata duitan,” hardik Mirna. “Cukup dia aja yang kita jual ke duda, jangan sampai kedua putriku kau perlakukan juga seperti itu.”

“Ya gak mungkinlah, Dek,” jawab Ridwan, ia cukup waras untuk tidak memperlakukan anak kembarnya seperti Intan. Selama ini ia menginginkan anak yang lahir dari rahim istrinya, sehingga Erliana dan Erliani mendapat limpahan kasih sayang dari Mirna dan Ridwan sebagai orang tua.

Usai menikmati sarapan pagi yang hampir menjelang siang itu pun Ridwan segera beranjak dari sana. Menyalakan motor berwarna hitam keluaran baru yang dibelinya tiga hari yang lalu.

Ridwan melajukan kendaraannya membelah jalanan menuju restoran tempat Intan bekerja berharap Ferdi berada di sana.

Tepat saat Ridwan memarkirkan motornya, tiba-tiba mobil mewah milik Ferdi memasuki kawasan restoran tersebut. Tak ingin membuang waktu Ridwan segera menghampiri menantunya tersebut.

“Akhirnya kita bertemu lagi, kau ingin kabur dari janjimu? Mana uang 500 juta yang kau janjikan, hah?” ujar Ridwan saat tib di hadapan Ferdi.

“Ikut saya!” perintah Ferdi, akhirnya kedua pria itu melangkah memasuki ruangan Ferdi yang berada di lantai tiga.

“Apa yang kau inginkan?” tanya Ferdi saat ia meletakkan tas di atas meja kerja.

“Tidak usah basa-basi. Aku hanya ke sini untuk menagih janjimu. Man 500 juta yang kau janjikan?” hardik Ridwan tak sabaran.

“Aku tidak pernah menjanjikan uang sepersen pun padamu, jika kau tak percaya, kau bisa mendengar kembali rekaman suara kita saat aku meminta padamu untuk menikahi Intan.” Tantang Ferdi seraya mengambil rekaman yang sudah ia gandakan sebelumnya.

(“Saya ingin menikahi Intan, aku akan memberikan sejumlah uang jika kau menyetujuinya.”) Terdengar suara Ferdi dari rekaman itu.

(“Berapa?”) Suara Ridwan terdengar bertanya.

(“500 juta sebagai mahar.”) Disusul suara Ferdi menyebutkan angka.

(“Deal.”) Kemudian berpikir panjang disetujui oleh Ridwan, karena pria itu hanya fokus pada nominal sehingga tidak memikirkan arti mahar.

Ferdi mematikan rekaman itu dan tersenyum meremehkan ke arah Ridwan.

“Ini akan menjadi bukti jika kau menuntutku. Salahku di mana? Kau yang gegabah menyetujuinya. Apa kau tidak paham arti mahar itu apa?” ucap Ferdi panjang lebar. Masih pagi sudah disambut dengan sesuatu yang membuatnya kesal.

“Mahar itu untuk orang tua si pengantin. Dia putriku dan aku punya hak untuk meminta uang 500 juta itu,” balas Ridwan tak mau kalah.

“Tapi istriku tak ingin memberikan yang itu pada siapa pun, bagaimana dong?” ujar Ferdi seraya bangkit dari duduknya kemudian melangkah ke meja kerja untuk menyimpan kembali radio recording tersebut.

Seperti yang Ferdi duga, Ridwan melangkah cepat ke arahnya kemudian merampas radio recording dan melemparnya ke lantai hingga rusak.

“Sekarang kau tidak punya bukti apa-apa lagi. Cepat serahkan uang 500 juta itu!” teriak Ridwan, ia sudah muak menghadapi menantunya yang sejak tadi selalu melemparkan senyum meremehkan.

“Silakan keluar dari sini sebelum saya panggil sekuriti untuk menyeret Anda!” usir Ferdi dengan mata nyalang menatap pria serakah di hadapannya.

“Jika kau tak membayarnya maka istrimu yang akan membayarkan padaku dua kali. Mungkin cincin di jari manisnya bisa membayar sebagian utangmu.” Ridwan tak mau kalah, ia mengancam menantunya sebelum melangkah keluar dari ruangan.

Ferdi yang sudah tak bersemangat untuk bekerja hari ini memutuskan untuk pulang, Intan harus mengetahui niat ayahnya sehingga gadis itu bisa lebih waspada lagi. Tidak ingin membuang waktu, Ferdi segera menghubungi sopirnya agar bersiap untuk kembali pulang.

Mobil Alphard berwarna putih itu pun kembali membelah jalanan yang tidak terlalu padat. Ferdi menggenggam ponsel milik Intan yang berada di tangannya. Keputusannya untuk menyita ponsel istrinya sudah tepat karena pasti Ridwan akan meneror Intan setiap hari hanya karena uang 500 juta tersebut.

Ferdi mampir ke sebuah penjual ponsel, ia membelikan istrinya ponsel keluaran terbaru agar memudahkan mereka untuk berkomunikasi.

“Intan ... Intan!” panggil Ferdi ketika memasuki rumah mewah miliknya karena tidak menemukan Intan di mana pun.

Pikiran Ferdi mulai was-was, ia takut jika istrinya keluar dari rumah dan bertemu dengan Ridwan.

“Bik, istri saya di mana?” tanya Ferdi pada asistennya.

“Nyonya di taman belakang, Tuan,” jawab Bik Iyem membuat Ferdi bernapas lega.

“Hei, Sayang. Aku pikir kamu ke mana,” sapa Ferdi saat tiba di belakang istrinya yang sedang memegang beberapa bunga mawar yang sudah bermekaran.

Intan yang mendengar suara Ferdi itu pun terkejut dan berkata, “Kenapa kembali? Ada yang tertinggal?” tanya Intan heran.

“Tidak, aku hanya ingin membawakan sesuatu buat kamu. Sini!” ujar Ferdi mengajak Intan duduk di gazebo yang terdapat di sana tak jauh dari kolam renang.

Intan hanya menurut dan mengikuti langkah sang suami yang kini menggenggam tangannya menuju ke gazebo.

“Aku bawa ini untukmu,” ujar Ferdi seraya menyodorkan sebuah kotak di hadapan Intan.

“Ini apa, Mas?” tanya Intan heran seraya menerima pemberian Ferdi.

“Buka saja,” perintah Ferdi seraya tersenyum menatap gadis yang kini membuatnya jatuh cinta.

Intan segera membuka kotak tersebut dan betapa terkejutnya saat mendapati sebuah ponsel mahal.

“Ini buat aku?” tanya Intan dengan mata berbinar. Ini kali pertama ia memegang ponsel mewah dengan harga fantastis itu.

“Tentu saja, Sayang. Supaya kita bisa saling komunikasi. Oia, Mas mau bilang sesuatu,” ujar Ferdi menatap Intan serius.

“Katakan saja,” balas Intan tak sabar menanti apa yang ingin dikatakan oleh suaminya.

"Tadi ayahmu datang ke restoran marah-marah. Mas hanya mengingatkan agar kamu menjaga jarak padanya. Mas tidak bermaksud untuk membuat durhaka padanya, tetapi hanya ingin menjagamu. Mas tidak ingin ia berbuat sesuatu yang membahayakanmu," ucap Ferdi panjang lebar.

“Tapi untuk apa ayah datang ke restoran?” tanya Intan penasaran, ponsel yang berada dalam genggamannya diletakkan di hadapannya, ia ingin mendengar pernyataan dari sang suami yang kini terlihat sangat serius.

“Ada. Kamu gak perlu tahu, cukup ingat pesan Mas,” jawab Ferdi.

“Apa dia meminta uang?” tebak Intan, gadis itu sudah hapal karakter Ridwan, pasti lelaki itu memanfaatkan keadaan.

Bersambung...

Married To a Rich WidowerWhere stories live. Discover now